Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Balada Fitriani, Potret Atlet Muda yang Berprestasi Lalu Layu Sebelum Berkembang

7 Februari 2020   06:28 Diperbarui: 10 Februari 2020   13:19 3000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fitriani, dulu berprestasi kini malah krisis percaya diri| Foto: Badminton Indonesia

Mulai Selasa (11/2) pekan depan, pebulutangkis-pebulutangkis putri Indonesia akan tampil membela tim merah putih di ajang Badminton Asia Team Championship 2020. 

Turnamen beregu se-Asia yang menjadi kualifikasi Piala Thomas dan Uber 2020 ini akan digelar di Manila, Filipina hingga 16 Februari.

Nah, yang menarik, dalam pengumuman beberapa waktu lalu, Pengurus Pusat Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) membuat keputusan cukup mengejutkan perihal siapa saja yang masuk dalam susunan pemain tim putri. Meski bagi sebagian badminton lovers, keputusan itu terbilang realistis.

Keputusan PBSI yang menjadi pergunjingan itu adalah tidak disertakannya nama Fitriani dalam daftar pemain inti tunggal putri.

PBSI memilih Gregoria Mariska Tunjung sebagai tunggal putri pertama. Lalu ada Ruselli Hartawan, Choirunnisa. Dan yang cukup mengejutkan, PBSI menyertakan pemain junior Putri Kusuma Wardani. Putri merupakan pemain junior kelahiran 20 Juli 2002.

Mengapa PBSI tidak menyertakan Fitriani? Bukankah secara ranking BWF, Fitriani masih lebih bagus ketimbang Ruselli, Choirunnisa, apalagi Putri KW yang baru mentas dari level junior?

Berdasarkan ranking tunggal putri dunia (BWF) per Februari 2020, hanya Gregoria Mariska, tunggal putri yang rankingnya lebih tinggi dari Fitriani. Gregoria kini masih ada di ranking 24. Sementara Fitriani ada di ranking 33.

Namun, ranking Fitriani itu masih lebih baik dibandingkan Ruselli yang ranking 37. Rankingnya juga lebih tinggi dari dan Choirunnisa (77). Apalagi Putri KW yang masih berada di ranking 273.

Lalu, kenapa kok Fitrani ditinggal?
PBSI pastinya punya alasan kuat dalam mengambil keputusan perihal siapa saja pemain yang dipanggil dan siapa pemain yang ditinggal alias tidak diikutkan dalam BATC 2020.

Alasan yang pastinya berhubungan dengan strategi untuk mencapai target. Bahwa, setiap pemain yang dibawa ke turnamen, seharusnya punya peluang besar untuk menyumbangkan poin ketika dimainkan.

Bukan hanya soal ranking pemain. Tapi juga kesiapan pemain untuk tampil di turnamen. Termasuk yang tidak kalah penting, kondisi mental dan kepercayaan diri pemain seandainya yang bersangkutan dimainkan.

Nah, dalam urusan kepercayaan diri ini, Fitriani sepertinya memang dinilai tidak memenuhi syarat. Mengutip kata Dilan yang terkenal itu, dia sedang tidak percaya diri. Bukan karena cemburu. Tapi entah karena apa.

Dalam hal ini, PBSI sepertinya lebih berpikir realistis dalam menghitung peluang. Maksudnya, meski secara ranking, Fitriani masih lebih baik dari Ruselli. Tapi, bukan jaminan Fitriani bisa menyumbangkan poin.

Pasalnya, dalam beberapa penampilan terakhir, Fitriani memang tidak lebih baik dari Ruselli yang diplot sebagai penggantinya untuk tunggal putri kedua.

Faktanya, dalam beberapa turnamen BWF terakhir, Fitriani selalu kalah di babak awal. Bahkan, ketika dimainkan di tim SEA Games pada awal Desember 2019 lalu, Fitriani juga tidak pernah mampu memberikan poin untuk tim putri.

Ketika tampil di perempat final, Fitriani yang dimainkan sebagai tunggal putri kedua di laga kedua, kalah dari Vu Thi Trang yang menjadi poin penyama untuk Vietnam. 

Sebelumnya, Gregoria menyumbang poin pertama. Malah Ruselli yang jadi penentu kemenangan Indonesia 3-1 di pertandingan keempat.

Lalu, saat melawan Singapura di semifinal, Fitriani yang tampil di pertandingan ketiga, juga kalah dari Jaslyn Hooi Yue Yann. Padahal, bila Fitri menang, tim putri Indonesia akan memastikan lolos ke final. Skor pun jadi 2-1. 

Untungnya, ganda putri Siti Fadia/Ribka Sugiarto memastikan Indonesia ke final.

Lalu, di final melawan Thailand, Fitriani tampil di laga ketiga. Skor sama kuat 1-1. Sayangnya, Fitri kalah dari Busanan Ongbamrungphan yang di pertemuan sebelumnya bisa dia kalahkan.

Berikutnya, Siti/Ribka juga kalah. Tim putri Indonesia pun harus puas meraih medali perak setelah takluk 1-3 dari Thailand.

Karena penampilan jeblok di nomor beregu itu, Fitriani tidak diturunkan di nomor perorangan SEA Games. PBSI lebih memilih Gregoria dan Ruselli untuk mengisi dua jatah pemain yang tampil dari setiap negara.

Siapa sangka, Ruselli malah bisa ke final. Dia bahkan mengalahkan unggulan 1 asal Thailand, Pornpawee Chocuwong di semifinal. Sayangnya, dia takluk dari pemain Malaysia, Kisona Selvaduray di final. Kisona pula yang menghentikan Gregoria di perempat final.

Penampilan jeblok Fitri di tim beregu SEA Games itulah yang boleh jadi menjadi acuan utama PBSI dalam menentukan pemain ke BATC 2020. 

Bila di SEA Games yang kelasnya baru di Asia Tenggara saja, bagaimana bila level persaingannya tingkat Asia?

Dulu berprestasi, kini krisis percaya diri
Padahal, Fitriani yang kini baru berusia 21 tahun, sempat digadang-gadang sebagai salah satu pebulutangkis masa depan Indonesia di sektor tunggal putri.

Pasalnya, pebulutangkis kelahiran Garut 27 Desember 1998 ini mampu mengukir prestasi sejak di level junior. Pecinta bulutangkis juga kepincut dengan gaya servicenya yang mirip Susi Susanti.

Dulu, di usia 16 tahun, Fitriani mampu meraih gelar Indonesia International 2015 yang merupakan turnamen BWF International Challenge. Di final, Fitri berhasil mengalahkan seniornya, Aprilia Yuswandari yang usianya terpaut 10 tahun darinya.

Di tahun itupula, Fitri berhasil menembus final Vietnam Open yang merupakan turnamen BWF Grand Prix. Levelnya lebih tinggi dari International Challenge. Di final, dia mengakui keunggulan pemain Jepang, Saena Kawakami.

Di tahun 2016, Fitri kembali berprestasi. Dia berhasil mempertahankan gelarnya di Indonesia International Challenge usai mengalahkan rekan senegaranya, Hanna Ramadini. Fitri juga mampu melaju ke final turnamen Orleans International.

Namun, di tahun 2017, penampilan Fitriani mulai naik turun. Kadang bermain bagus. Kadang bermain memble. Tidak sekalipun dia mampu ke final turnamen BWF. 

Saat diturunkan di SEA Games 2017 di Malaysia, Fitri yang menjadi tunggal pertama, gagal menyumbang poin saat melawan Malaysia di semifinal. Tim Indonesia pun gagal ke final.

Di tahun 2018, Fitri mampu tampil keren saat dipilih masuk di tim putri yang tampil di BATC 2018. Dia menyumbang poin pertama saat Indonesia menang 5-0 atas Singapura di fase grup. 

Bahkan, di laga kedua, melawan Tiongkok, Fitri mengalahkan Chen Yufei lewat rubber game. Yufei kini merupakan tunggal putri ranking 1 dunia. Indonesia pun menang 3-2.

Lantas, di perempat final dan semifinal, Fitri juga tampil hebat kala menghadapi pemain kelas dunia seperti Pusarla Sindhu (India) dan Akane Yamaguchi (Jepang). Dia kalah rubber game dari Yamaguchi.

Lalu, di awal tahun 2019 lalu, Fitriani juga sempat membuat kabar hebat di awal tahun 2019. Dia berhasil jadi juara di Thailand Masters yang merupakan turnamen BWF World Tour Super 300.

Itu prestasi keren. Fitriani menjadi tunggal putri pertama Indonesia yang bisa jadi juara di turnamen BWF World Tour. Bahkan, Gregoria dan Ruselli saja belum pernah mampu. Mereka baru juara di turnamen level Grand Prix.

Gelar di awal tahun itu diharapkan menjadi pertanda bagus. Bahwa Neng Fitri siap tampil bagus dan akan bisa bersaing di level atas di tahun 2019.

Namun, yang terjadi kemudian, harapan itu kandas. Fitriani ternyata mengulang kebiasaan sebelumnya. 

Dari sembilan turnamen yang diikutinya sejak juara plus lima turnamen lainnya, dia rutin tersingkir di putaran pertama (R1) dan kedua (R2). Prestasi terbaiknya hanyalah perempat final Thailand Open dan Taiwan Open.

Berganti tahun, penampilannya di tahun 2020 ini ternyata tidak kunjung membaik. 

Dari tiga turnamen yang diikuti di awal tahun, yakni di Malaysia Masters dan Indonesia Masters, Fitriani langsun kandas di putaran pertama. Bahkan, di Thailand Masters, Fitri yang berstatus juara bertahan, juga langsung terhenti di round 1.

Pencapaian minimalis itulah yang rupanya membuat PBSI membuat keputusan meninggalkan Fitri. Dia tidak masuk dalam tim putri di BATC 2020. PBSI lebih memilih Ruselli. Termasuk, Putri KW yang tampil lumayan bagus di Kejuaraan Dunia Junior tahun lalu.

Dalam wawancara dengan Badminton Indonesia, Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI, Susy Susanti menyampaikan, Fitriani tidak dimasukkan karena sedang dalam kondisi tidak percaya diri.

"Semua susunan terbaik, kecuali di tunggal putri tanpa Fitriani karena kepercayaan diri dia sedang drop. Kalau kami paksa dan dia kalah lagi, dia bisa frustasi. Tim pelatih juga mau turunkan yang muda dulu untuk (nambah) pengalaman," ujar Susi Susanti.

Fitriani belum tamat
Tidak masuk tim untuk BATC 2020 bukan berarti menamatkan karier Fitriani. Dia masih bisa bangkit. Tentunya itu bergantung pada dirinya sendiri. Bergantung kemauan, kerja keras, dan juga ketahanan mentalnya.

PBSI juga tidak tinggal diam. Mereka pastinya tidak membiarkan atlet mereka layu sebelum berkembang. Menurut Susy, tim pelatih PBSI telah menyiapkan pola dan pendekatan untuk membenahi kepercayaan diri Fitriani.

"Sekarang kalau latihan lagi ada pembenahan. Sampai dia siap, semoga dia bisa lewati," ungkap Susy.

Sebenarnya, bukan hanya tim pelatih yang bisa mengangkat kembali kepercayaan diri Fitriani. Pecinta bulutangkis pun punya andil dalam mengangkat mental pemain. Ataupun sebaliknya.

Sekadar informasi, di jagad media sosial perbulutangkisan, Fitriani adalah atlet yang paling sering jadi korban perundungan warganet. 

Ketika dia tampil di turnamen dan langsung tersingkir, tidak sulit mendapati komentar netizen yang bikin geram. Dari yang bernada satire, hingga sarkasme.

Padahal, netizen harusnya paham, sebagai atlet nasional yang membela negara, Fitriani pastinya juga tidak ingin kalah ketika tampil di turnamen internasional. Fitriani pastinya ingin melakukan yang terbaik.

Tetapi memang, netizen yang melihat langsung tayangan pertandingannya, umumnya berkomentar bahwa mereka sejatinya tidak menuntut pemain selalu menang. 

Namun, mereka lebih melihat daya juang pemain di lapangan. Kalaupun melawan pemain unggulan, mereka tidak mau melihat atlet Indonesia kalah dengan mudah.

Ah, semoga ke depannya, Fitriani bisa bangkit. Bagaimanapun, dia pernah berprestasi di level junior. Seharusnya, itu bisa memotivasi dirinya untuk kembali berprestasi di era sekarang. 

Eman (sayang) bila ada atlet yang semasa junior berprestasi, tapi tidak mampu melanjutkan sukses di level senior. Ibarat tanaman yang layu sebelum berkembang.

Bila diibaratkan orang yang mendaki gunung, Fitriani perlu ingat, bahwa dirinya dulu pernah sampai ke puncak tertinggi (juara). Artinya, bilapun sekarang dia sulit menemukan jalan ke puncak, seharusnya itu tidak membuatnya depresi. 

Dia hanya perlu memotivasi dirinya, membesarkan percaya dirinya, dan tidak kenal menyerah berusaha. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun