Mohon tunggu...
Hadi Tanuji
Hadi Tanuji Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan, Analis Data, Konsultan Statistik, Pemerhati Hal Remeh Temeh

Aktivitas sehari-hari saya sebagai dosen statisika, dengan bermain tenis meja sebagai hobi. Olah raga ini membuat saya lebih sabar dalam menghadapi smash, baik dari lawan maupun dari kehidupan. Di sela-sela kesibukan, saya menjadi pemerhati masalah sosial, mencoba melihat ada apa di balik fenomena kehidupan, suka berbagi meski hanya ide ataupun hanya sekedar menjadi pendengar. Sebagai laki-laki sederhana moto hidup pun sederhana, bisa memberi manfaat kepada sesama.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Saat Ulama Diam, Ketidakadilan Merajalela: Siapa yang Bertanggungjawab?

20 Januari 2025   15:58 Diperbarui: 10 Maret 2025   20:05 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemimpin masyarakat (Sumber: paduarsana.com)

Tantangan Ulama di Era Modern

Saat ini, dampak modernisasi yang tidak mengindahkan nilai-nilai Islam begitu terasa. Banyak kemungkaran dilakukan secara terang-terangan, bahkan dianggap biasa. Sebagian ulama justru memilih untuk tidak peduli, hanya fokus pada ibadah individual, atau bahkan mendukung kebijakan penguasa yang tidak sesuai Islam. Ada juga ulama yang menyalahgunakan agama untuk membenarkan ideologi Barat seperti kapitalisme atau sosialisme.

Fakta ini selaras dengan data dari Global Islamic Index yang menunjukkan bahwa sebagian besar negara mayoritas Muslim masih menghadapi masalah dalam penerapan hukum syariah secara konsisten, termasuk rendahnya indeks keadilan dan tingginya angka korupsi.

Dampak dari Sikap Diam

Sikap diam para ulama terhadap ketidakadilan merupakan salah satu penyebab utama memburuknya moralitas dalam masyarakat. Ketika ulama memilih untuk tidak bersuara terhadap ketidakadilan, kemaksiatan secara perlahan menjadi sesuatu yang dianggap biasa. Perilaku negatif yang sebelumnya ditolak oleh masyarakat kini sering kali diterima bahkan dibenarkan. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat kehilangan arahan moral yang semestinya diberikan oleh ulama sebagai panutan. Akibatnya, dekadensi moral terus meningkat, membawa generasi muda semakin jauh dari nilai-nilai kebaikan dan kebenaran yang seharusnya menjadi pegangan hidup.

Fenomena ini semakin nyata di tengah-tengah masyarakat kita saat ini. Misalnya, ketika korupsi dianggap sebagai hal yang lumrah, atau ketika tindakan diskriminatif dibiarkan tanpa adanya teguran dari figur-figur agama, masyarakat secara perlahan mulai kehilangan kepekaannya terhadap perbuatan benar dan salah. Bukannya memperbaiki diri, banyak orang malah memilih beradaptasi dengan lingkungan yang rusak. Situasi ini sangat bertentangan dengan tugas utama ulama sebagai pewaris Nabi yang memiliki tanggung jawab mulia untuk menyuarakan amar makruf nahi mungkar, mengajak kepada kebaikan, dan mencegah keburukan.

Seharusnya, ulama menjadi penjaga akhlak masyarakat, dengan tegas menentang ketidakadilan, kemunafikan, dan kemaksiatan, apa pun risikonya. Namun, kenyataan sering kali menunjukkan bahwa mereka justru terjebak dalam kenyamanan atau tekanan sosial, sehingga gagal menjalankan peran mulia ini. Dampaknya tidak hanya terlihat dalam bentuk kebobrokan moral, tetapi juga melemahkan fungsi agama sebagai pedoman hidup. Maka, tidak heran jika generasi muda saat ini semakin abai terhadap nilai-nilai spiritual dan hanya mementingkan aspek materialisme. Ulama yang ideal harus menjadi cahaya yang menerangi gelapnya zaman, bukan malah menyumbang kegelapan dengan sikap diamnya.

Pengaruh Pemimpin terhadap Masyarakat

Kepemimpinan yang baik dapat menciptakan kehidupan masyarakat yang adil, damai, dan sejahtera. Sebaliknya, jika pemimpin zalim, masyarakat akan merasakan penderitaan akibat kezaliman tersebut. Rasulullah SAW mengingatkan kita dalam sebuah sabda: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya" (HR. Al-Bukhari).

Penguasa ideal memperlakukan rakyatnya seperti keluarga: yang tua dihormati, yang muda disayangi, dan yang lemah dibantu. Kepedulian ini tercermin dalam kebijakan yang adil dan pembangunan yang bermanfaat bagi semua kalangan.

Belajar dari Masa Lalu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun