Kedudukan dan keberadaan wali dalam perkawinan sangatlah strategis dan wajib adanya, namun tidak semua orang bisa menunjuk diri menjadi wali atau ditunjuk oleh calon mempelai bertindak sebagai wali. Artinya wali nikah memiliki ketentuan khusus yang harus ditaati.
Namun kenyataannya tidak semua wali ( yang berhak menjadi wali, utamanya ayah kandung dari mempelai perempuan) bersedia menjadi wali atas anak kandungnya, dikarenakan  perceraian. Â
Kasus perceraian tidak saja memutus hubungan suami isteri, kadang juga disertai dengan putusnya komunikasi anak dengan kedua orang tuanya. Dalam kehidupan sosial, Setelah terjadinya peceraian maka keduanya berubah kedudukannya dari suami isteri menjadi mantan suami isteri. Namun hak itu tidak berlaku untuk anak keturunannya, tidak ada mantan anak dan tidak ada mantan orang tua.
Karena tidak ada mantan anak dan mantan orang tua, maka kewajiban seorang ayah dalam hal perwalian kepada anak perempuannya terus berlaku sepanjang hukum memperbolehkannya. Begitu pula anak harus meminta kepada ayahnya untuk menjadi wali dalam perkawinannya.
Beberapa fakta yang ada ketika orang tuanya bercerai terdapat hambatan atau tidak semulus jalan tol saat anak ingin mendapatkan hak perwalian kepada ayah kandungnya.Â
Berikut beberapa penyebab orang tua tidak mau (enggan atau menolak) menjadi wali bagi anaknya yang berada dalam pengasuhan sang ibu
IMBAS DENDAM KEPADA MANTAN ISTERI
Salah satu hal fundamental alas perceraian adalah ketidak cocokan antar kedua belah pihak, lalu menyisakan luka dalam hati. Â suami membenci isteri dan isteri dendam kepada suami
Dendam yang lahir dari luka dan kegagalan mempertahankan ikatan keluarga sebagian terbawa hingga anak turunnya. Termasuk salah satunya adalah masalah perwalian anak ketika menikah.Â
Maksud dari mantan suaminya adalah memberi pelajaran atau menghukun mantan isterinya. Bentuk boikot atau tidak mau menjadi wali nikah tidak secara langsung ditujukan kepada anaknya, seperti karambol berefek ganda kepada mantan isteri dan imbasnya kepada sanga anak. Dalam hal ini anak turut menanggung konflik batin dari kedua orang tuanya.Â
SUMPAH SERAPAH MANTAN ISTERI
Dalam keadaan kalut atau dirundung duka, banyak orang yang kurang bisa mengendalikan emosi dan berpikir jernih. Salah satu bentuk kekeruhan pikir dan sempitnya dada muncullah umpatan-umpatan di luar kendali dan jauh dari nalar sehat.
"saya sudah tidak butuh kamu" ujar mantan isteri "nanti kamu tidak berhak menjadi wali bila putriku menikah" dan umpatan serta  sumpah serapah lainnya. Kadang walau tidak diterima secara serius oleh mantan suami, tetapi aura itu telah menghitamkan komunikasi dan berkabutnya pandangan.Â
Umpatan dan sumpah serapah dari mantan isteri membuat ciut nyali dan menanam dendam serta membiarkannya tumbuh subur menyatu dalam urat nadinya, sehingga ketika sang putri hendak menikah, dan pernikahan hendak digelar, maka sang ayah sudah ancang-ancang untuk tidak bersedia menjadi wali dengan segudang alasan.
MENGGERTAK AKAN MEMBELI WALI
Tidak cukup dengan sumpah serapah, kadang ditambah dengan grtakan sambil memandang sebelah serta menganggap ringan tentang perwalian dalam nikah, sehingga mantan isteri menggertak mantan suaminya dengan ucapan "nanti kalu mutrimu menikah, akan ku belikan wali"
Gertakan akan membeli wali maksudnya adalah wali hakim, tentu dengan proses ke Pengadilan Agama. Hal inilah sebenarnya salah kaprah di kalangan masyarakat yang menyebut dengan membeli wali. Padahal biaya yang dikeluarkan bukanlah membeli wali tetapi biaya sidang sebagaimana besarannya telah ditentukan.
Tentu saja hakim tidaklah dengan gegagah atau tanpa meminta keterangan pihak terkaiat untuk menjadi dasar pengambilan keputusan, oleh karenanya bila orang tua laki-laki menghadiri sidang, maka bersuaralah lantang untuk menolak penetapan wali hakim dan bersedia menjadi wali nikah.
TIDAK DILIBATKAN MULAI AWAL
Penyebab lain enggannya sang ayah menjadi wali dikarenan tidak dilibatkan mulai awal, yaitu bermula dari tunangan, atau saat tunangan tidak dikabari, dari proses tunangan inilah sang ayah merasa tidak dianggap keberadaannya, dianggap tidak penting kehadirannya.
Memang dalam kondisi sulit untuk memilih ketika sudah terjadi perceraian, apalagi salah satu pihak atau keduanya sudah berumah tangga dengan orang lain. Maka ada kalanya sang ibu harus memutuskan sendiri tanpa harus melibatkan mantan suaminya, boleh jadi kalau dilibatkan justru memunculkan masalah baru.
Dilema itulah yang kemudian anak menjadi korban, sangat ragu dan gamang untuk meminta sang ayah menjadi wali. Hal pelik lagi bila kedua orang tua sudah menetapkan untuk tidak saling sapa dan tidak ada lagi komunikasi.
Bila diurai secara lebih detail berdasarkan pengalaman penulis masih banyak hal-hal lain menjadi penyebab keengganan orang tua menjadi wali nikah, di antaranya anak dijauhkan dengan ayahnya, ayah merasa tidak pantas menjadi wali, wali tidak mengetahui kepribadian calon menantunya dan lain-lain.
Intinya ketika orang tua cerai dan memiliki anak perempuan, kemudian sang anak diasuh oleh ibunya atau tidak dalam kekuasaan sang ayah berpotensi untuk menghambat perolehan hak wali nikah sang anak dalam pernikahan.
Karenanya bagi orang tua haruslah menyadari akan keberadaan anak yang memiliki hak dan kewajiban kepada orang tuanya, meski orang tuanya sudah berpisah. jangan sampai anak dilupakan atau dihilangkan jejaknya dari silsilah orang tua.
Begitu pula anak, meski menjadi korban luka hati kedua orang tuanya, tetaplah mereka orang tuanya, buatlah mereka senang dan menjadi jembatan komunikasi di antara kedua orang tua.
JANGAN TERTIPU BILA ADA YANG MENAWARKAN MENJADAI WALI
Diketahui bersama bahwa praktek penunjukan wali atau mengangkat diri sebagai wali dalam perkawinan masih banyak terjadi di masyarakat dan hal ini biasanya dilakukan pada praktek nikah siri, nikah yang tidak diawasi oleh pegawai pencatat nikah dan tidak dicatatkan, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak punya buku nikah (Kutipan Akta Nikah).
Pada umumnya mereka yang menikah dengan menggunakan wali orang lain ( misal  laki-laki dan perempuan menyampaikan hajatnya untuk kawin tanpa disertai walinya, lalu meminta orang tersebut menjadi wali dan mengakadkan ) sudah dianggap cukup dan menyatakan dalam dirinya perkawinanya sudah sah, karena sudah diakad.
Untuk itu waspadalah terhadap iming-iming atau promosi jasa menyiadiakan paket nikah gak ribet gak perlu bawa wali dan saksi, semua sudah tersedia. Â Termasuk para pasangan dari konban perceraian orang tuanya, karena akan menimbulkan masalah baru ketika harus melewati jalan pintas.
Ingat pernikahan yang sah adalah pernikahan yang sudah terdaftar di Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan dan pelaksanaannya diawasi serta dicatat lalu dikeluarkan buku nikah.
WALI BERADA DI TEMPAT JAUH
Dalam hal calon isteri tidak tinggal bersama walinya, atau wali di tempat yang jauh dan masih di ketahui alamatnya serta bisa dihubungi, namun tidak bisa hadir saat akad nikah, PMA nomor 20 Tahun 2019 memberi solusi sebagaimana tertera dalam  pasal  12 Ayat (5) bila wali tidak dapat hadir dapat membuat taukil wali dihadapatan kepala KUA setempat (domisili sekarang) atau di KBRI bila berada di luar negeri.
Namun bila wali tidak diketahui alamatnya dan tidak bisa dihubungi, maka calon mempelai perempuan membuat pernyataan dihadapan dua saksi dan mengetahui kepala desa.
Peraturan tentang perkawinan telah memberi jalan mudah tentang perwalian, maka pilih dan pastikan wali nikah tepat sesuai dengan syarat yang ditetapkan, baik undang-undang ataupun hukum agama
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI