Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Derita Guru Honorer Ketika Wacana UMP Mengemuka

11 November 2020   18:44 Diperbarui: 12 November 2020   06:00 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gaji, upah, rupiah(Shutterstock via KOMPAS.COM)

Ketika Upah Minimum Provinsi (UMP) naik, para tenaga kerja bersorak-sorai. Tentu saja, bagi mereka, kenaikan UMP patut disyukuri, karena dengan begitu, kesejahteraan meningkat, meskipun bayang-bayang harga bahan sembako bisa juga mengintai ikut naik.

Namun, di balik euforia para tenaga kerja akan naiknya UMP yang biasanya masih sebatas wacana, guru honorer tetap adem ayem saja menyikapi isu tersebut. Mayoritas guru honorer sudah bosan mengeluh tentang "derita" yang mereka alami di negeri ini.

Pengalaman saya sendiri sejak 20 tahun yang lalu tidak begitu menggembirakan, meskipun tidak juga bisa dibilang menyedihkan. Dimulai dengan honor sebesar 50 ribu sebulan dengan lima kelas yang harus diajar; lalu 250 ribu sebulan, kemudian 400 ribu sebulan dua tahun kemudian, selanjutnya 600 ribu, dan yang terakhir 900 ribu sebulan.

Kaget? Saya masih termasuk beruntung. Masih ada teman-teman guru honorer yang berhonor jauh di bawah saya, malahan ada yang bernasib malang, honornya dirapel tiga bulan sekali baru dibayar, bahkan ada yang baru enam bulan kemudian honornya diserahkan ke mereka.

Tunjangan insentif yang diberikan oleh inisiatif pemerintah provinsi (Pemprov) dan pemerintah kota (pemkot) cukup membantu, diberikan setiap tiga bulan sekali, namun sebenarnya belum semua guru honorer mendapatkan karena terkendala masa kerja. Dan pada dasarnya, nilai penghargaan dari suatu pekerja adalah honor.

Saran untuk Pemerintah

Sebenarnya saya terlalu lancang untuk memberikan saran di tulisan ini, karena saya cuma guru biasa, namun tak ada salahnya kalau saya memberikan saran. Kalau toh tidak dibaca oleh pihak dari pemerintah, tidak ada ruginya juga buat saya.

Ada 3 (tiga) saran.

1. Sediakan payung hukum mengenai status guru honorer

Sampai saat ini guru honorer tidak mempunyai status yang jelas secara hukum. Embel-embel "diangkat oleh kepala sekolah" menjadi alasan tidak punya payung hukum yang jelas.

Sudah seharusnya guru honorer juga mendapat status yang jelas, karena mereka menggantikan guru-guru PNS yang pensiun atau sekolah memang kekurangan tenaga pengajar.

Memang ada wacana Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), namun sejauh yang saya ketahui dari berbagai informasi, terbatas pada guru honorer yang sudah lama mengabdi.

Saran saya, kalau toh ingin menambah legalitas, berikan persyaratan yang jelas untuk mendukung keabsahan status guru honorer, karena dibilang guru, kok gaji sangat jauh dari standar, dari segi nominal sangat menyedihkan, padahal tugasnya mencerdaskan anak bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun