Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Hendra/Ahsan Juara Dunia 2019 dan Cerita "Skor-skor Sadis" di Final

26 Agustus 2019   06:16 Diperbarui: 26 Agustus 2019   07:51 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hendra Setiawan (kiri) dan Mohammad Ahsan, meraih gelar juara dunia 2019 di Basel, Swiss, Minggu (25/8). Ini gelar juara dunia ketiga mereka/Foto: badmintonindonesia.org

Kejuaraan Dunia Bulutangkis (World Badminton Championship) 2019 yang berlangsung di Basel, Swiss, berakhir Minggu (24/8) tadi malam. Indonesia akhirnya berhasil meraih satu gelar (medali emas) lewat pasangan ganda putra, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan.

Di laga terakhir final tadi malam, Hendra/Ahsan mampu mengalahkan ganda putra Jepang, Takuro Hoki/Yugo Kobayashi lewat rubber game (tiga game). Sejak game pertama, final ganda putra ini berlangsung ketat. Utamanya ketika terjadi setting poin, 20-20.

Hendra/Ahsan sempat dua kali menyentuh game poin lebih dulu. Namun, Hoki/Kobayashi mampu menyamakan skor 21-21, 22-22. Pasangan Jepang ini bahkan sempat berbalik meraih game poin 23-22. 

Namun, Hendra/Ahsan mampu tampil tenang dan membalik skor 24-23. Lantas, game pertama berakhir 25-23 ketika service Ahsan coba diserobot Hoki yang ternyata bolanya keluar.

Di game kedua, pasangan Jepang ini mengamuk. Mereka nyaris selalu unggul dalam perolehan poin. Mereka bahkan sempat unggul jauh 16-8. Game kedua berakhir untuk kemenangan Hoki/Kobayashi 21-9.

Namun, kekalahan dengan skor telak di game kedua itu sepertinya sekadar 'strategi' bagi Hendra/Ahsan. Tahu mereka tertinggal jauh, pasangan senior ini seolah menghemat tenaga, sementara pasangan Jepang terus membombardir dengan smash-smash tajam. Ketika Hoki/Kobayashi menyentuh angka 18-9, Hendra/Ahsan seakan melepas game kedua demi bisa habis-habisan di game penentuan.

Dan memang, begitulah yang terjadi. Di game ketiga, Hendra/Ahsan langsung gas pol sejak awal pertandingan. Hendra merancang serangan dan berjaga di depan net, sementara Ahsan jadi 'tukang gebuk' di belakang dengan smash-smash keras tajam. Sementara pengembalian Hoki/Kobayashi justru beberapa kali menyangkut di net.

Hendra/Ahsan mampu unggul cepat hingga 6-1. Selanjutnya, mereka selalu unggul dalam perolehan poin dengan menjaga jarak dua hingga tiga poin.
Pasangan yang dijuluki The Daddies ini menutup interval pertama 11-7

Di interval kedua, setelah berpindah tempat, pasangan Jepang sempat mendekat 9-11. Namun, Hendra/Ahsan kembali menjauh 15-11, bahkan hingga 18-12. Bahkan, mereka sempat unggul 20-14. Menariknya, penentuan juara Hendra/Ahsan justru ditentukan lewat "challenge". 

Empire menyatakan keluar bola pengembalian dari Hoki usia menerima bola Ahsan. Namun, pasangan Jepang ini meminta 'challenge' untuk menguji keberuntungan mereka. 

Siapa tahu bolanya masih menyentuh garis. Namun, hasil challenge (melihat tayangan ulang), bola ternyata keluar. Maka, Ahsan/Hendra pun menang 21-15. Hendra/Ahsan sah menjadi juara dunia 2019.

Gelar Juara Dunia Ketiga Hendra/Ahsan, Selalu Juara Saat Tampil Bersama

Gelar juara dunia 2019 di Basel ini merupakan gelar ketiga bagi pasangan yang sempat berpisah lantas kembali bermain bersama. 

Sebelumnya, Hendra dan Ahsan menjadi juara dunia di Guangzhou, Tiongkok pada tahun 2013 dan dua tahun kemudian (2015) di Jakarta. Tiga kali bermain bersama di Kejuaraan Dunia, mereka selalu pulang dengan medali emas. Ah, mereka memang legend!

Bahkan, bagi Hendra, ini gelar juara dunia keempatnya. Satu gelar diraihnya saat berpasangan dengan Markis Kid0 pada tahun 2007 di Kuala Lumpur, Malaysia. 

Hendra kini menyamai perolehan gelar juara dunia Liliyana Natsir yang juga pernah empat kali jadi juara dunia ganda campuran bersama Nova Widianto dan Tontowi Ahmad. Yang istmewa, gelar ini bertepatan dengan hari jadinya yang ke-35 tahun.

Dikutip dari badmintonindonesia.org, Ahsan menyebut target awal mereka tampil di Kejuaraan Dunia 2019 hanyalah ingin berjuang semaksimal mungkin. Mereka tidak mau memikirkan hasil. 

Terlebih, usia mereka tidak lagi muda. Hendra 35 tahun dan Ahsan 31 tahun. Yang terjadi, mereka justru membuat 'rekor' hebat. Selalu juara ketika tampil bersama dalam tiga kesempatan main di Kejuaraan Dunia. 


"Nggak menyangka, kita juga nggak mikirin ke situ, belum kalah atau gimana. Yang pasti gelar ini untuk seluruh rakyat Indonesia yang baru merayakan hari kemerdekaan," ujar Ahsan.

Total, Indonesia meraih satu medali emas dan dua medali perunggu di Kejuaraan Dunia 2019 ini. Medali perunggu diraih atas nama Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto dan ganda putri Greysia Polii/Apriani Rahayu. 

Hasil ini jauh lebih baik dari perolehan di Kejuaraan Dunia 2018 di Nanjing, Tiongkok ketika Indonesia hanya meraih satu perunggu lewat Greysia/Apri.

Sementara "juara umum" diraih Jepang dengan meraih dua medali emas di sektor tunggal putra atas nama Kento Momota dan ganda putri atas nama Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara. 

Keduanya berhasil mempertahankan gelar. Jepang juga meraih tiga medali perak di nomor tunggal putri, ganda putra, dan ganda putri. Plus, satu medali perunggu di ganda campuran.

Adapun Tiongkok meraih satu medali emas atas nama Zheng Siwei/Huang Yaqiong di sektor ganda campuran. Serta, empat medali perunggu di nomor tunggal putri, ganda putra, ganda putri, dan ganda campuran.

Skor-skor Sadis di Final Kejuaraan Dunia

Terlepas dari keberhasilan Hendra/Ahsan menjadi juara dunia dan juga tampilnya Jepang sebagai 'juara umum', laga puncak Kejuaraan Dunia 2019 tadi malam berlangsung penuh kejutan.

Kejutan yang dimaksud adalah munculnya skor-skor sadis di tiga sektor. Disebut sadis karena pemain yang tampil sebagai juara, menang dengan margin skor sangat jauh. 

Jarang terjadi, laga final kejuaraan dunia yang seharusnya menyajikan pertandingan berimbang dengan skor ketat, malah memunculkan skor mencolok.

Di tunggal putra, Kento Momota berhasil mempertahankan gelarnya setelah mengalahkan pemain Denmark, Anders Antonsen dengan skor 21-9, 21-3. 

Bahkan, di game kedua, Momota unggul 11-1 di interval pertama. Padahal, akhir Januari lalu, Momota kalah dari Antonsen di final Indoesia Master 2019 lewat rubber game.

Namun, hasil ini memperlihatkan bahwa Momota memang tampil ganas di Basel. Sejak putaran pertama, dia selalu menang straight game. Termasuk kemenangan 21-13, 21-8 atas pemain India, Sai Praneeth di semifinal. 

Pemain India inilah yang mengeliminasi dua tunggal putra andalan Indonesia, Jonatan Christie di perempat final dan Anthony Ginting di putaran ketiga. Namun, menghadapi Momota, dia justru tak berkutik.  

Skor sadis juga terjadi di final tunggal putri. Awalnya, penggemar bulutangkis mengira final tunggal putri antara Pusarla Sindhu (India) dan Nozomi Okuhara akan menyajikan pertandingan ketat. 

Maklum, ini merupakan ulangan final Kejuaraan Dunia 2017 di Glasgow, Skotlandia. Kala itu, laga berlangsung sengit tiga game. 

Okuhara akhirnya menang 21-19, 20-22, 22-20. Karenanya, banyak yang mengira, pertemuan kedua mereka di final kejuaran dunia, bakal kembali ramai.

Yang terjadi malah di luar dugaan. Sindhu (24 tahun) ternyata tampil mendominasi. Permainan menyerang pemain dengan tinggi badan 1,79 cm ini sulit dihentikan Okuhara (24 tahun) yang mungil (1.56 meter). Sindhu menang dengan 'skor cantik', 21-7, 21-7.

Tidak hanya berhasil revans, bagi Sindhu, ini merupakan gelar juara dunianya yang pertama. Gelar ini menjadi pencapaian tertinggi dalam kariernya sekaligus 'mengakhiri kutukan' selalu menjadi runner-up dalam dua Kejuaraan Dunia terakhir. Tahun lalu dia kalah dari pemain Spanyol, Carolina Marin di final.

Skor sadis juga tercipta di final ganda campuran. Pasangan asal Tiongkok, Zheng Siwei/Huang Yaqiong, masih terlalu tangguh bagi ganda campuran Thailand, Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai. Siwei/Yaqiong berhasil mempertahankan gelarnya setelah menang straitgh game 21-8, 21-12.

Kemenangan ini juga menjadi penegas bahwa Siwei/Yaqiong kini sulit dihentikan. Gelar di Basel ini merupakan gelar kelima mereka di tahun ini. 

Sebelumnya, ganda campuran rangking 1 dunia ini jadi juara di Indonesia Masters, All England Open, Malaysia Open dan Indonesia Open. Mereka akan menjadi unggulan utama di Olimpiade tahun depan.

Sementara Indonesia masih harus mematangkan ganda campurannya. Terlebih setelah pensiunnya Liliyana Natsir yang membuat duet Liliyana/Tontowi Ahmad bubar, Indonesia tidak lagi memiliki pasangan ganda campuran yang mampu tampil konsisten di level teratas.

Hasil di Kejuaraan Dunia 2019 memunculkan pekerjaan rumah bagi PBSI untuk memmbenahi sektor ganda campuran yang gagal menyumbang medali. 

Termasuk juga membenahi tunggal putra yang masih butuh waktu lebih lama lagi untuk menyamai pencapaian Taufik Hidayat pada 2005 silam.

Serta, mengevaluasi mengapa Marcus Gideon/Kevin Sanjaya bisa langsung kalah di pertandingan pertama mereka di Kejuaran Dunia 2019. Sebab, bagaimanapun, Marcus/Kevin akan menjadi andalan di Olimpiade nanti.

Pada akhirnya, saya ingin mengucapkan selamat dan terima kasih untuk Hendra/Ahsan yang telah menjadi juara dunia 2019. 

Saya selalu senang dengan kemunculan pemain muda berbakat. Namun, saya lebih senang bila ada pemain senior yang mampu tampil konsisten. Sebab, mereka akan menjadi teladan bagi yang muda-muda. Salam bulutangkis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun