Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perkawinan Syah Bukan Berarti Bebas Melakukan Kekerasan

20 Januari 2023   23:38 Diperbarui: 20 Januari 2023   23:43 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Sumber Gambar : Hamim Thohari Majdi)

Seseorang yang berumah tangga haruslah dilalui dengan akad dan dicatatkan. Salah satu fungsi pencatatan adalah memberikan kepastian hukum untuk mendapatkan layanan kependudukan sebagai pasangan suami dan isteri dalam Kartu Keluarga, karena tinggal dalam satu rumah.

Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No 1 Tahun 1975 Pasal 2 ayat (1) (Sumber Gambar : Hamim Thohari Majdi)
Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No 1 Tahun 1975 Pasal 2 ayat (1) (Sumber Gambar : Hamim Thohari Majdi)

Dalam hal pencatatan perkawinan, bagi yang beragama Islam adalah Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan. Sedang bagi agama lainnya dicatatakan di Kantor catatan sipi.

Untuk mendapatkan layanan pencatatan perkawinan baik di KUA ataupun pada Kantor Catatan Sipil haruslah memenuhi persayaratan administrasi, selain juga persyaratan keagamaan yang dianut.

Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 Tentang  Pelaksanaan Undang-Undang No 1 Tahun 1974  Pasal 2 ayat (2)(Sumber Gambar : Hamim Thohari Majdi
Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 Tentang  Pelaksanaan Undang-Undang No 1 Tahun 1974  Pasal 2 ayat (2)(Sumber Gambar : Hamim Thohari Majdi

Namun tidaklah elok, bila ada yang beranggapan bahwa perkawinan yang syah berarti bebas melakukan apa saja dalam keluarganya termasuk Kekerasan, yakni berlaku kasar baik berupa ujaran atau fisik (semena-mena dan sesuka hatinya).

Dalam perkawinan bukanlah menghadirkan sistem penjajahan, yakni ada yang merasa berkuasa dan ada yang diperhambakan. Sang penguasa ingin mendapatkan layanan dari sang sahaya.

Perkawinan haruslah menghadirkan kesetaraan, walau ada tugas-tugas tertentu secara kodrati tidak bisa diwakilkan. Perkawinan harus menjadikan hidup lebih tenang, tentang dan tentram selama seumur hidup.

BUKANLAH LAWAN

Suami isteri karena perbedaan jenis kelamin, bukan berarti di antara keduanya adalah lawan. Sebagaimana selama ini dipahami dalam pelajaran bahasa tentang Antonim atau lawan kata, lelaki lawan kata perempuan atau sebaliknya perempuan lawan katanya laki-laki.

Mungkin karena bangunan mind set sejak di bangku sekolah bahwa laki-laki dan perempuan adalah lawan, maka dalam rumah tangga selalu muncul pefrtentangan (perlawanan), secara konkrit mereka berebut menolah kekinginan pasangannya dan menolak untuk melakukan hal bersama.

Maka harus disadarkan bahwa konsep penciptaan yang diberikan oleh Sang Pemilik Kehidupan, bahwa segala sesuai di dunia ini diciptakan berpasanga, seperti : malam berpasangan dengan siang, gelap - terang, sedih - bahagia, tertawa - menangis dan seterusnya.

Perbedaan suasana atau presikat yang berbeda tentu memilik perbedaan rasa dan tata laksana, namun dalam keluarasa semuanya disatukan untuk merajut rasa damai dan kebahagiaan sejati.

KEKERASAN ITU KUNO

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, meminimalisir angka buta akasara, sebagaian besar umat manusia di era saat ini sudah merelek asara dan merelk teknologi yang berakibat kepada tajamnya logika dalam menyelesaikan segala masalah dalam kehidupan.

Karena logikanya usdah tidak sanggup lagi menyajikan solisa dalam setiap keadaan sulit, maka muncullah dorongan untuk menyelesaiakan dengan otot, dari sinlah sebenarnya kekerasan itu muncul.

banyak orang yang terdidik menggunakan otot dalam menghadi halangan dan kesulitan pikir. Padahal hal semacam itu (penggunaan otot) dilakukan di jaman primitif sebelum pengetahuan berkembang pesat, maka bagi siapapun yang menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah adalah kuna

KAWIN ADALAH MENGAWINI DAN MENGAWINKAN

 perkawinan tidak saja mengawini jenis lain atau mengawinkan fisik berupa hubungan biologis, lebih dari  itu haruslah pasangan suami isteri siap mengawinkan apa saja yang beda dari masing-masing pihak.

Bukankah akan semakin indah bila dalam rumah tangga selalu berbesedia mengawinkan apa saja yang dimiliki oleh dirinya dengan apa yang tidak dimiliki oleh pasangannya.

Maka perkawinan karena prose mengawini dan siap mengawinkan, tidak ada lagi kekerasan, saba akan mengganggu dan meperlambat pencapaian tujuan perkawinan. Ingat bahwa rumah tangga bukanlah arena adu kuat, rumah tangga adalah menaklukkan syakwat dan menyalurkan dalam mendapatkan kenikmatan.

syop kekerasan dalam rumah tangga

ayo cipatakan damai dalam keluarga

jadilah pasangan sajalan dan sejalin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun