Serpihan air mata menetes. Menggerus pipi yang tirus. Mata itu terus memproduksi air yang tak henti. Terus-menerus mengalir tiada henti.
Mata itu penuh dengan guratan penyesalan. Membayang perbuatan di masa silam. Kerut-merut bola mata tak beraturan. Menandakan pergulatan batin yang kelam.
Apakah ada yang menjadi penyesalan? Apakah ada yang menjadi kerisauan? Apakah ada yang menjadi kegundahan?
Mata itu menunjukkan batin seseorang. Tak ada yang bisa menutupi keadaan diri. Tak ada yang bisa menyembunyikan kepalsuan hati. Tak ada yang bisa mencegah menguarnya kebusukan nurani.
Mata itu sudah mencerminkan isi hati. Ya, mata itu. Mata itu tidak bisa berdusta.Â
Kota Tepian, 8 April 2020