Mohon tunggu...
Munawar Khalil
Munawar Khalil Mohon Tunggu... Insinyur - ASN, Author, Stoa

meluaskan cakrawala berpikir, menulis, menikmati kehidupan yang singkat

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Warming Up Pemilu 2024: Masihkah Ada Problem dalam Penyelenggaraan dan Pengawasan?

15 Juni 2022   10:27 Diperbarui: 20 Juni 2022   12:36 1694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image: rakyatntt.com

Tahapan-tahapan awal Pemilu 2024 secara resmi di launching pada tanggal 14 Juni 2022 kemaren. Banyak harapan tertuju ketika tahapan ini dimulai. Karena Pemilu 2024 adalah Pemilu yang dilaksanakan secara serentak, tentu akan banyak persoalan yang akan dihadapi oleh penyelenggara. 

Paling utama adalah masa jabatan beberapa penyelenggara Pemilu baik KPU maupun Bawaslu, ada yang berakhir pada tahun 2023 ketika Pemilu tinggal tersisa 1 tahun menjelang. Ada usulan untuk memperpanjang masa jabatan sampai 2024 berakhir. Jika tidak diperpanjang dengan melakukan rekruitmen ulang, siapkah perangkat dan waktunya?

Problem kedua, ketika Pemilu dilaksanakan serentak adalah kesiapan logistik yang selalu menjadi masalah di setiap pemilihan umum, baik dari segi ketepatan waktu, jumlah, distribusi, maupun kualitasnya. Seperti biasa ketika Pemilu serentak dilaksanakan, maka partisipasi pemilih pun akan meningkat. Ketika partisipasi meningkat maka politik uang juga meningkat. 

Ketiga, kisruh masalah DPT. Keempat, kampanye hitam di media sosial yang tak terkendali. Kelima, pada Pemilu 2024 ini ada usulan agar Pemilu dilaksanakan menggunakan sistim electronic voting (e-voting) oleh Kemenkominfo RI, yaitu pemungutan dan penghitungan suara menggunakan sistem elektronik. Disamping untuk menekan biaya, mempermudah dan mempercepat penyelenggaraan, hal terpenting lain adalah meminimalisir kecurangan. 

Indonesia sendiri dalam sejarahnya, melaksanakan Pemilihan Umum atau Pemilu pertama pada tahun 1955 saat berusia baru 10 tahun setelah merdeka. Pemilu ini dianggap Pemilu paling demokratis dan sukses dalam perjalanan Pemilu karena mendapatkan kepercayaan (trust) yang sangat luar biasa dari masyarakat Indonesia pada saat itu. 

Alasan utama kenapa Pemilu ini dianggap sukses. Pertama, karena baru tumbuhnya eforia pasca kemerdekaan sehingga rakyat meluapkan ekspresinya secara positif.  Ini adalah Pemilu yang penyelenggaranya masih sangat baru. Jadi dimungkinkan motivasi untuk mensuskseskan pelaksanaannya benar-benar jauh dari pragmatisme perebutan kekuasaan politik yang dominan. Kedua, Pemilu pada tahun 1955 ini peserta dan penyelenggaranya adalah para penggerak yang belum terkontaminasi oleh adanya negosiasi dan praktik-praktik yang bisa menurunkan kualitas Pemilu itu sendiri.

Oleh karena itu, tidak terlihat adanya berbagai provokasi dan pembelahan politik identitas seperti yang terjadi pada beberapa Permilu kita terakhir, yaitu pada Pemilu 2014 dan 2019 yang aroma perpecahannya sangat terasa sampai saat ini. Pemilihan umum tahun 1955 ini hampir tidak ditemukan adanya kontenstan yang berusaha memenangkan Pemilu dengan cara apa pun. 

Pasca pemilihan umum tahun 1995, yaitu pada tahun 1971, 1977, 1997, 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019 lah  muncul gejala-gejala otoritarianisme dalam pemerintahan. Beberapa regulasi dan kebijakan dibuat dalam rangka mempertahankan kekuasaan sehingga menurunkan kualitas pemilihan umum itu sendiri. Gejala ini timbul mungkin saja diakibatkan karena mulai merasuknya pragmatisme politik dalam menjaga kekuasaan agar tidak jatuh ke tangan individu atau kelompok lain. 

Ketika otoriatarianisme kekuasaan muncul, problem penyelenggaraan dan pengawasan Pemilu tidak saja diakibatkan oleh regulasi yang diberlakukan pemerintah, tapi juga dipengaruhi oleh adanya kesepakatan-kesepakatan antar peserta Pemilu, penyelenggara, dengan pemilik suara. 

Hal ini yang menjadi hambatan dan pemicu melambannya gerak-gerak perbaikan yang akan dilakukan oleh penyelenggara Pemilu yang akhirnya menyebabkan tidak berjalannya secara ideal proses pelaksanaan, termasuk juga proses pengawasan. 

Dalam proses pelaksanaan pemilihan umum adanya kesepakatan atau negosiasi seringkali terjadi untuk mencapai tujuan elektoral. Negosiasi antara peserta Pemilu dan pemilih ini tidak saja semata-mata karena faktor finansial sebagai media negosiasi, tapi juga karena adanya rasa saling percaya bahwa peserta Pemilu, secara kualitas ketika terpilih dapat diandalkan untuk membawa perubahan kearah yang lebih baik pada suatu komunitas dan bangsa secara umum.

Beberapa persoalan ketika adanya pelanggaran ini tentu menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi penyelenggara, terutama Bawaslu. Ketika adanya temuan pelanggaran, seringkali permasalahannya tidak bisa diselesaikan dengan baik. 

Namun berkaca dari munculnya persoalan penyelenggaran dan pengawasan pada pemilu 2019, yang lebih banyak adalah saat verifikasi partai maupun individu calon peserta pemilu. Persoalan bisa di eliminir jika sejak awal saat terjadi permasalahan, Bawaslu mempunyai aplikasi yang langsung bisa mengakses data partai maupun calon yang ada di KPU berbasis algoritma website. Artinya sejak dini, Bawaslu sudah bisa ikut menyelesaikan sengketa bersama-sama KPU sebelum persoalan menjadi rumit dan menumpuk.

Kendalanya, disamping terbatasnya personil dari pihak Bawaslu yang melakukan pengawasan, tentu saja ada faktor lain, yaitu kurangnya anggaran untuk melakukan investigasi pada locus kejadian, mengumpulkan saksi dan barang bukti, sampai keluarnya rekomendasi untuk penindakan. Acapkali temuan pelanggaran atau sengketa tidak dapat ditindaklanjuti akibat syarat-syarat dari berbagai aspek tidak terpenuhi secara lengkap.

Tugas Bawaslu adalah mengawasi jalannya pemilihan umum agar sesuai dengan UndangUndang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Namun tugas pokok sebenarnya adalah upaya pencegahan agar pelanggaran tidak terjadi.  Itu artinya prestasi penyelenggaraan Pemilu tidak bisa diukur dari seberapa banyak pelanggaran yang bisa diselesaikan, melainkan seberapa minim jumlah pelanggaran itu terjadi. 

Hanya saja, persoalannya ada di sini; seberapa jauh tugas dan fungsi pencegahan tersebut dilaksanakan? Mencegah adalah sesuatu yang dilakukan sejak dini sebelum proses pemilihan umum dilaksanakan. Sehingga ketika proses pemilihan umum berlangsung, para peserta, pemilih, bahkan penyelenggara sendiri tidak melakukan pelanggaran. 

Kesadaran untuk tidak melakukan pelanggaran merupakan point penting akibat usaha kolektif dan terus menerus oleh semua elemen penyelenggara Pemilu, baik itu KPU, Bawaslu, dan juga pemerintah. Namun tugas pengawasan tetap harus berlangsung, sebab semakin sedikit pelanggaran, maka kualitas pengawasan pun tentu akan lebih baik.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun