Termasuk saya yang merupakan pelanggan, kali ini tidak  kebagian antrean. Padahal, anak kedua yang baru masuk SMP, mendapat lima lembar baju seragam yang semuanya harus dijahit.
Ketika kami mencoba menghubungi via WhatsApp (WA) sekira sepekan sebelum MPLS, Mbak Wati menjawab singkat.
"Sepurane (mohon maaf) ya mas, jahitan sudah penuh. Saat ini kami tidak buka orderan jahit seragam dulu," ujarnya.
Saya memahami jawaban Mbak Wati itu. Di masa seperti sekarang, orderan jahitan menang sedang banyak-banyaknya.
Selama MPLS di SMP sekolah anak pekan kemarin, saya mengamati memang masih banyak siswa yang memakai seragam lama alias seragam SD nya. Masih ada yang pakai seragam putih merah. Begitu juga seragam batiknya. Masih sekolah SD masing-masing.
Karena memang, seragam baru SMP mereka, belum selesai dijahit.Â
Dari situ bisa ditarik kesimpulan, para penjahit masih berjibaku menyelesaikan jahitannya. Berpacu dengan waktu.
Demi mendengar jawaban Mbak Wati, istri saya tidak lantas menyerah begitu saja.
Dia sedikit merayu agar Mbak Wati mau menjahit satu dua seragam dari kami. Namun, perempuan berusia 50 tahunan ini bersikukuh bahwa memang tidak bisa. Sudah benar-benar penuh.Â
Karena sudah tidak mungkin, maka kami pun dengan berat hati beralih mencari penjahit lainnya. Â Meski kami tidak yakin hasil kualitas jahitan bajunya akan sebagus Mbak Wati.
Setelah mencari dan akhirnya dapat. kami menyerahkan dua seragam dulu. Yang tiga seragam lainnya belum.