Dari beberapa kali momen mudik menggunakan moda kereta api yang pernah saya jalani sejak menikah pada akhir 2010 silam, mudik Lebaran tahun ini menjadi momen haru yang tidak akan terlupakan.
Sempat diliputi rasa ragu apakah bisa berangkat mudik karena kami mendadak dihantam oleh pahitnya kenyataan hidup, tetapi pada akhirnya harapan mudik bisa kesampaian.Â
Lewat tulisan ini, selain bercerita, saya perlu berterima kasih kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) atas angkutan mudik yang memuaskan dan membahagiakan, meski dalam suasana prihatin.
Mudik Haru dalam Suasana Prihatin
Sejak menikah pada akhir 2010 silam, kami sepakat untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri secara bergantian di Sidoarjo dan Tangerang. Saya warga asli Sidoarjo, Jawa Timur. Sementara istri dari Cipondoh, Tangerang, Banten.
Tahun ini merupakan jadwal kami mudik ke Tangerang. Karenanya, sejak jauh bulan, kami menyisihkan duit untuk membeli tiket mudik berempat.Â
Kami dan dua anak laki-laki kami. Karena memang, budget untuk membeli tiket KA berempat, lumayan besar.
Namun, tidak disangka, kami lantas dihadapkan pada situasi yang tidak kami duga. Sejak awal tahun ini, media tempat saya bekerja dalam beberapa tahun terakhir, memberlakukan efisiensi seperti kebanyakan perusahaan media di tanah air.Â
Jumlah gaji yang saya terima, tak lagi sama dengan sebelumnya. Berkurang.
Jadilah kami sekeluarga harus mulai mengencangkan ikat pinggang. Berhemat. Mengatur pengeluaran untuk sekolah anak-anak dan kebutuhan sehari-hari. Juga berjuang menambah pemasukan dari 'jalan lain' agar dapur tetap mengepul.
Tapi, meski tengah diselimuti keprihatinan, mudik Lebaran bagi kami adalah cerita berbeda. Itu cerita yang harus diwujudkan. Kami tidak mau kalah dengan situasi yang terjadi.Â
Bukannya memaksakan mudik, tetapi memang ada alasan penting mengapa mudik tahun in menjadi prioritas bagi kami meski tengah dalam suasana haru.Â
Pertama, sebagai keluarga yang masih berjuang dengan anak pertama masih duduk di bangku SMP dan anak kedua masih SD, kondisi finansial kami memang belum memungkinkan untuk setiap bulan ataupun setiap triwulan sekali bisa mengunjungi Eyang Uti (ibu mertua saya) di Tangerang. Â
Momen terbaik untuk mengunjungi Eyang Uti ya setahun sekali itu. Di momen mudik Lebaran. Karenanya, kami mengupayakan untuk berangkat.
Kedua, Eyang Uti juga tengah dalam kondisi mudah sakit karena usia lanjut. Setelah akhir tahun lalu kami kehilangan Eyang Kakung yang berpulang, ada dorongan harus bertemu dengan neneknya anak-anak di Lebaran kali ini.Â
Pertimbangan itu yang membuat kami menepikan situasi haru. Kami serasa punya energi lebih untuk menghadapi situasi prihatin yang tengah kami alami.
Saya percaya, ketika kita mengedepankan niat baik dalam mewujudkan harapan dalam hidup, maka alam semesta akan membantu.Â
Dan begitulah yang terjadi. Saya merasakan, jagat raya seolah bersatu padu untuk membantu kami meraih tujuan kami. Persis seperti yang disampaikan Paulo Coelho di buku The Alchemist yang terkenal itu.
Di pekan awal Ramadan, beberapa hari sebelum Lebaran, saya mendapatkan kejutan membahagiakan.
Honor awal (uang muka) project menulis buku yang sudah lama dinanti, ternyata cair. Jumlahnya lumayan besar.
Cukup untuk bekal mudik maupun membeli tiket kereta api berangkat dan pulang mudik. Jadilah kami berangkat mudik.
KAI Bikin Mudik Jadi Aman dan Nyaman
Selama ini, Kereta Api Indonesia (KAI) hampir selalu menjadi pilihan kami saat mudik. Ada banyak hal yang membuat kami jatuh cinta pada kereta api.Â
Bukan hanya karena kami bisa melihat dan menikmati hamparan sawah hijau yang menjadi pemandangan mahal sekaligus nostalgia bagi anak kampung seperti saya.Â
Namun, yang terpenting, kami sekeluarga merasa perjalanan mudik kami aman ketika memilih KAI. Dalam hal keamanan, bagi saya, KAI itu moda transportasi yang paling aman karena minim human error.Â
Faktanya, data keamanan dan rasio kecelakaan kereta api di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan penurunan signifikan.
Menurut Direktorat Jenderal Perkeretaapian, angka kecelakaan kereta api berhasil ditekan sejak tahun 2016.
Upaya peningkatan keselamatan perkeretapian juga terus dilakukan. Termasuk penutupan perlintasan sebidang tanpa penjagaan dan peningkatan pengawasan jalur kereta api.
Bilapun masih terjadi kecelakaan kereta api, mayoritas dipicu karena pelanggaran lalu lintas di perlintasan sebidang yang tidak saja membahayakan pengendara jalan, tetapi juga perjalanan kereta api.
Hal itu seperti yang disampaikan Direktur Keselamatan dan Keamanan KAI Dadan Rudiansyah seperti dikutip dari Kompas.com yang dilansir dari lama Perseroan pada 6 Juli 2024 silam.
"Salah satu faktor tingginya angka kecelakaan pada perlintasan lantaran para pengendara yang tetap melaju meskipun sudah ada peringatan melalui rambu-rambu terpasang pada perlintasan resmi," jelas Dadan seperti dikutip dari https://www.kompas.com/properti/read/2024/07/07/110000021/sepanjang-2024-kecelakaan-ka-terjadi-195-kali.
Tapi memang, ada yang berbeda dari mudik kami kali ini. Karena dalam suasana prihatin, kami pun tidak mau memaksakan diri.
Sebelumnya, dengan pertimbangan kenyamanan, kami hampir selalu memesan tiket KA Eksekutif rute Stasiun Surabaya Pasar Turi menuju Jakarta Gambir dan sebaliknya. Seperti KA Argo Bromo Anggrek maupun KA Sembrani. Tapi, kali ini berbeda.
Saat berangkat mudik, kami memilih untuk memesan tiket kereta api ekonomi KA Dharmawangsa Ekspres. Berangkat malam pukul 23.00 WIB dari Surabaya Pasar Turi menuju Jakarta Pasar Senen.
Tapi, meskipun labelnya KA ekonomi, kami sekeluarga merasakan kenyamanan selama perjalanan yang menempuh jarak tempuh 719 km. Nyamannya selayaknya yang biasa kami dapatkan saat menaiki KA eksekutif.
Sebagai informasi, KA Dharmawangsa Ekspress menggunakan formasi tempat duduk 2-2 dengan kursi yang nyaman, dapat direbahkan dan diputar. Jadilah kami berempat bisa berakrab-akraban selama perjalanan. Awalnya saya duduk berduaan dengan istri. Sementara si kakak akur dengan adiknya.
Suasana di kereta juga nyaman dengan penyejuk udara dan peredam suara. Tenang. Adem.Â
Bahkan, anak-anak yang awalnya berkoar bakal tidak tidur selama perjalanan demi mabar, eh ternyata tidak seberapa lama setelah kereta melaju, mereka terlelap.
Jadilah saya dan istri berbagi tugas mendampingi mereka. Saya dengan si kakak. Mamanya dengan si adik yang merajuk manja minta dipeluk-peluk karena kedinginan.
Kenangan Sahur Bersama di Kereta Api
Sebelumnya, saya pernah beberapa kali naik kereta api malam dari Jakarta ke Surabaya atau sebaliknya. Baik semasa masih bujang saat ditugaskan bekerja di Jakarta pada 2008 silam, ataupun ketika sudah berkeluarga.
Tapi, momen mudik dengan kereta api tahun ini, sungguh nuansanya berbeda. Nuansa bulan Ramadan membuat waktu dini hari terasa seperti siang hari.Â
Meski penanda jam di kereta api menunjukkan pukul 02.00 WIB, ada banyak penumpang yang masih terjaga. Sedikit saja yang terlelap.Â
Banyak dari penumpang yang antusias memesan makanan dan minuman dari layanan train attendant dari prama dan prami yang wira-wiri sembari ramah menawarkan makan sahur.Â
Kami pun tertarik untuk memesan makanan dan minuman hangat. Jadilah kami makan sahur bersama di atas kereta api yang melaju dalam keheningan malam. Sembari berbincang perihal perjuangan kami untuk bisa mudik tahun ini.
Itu sungguh kenangan everlasting yang kelak akan terus kami ingat. Kenangannya lebih haru dari mudik tahun 2017 silam yang juga terjadi di malam Ramadan.
Dan setelah menempuh perjalanan selama 10 jam sekian menit, Alhamdulillah KA Dharmawangsa Ekspres yang membawa kami, tiba di Stasiun Pasar Senen Jakarta sesuai jadwal kedatangan. Tidak terlambat.Â
Ah ya, selama perjalanan, kami juga sempat beberapa kali merasakan toilet yang nyaman dan bersih di kereta. Baik untuk berwudhu, cuci tangan, maupun menunaikan hajat (buang air kecil).Â
Setelah turun dari kereta sembari membawa koper dan oleh-oleh, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Cipondoh. Tidak sabar segera bertemu Eyang Uti, adik ipar dan suaminya, juga dua keponakan.
Terima kasih KAI untuk perjalanan mudik yang aman dan nyaman.Â
Walaupun dalam suasana prihatin, tapi kami masih bisa merasakan mudik yang menyenangkan dan membahagiakan. Salam.
Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI