Mohon tunggu...
Fathul Hamdani
Fathul Hamdani Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar

Tak penting dimana kita terhenti, namun berikanlah penutup/akhir yang indah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

CERPEN| Akhir Cerita Keserakahan Si Monyet

31 Juli 2020   14:32 Diperbarui: 31 Juli 2020   15:32 1351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Alkisah, di sebuah hutan hiduplah seekor monyet dan seekor katak. Mereka merupakan sepasang sahabat yang kemanapun selalu bersama. Monyet dalam hidupnya adalah pribadi yang licik, rakus, dan juga bodoh, sementara Katak adalah pribadi yang rendah hati dan juga cerdas. Mereka berdua tinggal berdampingan di dekat sebuah sungai.
Pada suatu hari, ketika datang hujan lebat, air sungai biasanya naik dan meluap. Hal tersebut dimanfaatkan oleh mereka untuk mengambil pohon pisang yang hanyut terbawa arus agar nantinya bisa mereka tanam.

"Godek......" begitulah panggilan akrab si Katak. 

"Sekarang air sungai sedang naik nih, ayok kita cari pohon pisang untuk kita tanam".

"Ayok Lepang" begitu juga Monyet sering memanggil Katak.

Mereka berdua pun bergegas untuk pergi ke sungai dan mengambil pohon pisang yang hanyut. Setelah mereka melihat ada pohon pisang yang hanyut mereka kemudian mengambilnya dan membawanya ke tepi sungai.

"Nah Lepang, kan sekarang pohon pisangnya cuman satu, berarti pohonnya kita bagi dua ya?" ucap Monyet. "Iya boleh kalau begitu" jawab si Katak dengan santai.

"Kalau begitu, aku dapet bagian atasnya, kamu dapet bagian bawahnya ya?" pinta Monyet kepada Katak. Katak pun mengiyakan permintaan si Monyet. Monyet dengan akalnya yang licik sengaja mengambil bagian batang paling atas dengan harapan bisa tumbuh lebih cepat karena sudah ada daunnya, namun ia tidak menyadari bahwa justru batangnya yang bagian bawahlah yang bisa tumbuh. Setelah mereka membagi pohon pisang tersebut menjadi dua, mereka pun pergi ke hutan mencari tempat untuk menanam pohon pisang yang sudah mereka dapatkan.

"Lepang, dimana kamu mau tanam pohon pisangmu?" tanya Monyet kepada Katak. Katak pun menjawab "Aku mah di sini-sini aja, nggak perlu jauh-jauh".

"Baiklah kalau begitu, aku akan pergi ke atas pohon untuk menanam pohon pisangku" ujar Monyet.

Karena ia berfikir dengan menanam pohon pisang di tempat yang lebih tinggi, pohon tersebut akan semakin cepat tumbuh, maka ia kemudian naik ke atas pohon untuk menanam pohon pisangnya. Setelah mereka menanam pohon pisang tersebut, mereka kemudian kembali kerumah masing-masing.

Satu minggu berlalu sejak mereka menanam pohon pisang tersebut, Monyet pergi memanggil Katak untuk bersama-sama melihat pohon pisang yang sudah mereka tanam.

"Lepang..... oooo Lepang"

"Lepang.... oooo Telepang-Lepang, ayok kita pergi ke hutan untuk melihat pohon pisang kita" panggil Monyet kepada Katak.

"Iya, ayok kita pergi" jawab Katak.

Mereka pun bergegas untuk pergi ke hutan melihat pohon pisang yang sudah mereka tanam. Sesampainya mereka di dalam hutan, mereka kemudian berpisah karena Monyet menanam pohon pisangnya di tempat yang berbeda.

"Lepang..... ooo Telepang-Lepang, bagaimana pohon pisangmu, apakah daunnya sudah tumbuh?" teriak Monyet dari atas pohon.

"Iya, daun pisangku baru tumbuh dua" jawab Katak.

"Iya, aku juga sama" saut Monyet dari atas pohon, padahal daun pisangnya sudah mulai kelihatan layu.

Setelah melihat pohon pisang mereka, mereka selanjutnya memutuskan untuk kembali kerumah. Tidak lama berselang, satu minggu kemudian, mereka kembali lagi untuk melihat bagaimana keadaan pohon pisang mereka. Sesampainya di hutan, mereka berpisah kembali dan pergi untuk melihat pohon pisang mereka.

"Lepang, bagaimana pohon pisang mu? Sudah banyak daunnya yang tumbuh? teriak Monyet dari ketinggian.

"Iya nih, pohon pisangku daunnya sudah tumbuh semua" jawab Katak.

"Wahhhh, aku juga begitu" jawab Monyet kembali, padahal daun pisangnya sudah layu semua. Monyet sengaja berbohong kepada Katak karena tidak ingin merasa kalah dari Katak yang daun pisangnya sudah tumbuh semua.

Sesudah melihat keadaan pohon pisang mereka, mereka kemudian memutuskan untuk pulang, dan kembali di lain waktu. Sembari di perjalanan pulang, mereka pun berbincang-bincang.

"Lepang, kan badanmu kecil, dan kamu nggak bisa naik pohon, nanti kalau pohon pisangmu sudah berbuah, biar aku yang ambilin ya" ujar Monyet.

"Udah nggak papa, aku bisa kok" jawab Katak kepada Monyet. Setelah mereka cukup lama berbincang di perjalanan, mereka pun akhirnya sampai di rumah masing-masing.

Hujan-panas silih berganti, mereka pergi ke hutan seperti biasanya untuk melihat apakah pohon pisang mereka sudah berbuah atau tidak. Hingga pada suatu hari, mereka kembali ke hutan untuk melihat pohon pisang mereka.

"Lepang, bagaimana pohon pisangmu? Apakah sudah berbuah?" tanya Monyet kepada Katak.

"Sekarang baru tumbuh bunganya, sepertinya bentar lagi akan berbuah" pungkas Katak dengan bahagia karena jantung pisangnya sudah tumbuh.

"Waaahh aku juga begitu, sebentar lagi akan berbuah" jawab Monyet dengan percaya diri, padahal pohon pisang yang ia ikat di atas pohon sudah mulai membusuk. Setelah mengetahui pohon pisangnya sebentar lagi akan berbuah, mereka pun kembali pulang.

Setelah beberapa minggu kemudian, mereka pun kembali ke hutan untuk melihat pohon pisang mereka. Sesampainya di hutan mereka pun berpisah dan pergi ke tempat mereka menanam pohon pisang.

"Lepang.... ooooo Lepang"

"Lepang.... ooooo Telepang-Lepang" teriak Monyet dari atas pohon.

"Oooo Lepang, dimana kamu? Bagaimana pohon pisangmu? Apakah sudah berbuah?"

"Lepang oooo...... Lepang, dimana kamu?" teriak Monyet kepada Katak karena si Katak tak kunjung-kunjung menjawab. Dengan rasa kesal dan marah, akhirnya Monyet turun dari atas pohon dan pergi melihat tempat si Katak menanam pohon pisang. Sesampainya di tempat si Katak, Monyet melihat Katak yang berusaha untuk naik ke atas pohon tetapi tidak bisa-bisa. Karena rupa-rupanya pohon pisang yang ditanam oleh Katak sudah berbuah.

"Tuuuuh kan, apa aku bilang, kalau pohon pisangmu sudah berbuah, panggil aku, kamu kan nggak bisa naik pohon, mau sampai kapanpun kamu nggak bakalan bisa naik" ujar Monyet kepada Katak.

Katak sepertinya sudah memiliki firasat buruk kepada Monyet, karena tau sifat Monyet yang licik, sehingga pada saat pohon pisangnya berbuah, ia berusaha untuk mengambil buah pisangnya sendiri.

"Nggak papa, aku bisa kok, udah kamu ambil dulu buah pisangmu, biar punyaku aku usaha dulu" jawab Katak dengan penuh semangat.

"Aku mah gampang, kapan aja aku bisa ambil, aku kan jago naik pohon, aku kesini kan tujuan ku biar bisa bantu kamu dulu" bujuk si Monyet agar Katak memperbolehkan Monyet naik mengambil buah pisangnya.

"Udah nggak perlu khwatir, aku pasti bisa" jawab Katak dengan penuh semangat.

Setelah berulangkali mencoba untuk memanjat pohon pisang yang ia tanam, usahanya tidak pernah berhasil, sampai akhirnya Katak putus asa.

"Lepang, kalau kamu nggak percaya sama aku, dan kamu takut pisangmu aku bawa lari, yaudah ini kamu pegang sarungku sebagai jaminan, jadi kalau aku bawa lari pisangmu, kamu bisa ambil sarungku"

Akhirnya, karena Monyet bersedia sarungnya dijadikan jaminan, akhirnya si Katak percaya dan membiarkan Monyet untuk mengambilkannya buah pisang. Monyet pun kemudian naik ke atas pohon, setelah ia sampai di atas, ia mengambil satu buah pisang kemudian dimakan.

"Godek, katanya kamu mau ambilin saya, terus kenapa kamu yang makan? Ayok diambil nanti kita makan bersama-sama di bawah"
"Iya, ini masih dicoba dulu, apakah buahnya manis atau tidak" jawab Monyet sambil mulutnya penuh dengan pisang.

Setelah makan satu buah untuk dicoba, diambil lagi dua-tiga buah tetapi belum juga merasa puas.

"Yaaaahhh... Godek, janganlah dihabiskan di atas, aku juga pengen ngerasain gimana rasanya"

Dengan mulut penuh pisang, Monyet menjawab "Iya sebentar dulu, ini belum kerasa manisnya". Begitu terus Monyet tanpa rasa puas memakan buah pisang si Katak.

"Yaudah Godek, cobak paling tidak kulitnya lah kamu kasih ke aku, biar ada yang aku jilat-jilat" pungkas Katak dengan raut wajah sedih.

"Hahaha..... abisnya siapa suruh kamu kasih aku buat ambilin kamu buah pisangnya, kulitnya yang kamu minta, kulit-kulitnya yang aku makan" jawab Monyet tanpa rasa bersalah.

Dengan perasaan sedih dan kesal, Katak pun pergi meninggalkan Monyet dan membawa sarung si Monyet. Setelah lama asik makan buah pisang si Katak, Monyet pun tersadar bahwa Katak sudah pergi dan membawa sarungnya. Monyet pun segera mengambil semua buah pisang tersebut dan kemudian dibawa turun.

"Lepang, oooo Lepang"

"Telepang-Lepang....... mana kamu? Mana sarungku? Ini pisangmu"

"Ooooo Telepang-Lepang..... mana sarungku? Ini pisangmu" teriak monyet karena si Katak pergi entah kemana.

Monyet kemudian keliling mencari Katak karena sarungnya telah dibawa oleh Katak. 

"Oooooo Lepang, dimana kamu? Ini pisangmu, dimana sarungku?"

Katak yang pergi membawa sarung tadi kemudian sembunyi di bawah batok kelapa. 

Monyet dengan perasaan kesal terus keliling mencari Katak. Karena lelah berkeliling mencari si Katak, ia kemudian duduk di atas batok kelapa di pinggir jurang yang justru adalah tempat si Katak bersembunyi. Sambil duduk Monyet terus memanggil Katak agar sarungnya dikembalikan.

"Lepang, Ooooo Lepang, mana sarungku? Ini pisangmu"

"Lepang, Ooooo Lepang, mana sarungku? Ini pisangmu"

"Lepang, Ooooo Lepang, mana sarungku? Ini pisangmu" begitu terus Monyet memanggil si Katak.

"Tunngggg....tungg... pantok tolang teloh" jawab Katak dari bawah batok kelapa.

"Siapa itu yang jawab?" ujar Monyet. Monyet tidak tahu bahwa yang berbicara tadi adalah si Katak.

"Lepang, Ooooo Lepang, mana sarungku? Ini pisangmu".

"Tunngggg....tungg... pantok tolang teloh" jawab katak kembali.

"Heee siapa itu? Ayok keluar?" ucap Monyet sambil berusaha untuk memberanikan diri, padahal sebenarnya ia juga adalah sosok yang penakut.

Kembali dijawab oleh Katak "Tunngggg....tungg... pantok tolang teloh"

Dengan keadaan yang sudah mau malam, si Monyet mulai ketakutan. "Lepang... mana kamu Lepang? Mana sarungku? Ini pisangmu".

"Tunngggg....tungg... pantok tolang teloh" sambil menggerakkan batok kelapa tempat Monyet duduk.

Mendengar suara tersebut terus-menerus dan tiba-tiba batok kelapa di bawahnya bergerak, Monyet pun terkaget, dengan penuh rasa takut tanpa sadar ia melompat ke arah jurang, dan si Monyet pun meninggal. Setelah itu, si Katak kemudian keluar dari bawah batok kelapa dan membawa pulang buah pisang yang tadi diambil si Monyet.

SELESAI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun