Bagi saya, dari sudut pandang saya pribadi, apabila ingin melihat pendidikan di sekolah maju, benahi perpustakaan demi meningkatkan minat baca peserta didik, yang tentu saja nantinya akan berimbas positif pada meningkatnya prestasi akademik dan wawasan mereka.
Fakta ternyata bertolak belakang dengan angan-angan.
Dari petualangan mengajar dari satu sekolah dasar ke sekolah dasar yang lain, saya melihat kenyataan yang menyedihkan.
Buku-buku tertata dengan susunan seadanya...
Kebanyakan dari koleksi adalah buku-buku pelajaran...
Ruangan sempit, panas, kotor,...
...
Terlalu banyak hal mengecewakan kalau berbicara tentang perpustakaan. Herannya, selama saya mengajar di SD-SD tersebut, perpustakaan tersebut seakan hanya menjadi "pelengkap" fasilitas sekolah saja. Sekadar jadi "persyaratan" kelengkapan sekolah supaya mendapat nilai akreditasi yang baik.
Parahnya, ditambah lagi dengan pustakawan yang adalah anak kepala sekolah atau anak guru di sekolah tersebut. Kalau saja mencintai dunia buku sih tidak menjadi masalah. Tapi yang menjadi persoalan adalah kebanyakan dari pustakawan adalah kerabat dekat 'orang dalam' yang tidak suka dengan literasi. Tidak suka membaca buku.Â
Yanto (bukan nama sebenarnya) adalah anak kepala sekolah di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Samarinda, yang menjabat sebagai pustakawan, sayangnya, hanya bisa merokok dan main kartu bersama rekan sekerja, Joni (nama samaran), seorang guru olahraga, dan Hadi (sebut saja begitu), seorang penjaga sekolah. Merokok dan bermain kartu di saat jam kerja, di saat peserta didik melihat kelakuan mereka.
Bagaimana dengan buku-buku, meja, dan kondisi perpustakaan?Â