"Jangan lupa bahagia, Cak".
Begitu pesan WhatsApp (WA) yang dikirimkan seorang kawan di momen ulang hari lahir saya, kemarin.
Pesan yang sebenarnya sederhana dibandingkan beragam ucapan 'mewah' lainnya yang masuk di WA ataupun di laman media sosial saya. Tapi, kali ini serasa lebih berasa.
Kalimat itu serasa menampar saya--atau mungkin juga sampean (Anda)--yang karena saking sibuknya setiap hari bergumul dengan kesibukan dunia, sampai lupa bahagia.
Kita yang mungkin selalu berlari kencang demi mengejar harapan yang ingin dicapai, sampai lupa bahwa terkadang berjalan pelan juga ada manfaatnya.
Jangan lupa bahagia, apa iya bisa lupa?
Perihal kalimat "jangan lupa bahagia" ini, saya jadi teringat dengan seorang kawan yang beberapa tahun silam pernah memprotes kalimat ini. Kala itu, istilah ini sedang viral-viralnya.
"Apa sih maksudnya jangan lupa bahagia? Mana ada orang lupa bahagia? Bukannya semua orang ingin bahagia?" protesnya.
Demi menjawab protes tersebut, saya hanya menjawab singkat "sawang sinawang".
Bahwa kita tidak bisa menilai orang lain sama seperti yang diri kita. Kita tidak bisa mengukur baju orang lain dengan ukuran kita. Karena setiap orang punya ukuran sendiri-sendiri.Â