Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Akhiri Dominasi Ganda Putri China, Greysia/Apriyani Raih Medali Emas Olimpiade

2 Agustus 2021   14:57 Diperbarui: 2 Agustus 2021   15:08 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ganda putri Indonesia, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu meraih medlai emas Olimpiade 2021 (2/8). REUTERS/Hamad I Muhammad 

Greysia Polii (33 tahun) tak kuasa menahan haru ketika mengalungkan medali emas kepada rekan mainnya, Apriyani Rahayu (23 tahun) di podium juara. Air matanya jatuh.

Sebaliknya, Apriyani langsung merangkul seniornya itu begitu selesai mengalungkan medali emas bersejarah itu. Keduanya berpelukan di podium. Sembari terisak. Haru.

Itulah momen bersejarah yang diukir ganda putri Indonesia, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu di Olimpiade 2020. Semua perjuangan mereka untuk meraih prestasi tertinggi sana, akhirnya berakhir bahagia.

Mereka meraih medali emas ganda putri usai mengalahkan pasangan China, Chen Qingchen/Jia Yifan lewat straight game dengan skor 21-19, 21-15, Senin (2/8/2021).

Sebelumnya, kegembiraan Greysia dan Apriyani di lapangan sempat terancam tertunda.

Di pengujung game kedua, mereka spontan berteriak kegirangan setelah tahu shuttlecock pengembalian dari Jia Yifan keluar lapangan.

Itu berarti poin kemenangan untuk mereka, 21-15. Poin terakhir yang membuat ganda putri Indonesia akhirnya meraih medali emas Olimpiade 2020.

Namun, kegembiraan itu terancam gagal. Sebab, seketika Jia Yifan spontan mengangkat tangannya. Tanda meminta challenge. Meminta dilihat ulang rekaman video apakah shuttlecock itu memang keluar atau tidak.

Andai satu sentimeter saja shuttlecock itu menyentuh garis lapangan berarti masih masuk. Artinya, poin untuk ganda China dan final itu berlanjut karena skor akan menjadi 20-16.

Namun, hasil challenge menunjukkan shuttlecock jelas keluar beberapa sentimeter dari lapangan. Greysia/Apriyani pun juara. Kegembiraan itupun berlanjut.

Medali emas usai menunggu 29 tahun, mengakhiri dominasi China

Ini merupakan medali emas pertama yang diraih ganda putri Indonesia di Olimpiade.

Ya, sejak cabang olahraga bulutangkis dimainkan di Olimpiade 1992 silam, ganda putri Indonesia akhirnya bisa meraih medali emas.

Ganda putri Indonesia menyusul jejak nomor tunggal putri, tunggal putra, ganda putra, dan ganda campuran yang lebih dulu mempersembahkan medali emas untuk Indonesia di Olimpiade.

Sebelumnya, jangankan ke final, belum pernah ada ganda putri Indonesia yang melaju hingga semifinal. Mereka maksimal terhenti di babak perempat final.

Dan sebuah kebetulan yang berulang, penghenti ganda Indonesia di Olimpiade itu seringkali ganda putri China. Ya, ganda putri Indonesia acapkali terlihat inferior ketika bertemu China.

Pasangan Finarsih dan Lili Tampil yang mengawali debut ganda putri Indonesia di Olimpiade 1992, terhenti di perempat final.

Lalu di Olimpiade 1996, Lili Tampi dan Finarsih kembali tampil bersama pasangan Zelin Resiana/Eliza Nathanael. Sayang, keduanya dijegal ganda putri China.

Lili Tampi/Finarsih kalah dari Qin Yiyuan/Tang Yongshu di putaran kedua. Eliza/Zelin dikalahkan Ge Fei/Gu Jun, pasangan 'monster' yang paling ditakuti kala itu yang akhirnya meraih medali emas.

Di Olimpiade 2000 di Sydney, Ge Fei/Gu Jun kembali menjadi batu sandungan bagi ganda putri Indonesia, Etty Tantri/Cynthia Tuwankotta di perempat final dan mereka lagi-lagi meraih medali emas.

Percaya atau tidak, ganda putri Indonesia seolah mengalami 'kutukan' ketika berjumpa ganda putri China di arena Olimpiade.

Dan itu berlanjut lagi di Olimpiade 2004. Pasangan Jo Novita/Lita Nurlita dikalahkan unggulan 1, Yang Wei/Zhang Jiewen di putaran II. Yang/Zhang akhirnya meraih medali emas.

Situasi yang seperti kutukan itu kembali dirasakan ganda putri Indonesia, Vita Marissa/Liliyana Natsir yang tampil di Olimpiade 2008 di Beijing. Mereka kalah dari Yang Wei/Zhang Jiewen di putaran pertama.

Lantas, Greysia Polii memulai perjuanganya di Olimpiade 2012. Namun, Olimpiade di London itu berakhir pahit. Greysia/Meiliana Jauhari yang berpeluang lolos ke perempat final, didiskualifikasi karena dituding 'pilih lawan'.

Lalu, di Olimpiade 2016, Greysia Polii yang berpasangan dengan Nitya Krishinda Maheswari dan merupakan peraih medali emas Asian Games 2014, juga terhenti di perempat final usai kalah dari ganda China, Tang Yuanting/Yu Yang. Lagi-lagi pemain China.

Dominasi pemain China itu akhirnya terhenti di Olimpiade 2020. Adalah pasangan Greysia Polii/Apriyani Rahayu yang melakukannya.
Greysia/Apriyani bahkan dua kali mengalahkan ganda putri China. 

Di perempat final, mereka mengalahkan pasangan Du Yue Li/Yinhui yang merupakan juara Asia junior 2015 lewat rubber game 21-15, 20-22, 21-17.

Dan siang tadi, di babak final, Greysia/Apriyani mampu mengalahkan Chen Qinchen/Jia Yifan yang merupakan juara dunia 2017 dengan dua game langsung.

Menang di final karena tampil tenang

Sebenarnya, dalam beberapa pertemuan terakhir, Greysia/Apriyani lebih sering kalah dari Qingchen/Yifan. Dipasangkan sejak junior membuat ganda putra China ini punya chemistry kuat dan sulit dikalahkan seperti yang pernah saya ulas di sini https://www.kompasiana.com/hadi.santoso/61069fdf06310e60aa7ef322/mengenal-chen-qingchen-jia-yifan-lawan-greysia-apriyani-di-final-ganda-putri.

Namun, final Olimpiade adalah pertandingan yang berbeda. Head to head hanyalah catatan masa lalu. Penentunya bukan lagi rekor pertemuan. Tetapi ketenangan menghadapi ketegangan final.

Dalam hal ketenangan ini, Greysia/Apriyani nampak lebih siap dari Qingchen/Yifan. Kita yang menyaksikan final itu secara langsung dari layar televisi, bisa melihatnya jelas.

Sejak game pertama, Greysia/Apriyani nyaris selalu unggul. Poin yang mereka didapat diantaranya karena kesalahan dari Qingchen dan Yifan. Pengembalian shuttlecock mereka seringkali menyangkut di net ataupun keluar lapangan.

Greysia/Apriyani menutup interval pertama dengan keunggulan 11-8. Namun, ganda China langsung mendapatkan tiga poin beruntun dan bisa menyamakan skor 11-11.

Toh, Greysia/Apriyani yang tampil tenang dan mau capek, kembali unggul, 12-11, 14-12, bahkan unggul 16-12.

Permainan sabar ganda Indonesia menempatkan shuttlecock ke pojok kiri kanan dan dropshot tipis di depan net, memaksa Yifan dan Qingchen seringkali melakukan kesalahan.

Ketegangan terjadi ketika skor 20-18. Satu poin lagi, Greysia dan Apriyani bakal memenangi game pertama. Namun, ganda China mendapat satu poin, 20-19.

Satu poin menegangkan. Greysia/Apri hanya butuh satu poin untuk menutup game pertama. Namun, bila ganda China mendapat poin, laga berlanjut ke setting point (deuce).

Yang terjadi, setelah 'jual beli' pukulan, Yifan melakukan smash ke arah Apriyani. Siapa sangka, Apriyani dengan gesit bak aksi Keanu Reaves di film The Matrix, menghindari shuttlecock yang mengarah ke badannya. Dan, shuttlecock ternyata keluar. Greysia/Apriyani pun unggul 21-19.

Di game kedua, Greysia/Apriyani yang semakin percaya diri, sulit dibendung. Mereka menjaga keunggulan dua poin sejak awal. Ketika skor 5-2, ganda China bahkan dibuat geleng-geleg kala smash beruntun mereka bisa dikembalikan ganda Indonesia. Hingga, pukulan Qingchen mebentur net.

Greysia/Apriyani unggul 11-7 di interval pertam. Empat poin. Keunggulan itu bahkan bertambah lebar di interval kedua.

Ketika skor 17-9, aroma medali emas pun mulai tercium. Apalagi, di poin ini, raket Yifan dan Qingchen sempat berbenturan kala ingin mengambil cock di depan net. Pasangan yang main sejak junior ini seolah kehilangan chemistry mereka.

Saat skor 19-10, ketegangan sempat muncul. Ganda China mendapatkan empat poin beruntun. Skor pun jadi 19-14. Namun, ketika Greysia/Apriyani mendapatkan poin ke-20, medali emas sudah ada di depan mata.

Sebab, mereka punya enam kesempatan. Ganda China akhirnya hanya menambah satu poin, 20-15. Lantas, terjadilah happy ending yang sempat di-delay oleh challenge itu.

Seusai pertandingan, dalam wawancara live, Greysia mengaku bersyukur dan berterima kasih atas dukungan yang diberikan kepada mereka. "Kami bisa menang karena dukungan masyarakat Indonesia," ujarnya.

Sementara Apriyani menyebut kemenangan di final itu karena mereka sudah menyiapkan strategi main yang berjalan sempurna saat pertandingan. "Alhamdulillah strateginya berhasil. Kuncinya jaga pikiran, ketenangan. Karena ini final, mental yang dinaikkin," ujar Apriyani.

Raihan medali emas itu tidak hanya menjadi yang pertama bagi ganda putri Indonesia dalam partisipasi di Olimpiade selama 29 tahun sejak 1992. Ini juga medali emas pertama bagi kontingen Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020.

Petang nanti, tunggal putra Anthony Sinisuka Ginting berpeluang menambah medali. Dia akan turun dalam perebutan medali perunggu melawan pebulutangkis Guatamela, Kevin Cordon.

Selamat untuk Greysia dan Apriyani. Indonesia bangga. Kami bangga. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun