Mohon tunggu...
Ilham Aidil Fitrah
Ilham Aidil Fitrah Mohon Tunggu... Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Seseorang yang memiliki kegemaran terkait dunia olahraga terutama sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Nabi Musa dan Fir'aun dalam Al-Qur'an: Analisis Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-Misbah

30 Juli 2025   13:00 Diperbarui: 30 Juli 2025   13:25 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Komparasi Pendekatan Tafsir Klasik dan Kontemporer

Jika ditinjau secara metodologis, Ibnu Katsir lebih menekankan keaslian narasi dan loyal terhadap sumber-sumber awal Islam. Sedangkan Quraish Shihab berupaya mengaktualisasikan pesan kisah ke dalam konteks sosial modern. Pendekatan Ibnu Katsir berguna untuk melestarikan sejarah dan memahami konteks asbb al-nuzl secara akurat. Namun, pendekatan ini cenderung tidak memberikan ruang refleksi bagi umat Islam kontemporer. Sementara pendekatan Quraish Shihab dianggap lebih solutif dalam menjawab tantangan sosial-keagamaan di era sekarang.

Nilai-Nilai Spiritual dan Sosial dalam Kisah Musa dan Firaun

Kisah ini memiliki banyak pesan mendalam:
*Nilai spiritual: Keimanan yang teguh, kepercayaan kepada janji Allah, dan kesabaran dalam menghadapi cobaan.
*Nilai sosial: Perlawanan terhadap kezaliman, pentingnya solidaritas umat tertindas, serta peran pemimpin yang adil.

Menurut Shihab pesan moral dari kisah Musa adalah bahwa keberhasilan perjuangan bukan hanya soal kemenangan lahiriah, tetapi bagaimana manusia menjaga integritas dan tetap berada dalam jalan yang benar meskipun minoritas.

Relevansi Kisah Musa dan Firaun bagi Umat Masa Kini

Secara kontemporer, kisah ini menjadi simbol perlawanan terhadap penindasan struktural. Dalam dunia modern, "Firaun" bisa direpresentasikan oleh bentuk-bentuk kekuasaan yang korup, otoriter, dan antikritik. Sementara "Musa" adalah setiap sosok yang memperjuangkan keadilan sosial, hak asasi manusia, dan kemanusiaan. Al-Qur'an menyajikan kisah ini tidak hanya sebagai nostalgia sejarah, tetapi juga inspirasi pergerakan. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam terhadap tafsir klasik dan kontemporer sangat penting agar umat Islam mampu memetik pelajaran dan menerapkannya secara bijak. memiliki relevansi yang sangat kuat bagi umat masa kini, terutama dalam konteks kepemimpinan, perlawanan terhadap kezaliman, dan pentingnya iman serta keteguhan hati dalam menghadapi tantangan. Kisah ini mengajarkan bahwa kekuasaan yang absolut dan digunakan secara zalim seperti yang dilakukan Fir'aun akan membawa kehancuran, sementara keteguhan iman dan keberanian seperti yang dicontohkan Nabi Musa menjadi kunci kemenangan dan pembebasan dari penindasan. Dalam buku "Musa Versus Firaun", dijelaskan bahwa peristiwa ini menjadi pelajaran penting agar para pemimpin tidak mengulangi kesalahan Fir'aun, yaitu berlaku sewenang-wenang dan menindas rakyatnya, serta mengingatkan pentingnya komunikasi dan keadilan sosial dalam kepemimpinan. Selain itu, buku "Firaun dan Musa: Menyibak Tabir Misteri Penguasa Kuno Paling Tiran" karya Khalid Ali Nabhan (Pustaka Alvabet, 2023, hlm. 350-352) menyoroti bahwa kisah ini juga relevan dalam konteks modern, di mana masih banyak pemimpin atau individu yang meniru sifat otoriter dan anti-kritik seperti Fir'aun. Kisah ini menjadi peringatan agar umat manusia selalu menjadikan nilai-nilai keadilan, keberanian melawan kezaliman, dan kepercayaan kepada Tuhan sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Analisis Kompratif Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-Mishbah

Perbedaan pendekatan antara Ibnu Katsir dan Quraish Shihab menggambarkan perbedaan zaman, metodologi, dan orientasi tafsir. Tafsir Ibnu Katsir dibangun di atas paradigma salaf, yakni merujuk kuat pada riwayat sahabat dan tabi'in, serta membiarkan narasi Israiliyat sebagai bagian pelengkap cerita. Misalnya, saat menjelaskan bagaimana Musa dibesarkan di istana Firaun, Ibnu Katsir mengutip berbagai kisah dari Ahlul Kitab yang ditoleransi selama tidak bertentangan dengan Al-Qur'an maupun hadis sahih. Sebaliknya, Quraish Shihab lebih menekankan penafsiran berbasis makna kontekstual dan kontemporer.
Ia menyoroti pelajaran moral dan nilai etis yang relevan dengan situasi umat saat ini. Saat menafsirkan QS. Thaha: 44, misalnya, ia tidak hanya menjelaskan perintah berkata lembut kepada Firaun sebagai teknik dakwah, tetapi juga sebagai strategi sosial dalam menghadapi rezim represif. Dari segi sumber, Ibnu Katsir lebih kaya dalam aspek riwayat dan kronologi peristiwa, sementara Quraish Shihab memperluas tafsir ke dimensi psikologis dan sosiologis. Dalam konteks pembinaan masyarakat modern, pendekatan Quraish Shihab cenderung lebih aplikatif. Namun, keduanya tetap saling melengkapi. Ibnu Katsir menjaga kesinambungan tradisi tafsir klasik, sedangkan Quraish Shihab menawarkan relevansi baru terhadap pesan Al-Qur'an. Oleh karena itu, kajian kisah Nabi Musa dan Firaun dari dua pendekatan ini sangat bermanfaat untuk membangun pemahaman yang utuh: baik dari segi akar sejarah Islam maupun aktualisasi nilai Al-Qur'an dalam kehidupan.

penafsiran tafsir Al Misbah

dalam Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab menyoroti bahwa kisah ini berulang kali disebut dalam Al-Qur'an sebagai penegasan perhatian khusus Allah terhadap peristiwa luar biasa antara Nabi Musa dan Fir'aun. Dalam penafsirannya, Quraish Shihab menjelaskan bahwa pengulangan kisah ini bertujuan untuk memberikan pelajaran penting tentang keimanan, perjuangan melawan kezaliman, dan bagaimana kebenaran seringkali ditentang oleh penguasa yang zalim. Kisah Musa dan Fir'aun juga menekankan bahwa sesuatu yang tampak tidak menyenangkan, seperti saat ibu Musa harus menghanyutkan anaknya ke sungai, dapat berujung pada kebaikan jika dijalani dengan keimanan dan kepasrahan kepada Allah. Secara khusus, dalam Tafsir Al-Misbah Jilid 5 Quraish Shihab mengulas bahwa Allah mengutus Musa untuk meluruskan penguasa zalim dan membebaskan Bani Israil dari penindasan Fir'aun. Penolakan Fir'aun terhadap ajakan Musa menjadi contoh nyata keangkuhan dan kekufuran yang akhirnya berujung pada kehancuran. Kisah ini menjadi pelajaran abadi tentang bahaya kekuasaan yang disalahgunakan dan pentingnya keteguhan iman dalam menghadapi tantangan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun