Egypt and His Lords -- Vol. 1
24 Februari 1798, Kairo, Mesir
Pasukan Kavaleri Prancis akhirnya tiba di Mesir---negeri yang dikenal dengan padang pasirnya yang luas membentang sejauh mata memandang. Namun kali ini, Mesir tidak terlihat sesemarak biasanya. Yang tampak hanyalah padang tandus yang membisu.
"James, di mana pasukan negeri ini?" tanya sang pemimpin sambil menyeka peluh di dahinya. Ia menarik tali kekang kudanya, memutar tubuh hewan itu hingga menghadap pasukan. Di hadapannya kini terhampar hampir tiga puluh ribu prajurit Prancis yang berbaris rapi, mengenakan seragam biru angkatan darat. Bahu mereka memanggul senapan---beberapa membawa kopak atau arquebus, senjata jarak menengah yang terkenal pada zamannya. Sebagian pasukan bahkan masih menggunakan pedang cutlas.
Pengintai mereka belum kembali. Tak ada yang bisa dilakukan selain menunggu. Saat itu, James datang dengan tergesa di atas kudanya. Ia merapatkan topi militer, melindungi wajahnya dari sengatan matahari. Angin panas berembus, menerbangkan pasir-pasir ke arah pasukan, ia sendiri belum tahu atas pertanyaan atasannya. Sang pemimpin mulai resah, menatap ke kejauhan.
Whuzz...
Angin itu bertiup lebih kencang dari sebelumnya, menggulung debu hingga menutupi pandangan sejauh belasan meter. Kuda-kuda mulai gelisah, beberapa bahkan meringkik keras. Beberapa prajurit terjatuh, terpeleset oleh pasir yang bergulung. Di kejauhan, cahaya bulat bersinar menyilaukan. Sang pemimpin memicingkan mata, lalu menarik tali kekangnya sekuat tenaga.
"Prajuritku! Prajurit terhebat Setelah Alexander, BERANILAH!
Jangan takut pada musuh kalian, sebab merekalah yang seharusnya takut pada kalian!"
Kudanya berdiri tegak dengan kedua kaki depan terangkat. Ia berseru lantang, "Jika menang, tanah ini milik kalian. Jika kalah, kalian budah dan bulan-bulanan Prancis!"