Kabar bagusnya, semuanya memakai masker.
Ada orang tua yang mengajak anaknya sehingga mudah untuk mencoba baju seragam yang akan dibeli, apakah ukurannya cocok atau tidak.
Malah istri saya membawa meteran untuk mengukur seragam yang akan dibeli. Meteran itu sudah ditandai ukuran baju anak-anak. Dia berpikir, daripada mengajak anak-anak ke tempat ramai, lebih baik membawa meteran saja.
Ya, kami juga termasuk dari para orang tua yang sibuk memilih baju baru itu. Kami berniat membeli baju seragam untuk si sulung yang kini kelas 5 SD dan si bungsu yang kelas 3 SD.
Pasalnya, baju seragam mereka yang lama sudah tidak muat. Sudah kekecilan. Sebab, selama 1,5 tahun bersekolah di rumah, badannya bertumbuh cepat. Makannya banyak.
Untungnya, keduanya tidak malas berolahraga. Pagi saya ajak jogging lalu bermain bulutangkis. Sorenya mereka bermain bola di depan rumah bareng anak-anak tetangga.
Usai bertanya perihal ada tidaknya ukuran seragam yang dicari, mengukurnya, lalu bertanya berapa harganya, kami lalu membeli dua baju seragam plus bawahannya.
Sepintas saya lihat, penjual baju di dalam toko berisi hamparan baju itu tampak sabar meladei pembeli. Sabar meski ada pembeli yang beberapa kali meminta diambilkan baju yang cocok untuk anak-anaknya. Wajah mereka tampak ceria.
Saya yakin, sejak pandemi menyerang, para pedagang sudah menunggu lama momen seperti ini. Momen ketika dagangan mereka laris manis diserbu para orang tua yang membelikan putra-putrinya seragam baru. Karenanya, mereka telaten melayani permintaan para orang tua tersebut.
Pembelajaran Tatap Muka yang mulai dilakukan secara bertahap dan terbatas, menjadi berkah bagi mereka. Itu mungkin jawaban dari doa-doa yang selama ini mereka panjatkan ke langit.
Penjahit baju juga banyak menerima orderan