Mohon tunggu...
haifa salwa
haifa salwa Mohon Tunggu... Haifa Salwa

Mahasiswa Hubungan Masyarakat UPN Veteran Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dilema Mahasiswa

23 Desember 2020   23:02 Diperbarui: 23 Desember 2020   23:37 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tokoh utamanya bernama Cecilia atau sebagaimana teman-temannya memanggilnya Sisil. Sekarang, Sisil disibukkan dengan kegiatan rutinnya yakni menatap layar komputer dari matahari belum mengembang sempurna sampai hampir menghilang di ufuk. Sisil adalah sosok mahasiswa yang terkenal di kalangan mahasiswa lainnya. Dimana ketika kamu berpapasan di supermarket, kamu akan selalu ingat tentangnya. Dia adalah mahasiswa hedon Berbaur dengan berbagai kegiatan. Menyatu dengan ketenaran.

Walaupun Sisil terkenal dengan kehedonannya dia tetap menempatkan kuliahnya di nomor satu pada skala prioritas. Belum banyak yang tahu tentang betapa rajinnya dia jika menyangkut kuliah dan organisasinya. Sisil adalah tipikal orang yang sering olahraga lari tapi fisiknya hanya kuat berlari dari kenyataan.

Di tengah pandemi corona seperti ini, ternyata ada yang lebih buruk di tahun 2020 bagi Sisil. Dia baru saja diputusin oleh pacarnya yang selama tiga tahun belakangan ini menemaninya. Nama lelaki itu ialah: Zamud. Tempat terjadinya pemutusan secara tidak berkepripacaran itu ialah di kamar Sisil, pukul 12 malam.

Sisil sedang mengerjakan tugasnya kala itu dimana deadline tugas tersebut ialah besok. Tiba-tiba dia mendapatkan pesan WhatsApp yang berisi pemutusan secara tidak berkepripacaran.

“Hai, Sil. Apa kabar kamu? Maaf ya baru bisa ngabarin. Kamu lagi sibuk banget ya sekarang?” begitulah isinya.

“Oiya, Sil, besok kan tanggal anniv kita ke-empat.” Belum sempat Zamud menyelesaikan kalimatnya, Sisil dengan cepat langsung menelfon Zamud.

“Haii! Aku baik-baik aja di sini, aku tau kita juga lagi sama-sama sibuk. Jadi, santai aja kalau baru sempet ngabarin.” Jawabnya dengan girang.

“Sil, sebentar, aku izin ngomong sebentar ya. Ada yang mau aku sampein.”

“Iya, imud-ku.” begitulah panggilan sayang dari Sisil untuk pacarnya.

“Mau ngomong apa, Mud?” lanjutnya.

“Kayanya kamu juga udah sadar belakangan ini kita punya kesibukan masing-masing sampe lupa tentang hubungan kita.”

Sisil pun setelah mendengar kalimat terakhir dari Zamud seolah mulai paham apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Dia segera mematikan laptopnya dan fokus terhadap Zamud yang sedang berbicara.

“Apa yang aku rasain sekarang udah jauh berbeda dari apa yang aku rasain dulu. Rasa aku semakin memudar. Sampai akhirnya hilang, Sil.” Lanjut Zamud dengan intonasi suara yang halus.

“Ma-maksudnya?” tanya Sisil tergagap disertai air mata yang perlahan keluar.

“Penjelasan paling sederhana dari aku: cintaku udah gak ada lagi. Sorry, itu sejujur-jujurnya yang bisa aku bilang ke kamu. Aku juga gak tahu kenapa. Bisa jadi karena sekarang kita udah jadi orang yang beda.”

“Empat tahun itu waktu yang lama lho buat mutusin semuanya,” kata Sisil.

“Ya, mau gimana lagi, Sil. Rasa ku udah gak ada lagi buat kamu. Maaf ya terkesan tiba-tiba,” jawab Zamud.

Cukup. Sisil sudah tidak mau mendengar kalimat berikutnya lagi. Dia langsung mematikan telfonnya. Dia perlu berfikir keras untuk menyelamatkan hubungan LDR ini.

Memang bukan hal yang mudah menjalani hubungan jarak jauh. Beda kota, beda kampus, beda kegiatan, beda semuanya. Perselisihan pun sudah sering terjadi selama setahun belakangan ini. Jika diteruskan yang ada hanya saling menyakiti. Tapi jika diputuskan, akan dibawa kemana semua kenangan manis kita yang sudah terjadi?

Keesokan harinya Sisil dengan hati yang masih bersedih mencoba mengirim pesan ke Zamud. Memastikan hal yang menurutnya masih tidak jelas, abu-abu. Namun, Zamud tak kunjung membalas pesannya seolah menjadi orang asing di telan bumi. Selang beberapa menit, Sisil membuka Instagram dan baru sadar bahwa Zamud tak lagi mem-follow-nya.

Sisil terdiam. Kelas dan rapat yang rutin dia lakukan sekarang terbengkalai. Tugas-tugas menumpuk. Dia mencoba mengumpulkan mood­-nya tapi tak juga berhasil. Isi otaknya hanya diisi satu orang: Zamud. Sisil pun semakin sedih seolah dilema harus tetap menunggu Zamud yang tidak ada kejelasan atau mengerjakan tugasnya kembali.

Kegalauan ini berimbas pada nilainya yang tiba-tiba turun.

“Dapet C?!” katanya sangat kaget. Sisil memang terbiasa mendaptkan nilai A pada semua mata kuliah. Baru kali ini ia merasakan dapat nilai C.

Pada titik itu, nilai C yang dia dapatkan sekarang seolah-olah menampar Sisil. Dia sadar ada yang salah dengan sikapnya setelah diputusin Zamud. Isi otaknya selalu Zamud. Zamud yang berubah menjadi dingin dan tak kunjung mengangkat telfonnya.

Bukan hanya itu, organisasi yang dia ikuti berjalan kacau. Jika digambarkan dengan grafik maka grafik menurun lah yang akan terlihat. Jobdesk kacau, partner memberi feedback buruk, dan tak lupa teman-temannya yang kecewa.

Sisil pun meluapkan emosinya dengan menangis sekencang-kencangnya di kamar kosnya yang sepi dan dingin. Perlahan, seiring dengan emosinya yang mereda dia pun tersadar bahwa dia tak bisa terus menerus seperti ini masih ada yang jauh lebih penting daripada memikirkan masa lalu yaitu kuliah dia.

“Kenapa sih gue begini? Kemana gue yang dulu?” teriaknya sambil bercucuran air mata.

“Gue gak bisa terus-terusan kaya gini. Masih ada hal penting di hidup gue. Toh, juga, walaupun gak ada dia, gue gak mati.” Ucapnya sebagai penenang untuk dirinya sendiri.

Setelah meluapkan emosinya, Sisil pun tertidur sangat lelap.

Keesokan harinya Sisil terbangun dengan pagi yang sangat cerah seolah semesta menyambut kembalinya diri yang dulu lagi. Mulai saat itu, ia pun memulai kehidupan kampusnya dengan normal dan bahkan lebih baik daripada diri yang lalu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun