Ara tidak bisa tidur malam itu. Bayangan di jendela terus menghantui pikirannya. Pukul 02.00 dini hari, ia mendengar pintu kamar 27 terbuka sendiri dengan bunyi berderit panjang.
Dari celah pintu, terdengar suara pria:
"Aku sudah menunggumu..."
Suara itu mirip sekali dengan rekaman Radith.
Ara, dengan rasa penasaran bercampur takut, melangkah keluar. Lorong penginapan itu kini tampak berbeda. Lampu gantung berayun, dinding dipenuhi noda hitam seperti terbakar, dan semua pintu bertuliskan angka 27.
Ia mencoba membuka salah satu pintu. Di dalamnya, ia melihat dirinya sendiri sedang duduk menulis di buku catatan. Namun ada yang aneh: versi dirinya itu berhenti menulis, mengangkat kepala, lalu menatap langsung ke arahnya dengan senyum miring.
"Kau pikir kau masih wartawan? Kau sudah menjadi bagian dari kami."
Ara terkejut, menutup pintu, dan berlari. Tapi semakin ia berlari, semakin lorong itu berulang. Semua pintu, semua nomor, semua identik.
Tiba-tiba lampu padam. Gelap total.