Mohon tunggu...
Hamzah Zhafiri
Hamzah Zhafiri Mohon Tunggu... Kreator konten -

Suka menulis dan bercerita sebagai hobi. Terutama tema politik, bisnis, investasi, dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Money

Mungkinkah Yogyakarta Menjadi Pusat Industri Kreatif?

4 Desember 2018   20:35 Diperbarui: 4 Desember 2018   20:53 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum bicara Yogyakarta, ataupun Indonesia, mari kita jalan-jalan dulu ke luar negeri. Nun jauh di belahan barat bumi ini, berdirilah negara adidaya bernama Amerika Serikat. Pusat pemerintahan negara ini ada di Washington DC Di sinilah terdapat Gedung Putih (White House) sebagai rumah kepresidenan, Gedung Capitol (Capitol House) sebagai rumah kongres cabang legislatif, dan lain sebagainya.

Sementara itu, pusat bisnis negara ini ada di New York, ada wall street sebagai bursa efek unggulan AS beserta markas-markas korporasi besar yang mendirikan kantor di sana. Pusat manufaktur salah satunya ada di Detroit sebagai markas produksi coca-cola yang mendunia.

Sementara itu, pusat industri kreatif Amerika ada di di California. Di sinilah kota San Fransisco yang terkenal itu berada. Di sinilah markas Hollywood sebagai kiblat dunia perfilman berada. Di sinilah terdapat Silicon Valley, sebuah pusat ekosistem perusahaan teknologi terdepan Amerika berada. Di sinilah tempatnya Apple, IBM, Facebook, Microsoft bermarkas.

Dengan pembagian seperti ini, semua daerah punya keunggulannya masing-masing. Hampir semua produk di Amerika Serikat, yang mana komoditasnya kita nikmati sehari-hari, dari mulai minuman, makanan, media sosial, sampai film Marvel, semuanya diproduksi sesuai dengan tempat sektoralnya masing-masing.

Di Indonesia, kita punya Jakarta sebagai pusat pemerintahan. Kita juga punya Jakarta sebagai pusat bisnis. Beberapa startup teknologi industri kreatif akhirnya juga bermarkas di Jakarta. Beberapa juga di Bandung. Ada memang kantong-kantong pusat industri manufaktur di Ungaran-Bawen, Cikarang-Jababeka, dan Mojokerto-Sidoarjo. Tapi ya sudah, sebatas itu.

Semua daerah pusat industri itu berpusat di Jawa, dan sedihnya, mengerucut ke Jakarta. Tidak perlu heran jika semua masyarakat daerah begitu ingin mengadu nasib ke Jakarta, sehingga jangankan bisa mewujudkan pusat industri kreatif di daerah yang jauh dari ibukota, bahkan sekedar berdiri mandiri saja daerah-daerah akan kesulitan karena SDMnya tergerus.

Iya, Indonesia bukan Amerika, dan tidak harus jadi kayak gitu, tapi bisalah niru dikit-dikit. Generasi muda kreatif di seluruh penjuru Indonesia akan selalu kepincut ke jakarta. Menurut bapak-bapak ahli ekonomi kreatif Richard Florida, kalau mau menjadikan suatu kawasan sebagai pusat industri kreatif, memang harus ada usaha dari pengelola kawasannya untuk bikin atmosfer kreatif di tempat itu. Dan tempat yang memiliki potensi mengembangkan pusat industri kreatif tersebut, adalah Yogyakarta.

Sebenernya potensi ini udah mulai terlihat. Perusahaan developer game terkemuka, Gameloft, membuka pusat pengembangan di sini. Go-jek (dulu) menaruh pusat riset ITnya di sini sebelum akhirnya bubar. Qiscus, sebuah startup chat Artificial Intelligence juga ada pusat pengembangan di sini. PrivatQ, startup penyedia tentor privat, juga memiliki pusat di sini. Hipwee. Media populer anak muda dengan konten viralnya, juga mendirikan basis penulisnya di sini.

PrivatQ, salah satu startup yang dikembangkan di Yogyakarta
PrivatQ, salah satu startup yang dikembangkan di Yogyakarta
Masih banyak startup lainnya yang skalanya sudah nasional juga sempat melirik kawasan ini. Alasan di balik itu sangat masuk akal. Yogyakarta adalah kawasan yang kaya anak muda kreatif. Setiap tahunnya, provinsi ini kedatangan puluhan ribu anak muda dari seluruh penjuru negeri untuk belajar dan berkarya. Ditambah budaya yang kental dan ekosistem kesenian yang mendukung, tidak heran jika Yogyakarta memang jadi pilihan tepat bagi para startup untuk membangun pusat pengembangan di sini.

Tapi yang harus saya sayangkan, tidak ada gerak-gerik asyik dari pemerintah Yogyakarta buat bener-bener mendorong kawasannya menjadi ekosistem industri kreatif. Selain membuka Jogja Digital Valley yang itupun diinisiasi program CSR Telkom.

Industri kreatif tidak hanya keren, tapi tentunya juga ramah lingkungan karena tidak mengekstraksi sumber daya alam. Dalam pembahasaan Richard Florida, indudstri kreatif itu menambang pemikiran manusia, bukan alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun