Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenang Rudy Badil dan Cintanya pada Konservasi Satwa Liar

12 Juli 2019   10:21 Diperbarui: 12 Juli 2019   12:40 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rudy Badil (kiri) saat bersama Indro Warkop DKI/Foto: www.cnnindonesia.com

"Makhluk kecil kembalilah. Dari tiada ke tiada. Berbahagialah dalam ketiadaanmu".

Salah satu petikan kalimat berenergi Soe Hok Gie di buku "Catatan Seorang Demonstran" itu seperti menjadi gambaran berpulangnya Bang Rudy Badil--yang merupakan sahabat Soe Hok Gie, kemarin.

Kamis Kemarin, Bang Badil--begitu beliau biasa disapa--meninggalkan kita di usia 73 tahun. Ada banyak tautan berita yang berserakan di media arus utama yang mengabarkan kepergiannya sekaligus menginformasikan kepada publik tentang siapa dirinya. Begitupula kabar dari media sosial.

Bagi yang belum tahu, mungkin akan bertanya-tanya "siapa orang ini, terkenalkah"? 

Baru setelah membaca tautan berita tersebut, orang jadi tahu, betapa dia orang hebat yang telah memberikan banyak kemanfaatan bagi orang lain. Bukankah definisi sebaik manusia adalah mereka yang bisa memberikan sebanyak-banyak kebaikan dan manfaat bagi orang lain?


Ya, dari tautan berita tersebut, kita bisa tahu, Rudy Badil termasuk pendiri dan personel awal grup lawak legendaris, Warkop DKI, bersama Nanu Mulyono (Nanu), Wahjoe Sardono (Dono), Kasino Hadiwibowo (Kasino) dan Indrodjojo Kusumonegoro (Indro) pada tahun 1970-an silam. Namun, rasanya banyak orang yang tidak tahu karena lebih tahunya hanya Dono, Kasino dan Indro.

Konon, Rudy Badil yang semula ikut Warkop saat masih siaran di radio, tak mau ikut dalam melakukan lawakan panggung, karena demam panggung (stage fright). Karena itulah, tak banyak yang tahu bila dia pendiri Warkop DKI.

Merespons meninggalnya Rudy Badil itu, kemarin, di akun Instagramnya, Indro Warkop menulis pesan menyentuh. Dia menulis begini:

"Beh, selamat jalan. Loh udah tenang sekarang. Terima kasih untuk persaudaraan dan semua kesempatan yang akhirnya menjadi jalan hidup gue. Warkop DKI tidak akan lepas dari sosok Rudy Badil selamanya. Innalillahi wa inna ilaihi roaji'un. Selamat beristirahat dengan tenang Mas Rudy Badil. Doa terbaik kami sekeluarga besar Lembaga Warung Kopi Dono Kasino Indro untuk keluarga yang ditinggalkan".

Rudy Badil lebih dikenal sebagai kawan Soe Hok Gie dan aktif di Mapala UI ketika kuliah di Fakultas Sastra Anthropologi Universitas Indonesia. Selepas lulus dari UI, Rudy Badil memilih jalannya sebagai wartawan dan pecinta alam. Dia menjadi wartawan di Harian Kompas dengan telah melanglang buana selama 32 tahun hingga pensiun pada 2006.

Hari ini, Harian Kompas menulis "Obituari Rudy Badil". Kompas menggambarkan sosok wartawan senior ini sebagai pribadi yang tangguh, suka berbagi pengalaman, dan memiliki empati yang tinggi. 

"Langkah kakinya sudah membumi ke seluruh penjuru tanah air. Namanya akrab di telinga orang-orang yang berada di pedalaman sekali pun," begitu petikan tulisan Kompas.

Namun, dari berbagai tulisan yang saya baca perihal kepergian Rudy Badil dan menjadi referensi tulisan singkat ini, kiranya tulisan dari mbak Titik Kartitiani yang dimuat di media jatimplus.id yang paling menyentuh dan membikin haru. Mbak Titik merupakan salah seorang senior di FOKSI dan punya banyak pengalaman bersama Bang Rudy Badil.

Sempat bertemu langsung dengan Bang Rudy Badil ketika ikut Owaka

FOKSI yang merupakan kepanjangan dari Forum Komunikasi Satwa Liar, didirikan Rudy Badil pada 5 Februari 1999 silam. Sebuah forum yang tidak serius tapi membicarakan hal-hal serius. Forum unik di mana jurnalis, pecinta dan pemerhati satwa liar, penangkar, akademisi, pemerintah bisa berkumpul untuk ngobrol bareng. 

Kecintaan pada jurnalistik dan konservasi, membuat Bang Rudy Badil mendirikan Foksi/Foto: JATIMPLUS.ID/Titik Kartitiani
Kecintaan pada jurnalistik dan konservasi, membuat Bang Rudy Badil mendirikan Foksi/Foto: JATIMPLUS.ID/Titik Kartitiani

Menurut Mbak Titik, kecintaan Bang Rudy pada jurnalistik dan konservasi, khususnya soal satwa liar yang menjadi alasannya mendirikan lembaga ini. Sungguh beruntung Mbak Titik bisa memiliki banyak kenangan hebat bersama Rudy Badil. Senangnya, dia tidak pelit bercerita.

Nah, dulu, FOKSI rutin menggelar Orientasi Wartawan Konservasi (Owaka). Semasa masih bekerja di 'pabrik koran', saya pernah ikut Owaka sekira awal 2012 silam yang digelar di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor bersama beberapa senior FOKSI Jawa Timur seperti mas Prasto Wardoyo. Dari sinilah, saya bisa bertemu langsung sekaligus mendengar wejangan Rudy Badil.

Kesan pertama yang saya dapat ketika kali pertama bertemu Bang Rudy Badil adalah sosoknya yang gagah dan bersemangat meski menggunakan tongkat untuk membantunya berjalan. 

Cara bicaranya blak-blakan, tegas, dan apa yang disampaikannya padat berisi. Ketika bicara, dia bak 'kamus pintar' yang siapa saja mendengarnya jadi enggan bergeser dari tempat duduknya.

Seperti saya kala itu yang juga terkesima mendengar cerita-ceritanya seputar konservasi satwa liar, penangkaran, tentang kebun binatang, dan kiprah kawan-kawan di FOKSI. Bahkan, hingga larut malam, semangatnya masih menyala. Obrolan semakin asyik dengan diskusi lebih dekat dengan Bang Badil.

Namun, itu saja kenangan yang bisa saya dapatkan dari pertemuan dengan Bang Rudy Badil yang memang hanya beberapa jam. Padahal, sejujurnya, selain konservasi, saya tertarik ingin diceritani beliau perihal pengalaman-pengalaman hebatnya selama 32 tahun menjelajah Indonesia sebagai wartawan Kompas.

Sosok yang dekat dan dicintai banyak orang

Perihal kecintaan Rudy Badil terhadap konservasi, kepingan cerita mbak Titik dalam tulisannya, bisa menjadi penjelas. Dalam tulisan yang ketika membacanya bikin mata berembun itu, Mbak Titik menulis begini:

"Meski kaki sudah pincang karena stroke ketambahan ditabrak motor, dirimu tetap jalan, tetap datang di acara-acara konservasi, tetap menulis. Bahkan tahun lalu, masih bermobil dari Jakarta-Prigen dengan Patar dan Mas Ipung untuk menulis buku Tiga Macan Safari. Bermobil!"

Mbak Titik yang dulunya bekerja di Majalah Flona dan bergabung di FOKSI sejak tahun 2004 (bahkan ketika saya belum lulus kuliah), juga menulis begini: "Bang Badil bisa mengakses narasumber sulit. Hanya dengan password namanya, saya bisa melenggang dan aman. Ingat nggak, Bang, suatu hari menelepon untuk mengajak ke Kalimantan besok. Iya, besok. Ke sebuah penangkaran red arowana".

Dia juga bertutur panjang lebar perihal sepak terjang Rudy Badil di ranah konservasi satwa liar yang menandai banyak moment penting. Menurutnya, FOKSI hanya salah satunya. Dari FOKSI ini, Bang Badil juga menginisiasi lahirnya APCB (Asosiasi Penangkar Curik Bali).

Kala itu, harga Curik Bali sempat melangit. Saya pernah mendengar dan menelusuri kebenaran kabar seekor Curik Bali harganya bisa mencapai Rp 20-25 juta. Karenanya, satwa ini sempat jadi buruan. Terkait keberadaan APCB itu, Mbak Titik lantas menulis begini:

"Sebuah konsep konservasi dengan pendekatan penangkaran. Jadi, para penangkar jalak suren yang karakternya dekat dengan curik bali diberi indukan untuk menangkarkan. Kemudian sukses, pasar pun dibanjiri curik bali hasil tangkaran ini sehingga harganya anjlok. Sehingga penangkapan di habitat aslinya menurun drastis".

Singkat kata, meski hanya sekali mengikuti Owaka dan sebentar saja bergabung di Foksi, tetapi saya bisa merasakan energi besar Bang Rudy Badil dan kecintaannya pada konservasi. Salah satu pesannya yang abadi adalah agar kami menjadi wartawan terhormat yang tidak meminta-minta.

"Itulah alasannya, kenapa FOKSI tidak pernah bikin kartu anggota. Salah satunya, agar kami tidak gratis ketika masuk TSI kalau tidak untuk kepentingan liputan. Itu pun dicontohkan Bang Badil. Bang Badil tetap membayar ketika masuk TSI, meski semua pasti kenal siapa dia," tulis Mbak Titik.

Pada akhirnya, segagah dan punya semangat sebesar apapun Bang Rudy Badil, seperti kata Soe Hok Gie, kita ini hanyalah makhluk kecil yang akan kembali (ke Sang Pencipta). Dari tiada ke tiada.

Namun, semangat hebatnya tidak akan lenyap. Nyala semangat itu akan berpindah ke hati setiap mereka yang mengenal Rudy Badil maupun yang pernah bertemu langsung meski sebentar seperti saya. Semangat yang memotivasi kita untuk bekerja sama dan membangun bersama-sama seperti yang dulu pernah beliau sampaikan ketika kami duduk betah mendengar ceritanya sembari ditemani bunyi binatang hutan.

Selamat jalan Bang Rudy Badil. Doa terbaik untukmu. 

Salam hormat saya, yang senang pernah bertemu langsung denganmu walau sebentar dan mendengarkan percikan semangatmu.

Referensi:

jatimplus.id

tribunnews.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun