Mohon tunggu...
Hana Lestari
Hana Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pengarang

Suka mengekspresikan diri lewat tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku yang Hampir Padam

5 Desember 2022   15:03 Diperbarui: 6 Desember 2022   08:26 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

AKU YANG HAMPIR PADAM

Oleh Hana Lestari

Jarum jam telah menunjukkan pukul 07.00 WIB. Pagi ini aku awali dengan menyeruput susu hangat buatan Ibu sambil bersiap-siap untuk kuliah. Mata kuliah pertama adalah Ilmu Dakwah. Yang mana dosennya sangat galak dan tidak segan-segan menghukum mahasiswa yang datang terlambat. Oleh karena itu, aku tidak mau sampai itu terjadi.

Kini, pandanganku beralih ke samping. Sudut bibirku terangkat. Memandangi pantulan wajahku lewat cermin setinggi dua meter dekat jendela kamar. Dengan jari telunjuk yang terus menyusuri setiap lekuk wajah hingga berakhir pada jerawat di sekitar dahi dan pipi. Sekarang, aku tersenyum lebar menampilkan gigi yang bagian tengahnya berlubang dan tidak rapi. Dahulu, aku sempat membenci wajah ini. Wajah jelek yang selalu menunjukkan gurat kesedihan karena tidak punya teman.

Yaaa ...  sejatinya, manusia diciptakan dengan keadaan sebaik-baiknya.  Sayangnya, tidak selalu yang menurut Allah baik, kita pun mengiyakan. Tak jarang sebagian manusia merasa tidak sempurna. Seperti aku kala itu.

 

 *****

Memiliki fisik sempurna adalah dambaan setiap orang. Karena dengan memiliki fisik yang sempurna akan lebih mudah untuk menarik perhatian banyak orang. Entah dalam segi relasi, pekerjaan, pendidikan, maupun lainnya.

Aku terlahir tidak sempurna. Maksudku, wajahku tidak secantik perempuan-perempuan di luar sana. Ada banyak jerawat menghiasi dahi dan pipiku. Gigiku tidak rapi dan ada lubang di bagian gigi depan. Tubuhnya pendek, tetapi gemuk. Hal itu membuat aku malu dan kurang percaya diri tampil di depan banyak orang.

Secara akademik, aku tidak begitu bodoh. Aku masih bisa meraih peringkat tiga teratas saat di bangku SMA. Aku juga kerap kali menjuarai perlombaan kaligrafi baik di tingkat kabupaten maupun provinsi. Namun, dari prestasi yang aku dapat, aku justru dijauhi oleh teman-teman yang sudah kuanggap sebagai sahabat sekaligus saudara.

Aku pernah bertanya pada mereka. Apa yang salah pada diriku. Ternyata mereka bilang, mereka tidak nyaman dekat denganku lantaran minder. Katanya, "Kami minder kalau dekat sama kamu. Kamu pintar sedangkan kami bodoh.". Aku tertawa hambar. Menurutku, itu adalah jawaban terkonyol yang pernah aku dengar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun