Novelis asal Brasil, Paulo Coelho yang sukses menaklukkan industri perbukuan internasional, punya pandangan menarik perihal takdir dan nasib. Tentang nasib, dia mengaku tidak bisa berbuat apa-apa karena itu bukan urusannya dan sudah ada yang mengatur. Tetapi tidak dengan takdir.
Kata dia: "Aku bisa mengendalikan takdirku, tapi bukan nasibku. Takdir berarti ada peluang untuk berbelok ke kanan atau ke kiri, tapi nasib adalah jalan satu arah".
Bila ditarik ke ranah olahraga, ujaran Paulo Coelho itu berwujud pada slogan "impossible is nothing". Bahwa dalam pertandingan olahraga di arena manapun, tidak ada (prestasi) yang tidak mungkin untuk diraih selama usaha dan persiapannya memang benar.
Semangat untuk menentukan takdir sendiri dan juga luapan energi untuk melawan kemustahilan itulah yang kini digaungkan kontingen Indonesia jelang tampil di ajang pesta olahraga terbesar di Asia, Asian Games 2018Â yang sudah di depan mata. Indonesia yang menjadi tuan rumah, menargetkan bisa masuk rangking 10 besar peraih medali terbanyak di penyelenggaraan Asian Games ke-18 ini.
Bisakah target itu terwujud?
Merujuk pencapaian kontingen Indonesia di enam penyelenggaraan Asian Games terakhir, target itu tidak mudah. Sejak Asian Games 1994, Indonesia selalu finish di luar 10 besar.
Bahkan, di Asian Games 2014 silam di Incheon (Korea Selatan), Indonesia ada di peringkat 17 dengan total perolehan 20 medali (4 medali emas, 5 medali perak dan 11 perunggu). Capaian ini melorot dua strip dari Asian Games 2010 di Guangzhou ketika Indonesia finish di urutan 15. Kali terakhir Indonesia masuk 10 besar terjadi di Asian Games Beijing 1990. Kala itu, Indonesia ada di posisi 7.
Namun, meski sulit, tidak ada yang tidak mungkin. Indonesia berpeluang--bahkan berpeluang besar--untuk merealisasikan target masuk 10 besar. Ada beberapa hal yang menjadi bekal bagi Indonesia untuk bisa masuk peringkat 10 besar di Asian Games 2018. Apa saja?
Keuntungan sebagai tuan rumah
Pertama adalah bekal sebagai tuan rumah. Ya, status sebagai tuan rumah Asian Games 2018 bisa menjadi energi besar bagi Indonesia untuk meraih medali sebanyak-banyaknya.
Di pertandingan olahraga, predikat tuan rumah tak sekadar status. Tapi, punya banyak makna. Dengan menjadi tuan rumah, atlet-atlet Indonesia yang tampil di Asian Games 2018, akan lebih paham situasi dan kondisi arena, gelanggang dan lapangan tempat digelarnya pertandingan dibandingkan atlet-atlet tamu. Itu akan menjadi keuntungan karena atlet-atlet Indonesia sudah unggul secara adaptasi lapangan. Tinggal bagaimana memaksimalkan potensi itu ketika pertandingan. Â Â
Sejarah bicara, Indonesia pernah mengukir prestasi hebat ketika menjadi tuan rumah Asian Games keempat pada tahun 1962 silam. Kala itu, Indonesia berada di peringkat 2Â (di bawah Jepang)Â dengan capaian 11 medali emas, 10 medali perak dan 28 medali perunggu yang hingga kini jadi prestasi terbaik Indonesia di Asian Games. Mungkinkah pencapaian 56 tahun silam itu akan kembali terulang kali ini?
Indonesia punya suporter paling antusias di dunia
Bekal kedua adalah dukungan suporter yang merupakan turunan dari bekal pertama. Ya, dengan menjadi tuan rumah, atlet-atlet Indonesia akan mendapat dukungan besar dari penonton. Ingat, soal antusiasme penonton dalam mendukung atlet-atlet kita bertanding, Indonesia adalah juaranya. Ada banyak bukti yang menggambarkan betapa dukungan suporter Indonesia untuk atlet-atletnya yang bertanding, sangat luar biasa.
Tengok bagaimana antusiasme suporter Indonesia yang selalu memadati Istora Gelora Bung Karno dan meneriakkan yel-yel dukungan untuk atlet-atlet Indonesia ketika gelaran turnamen bulutangkis Indonesia Open 2018 pada awal Juli lalu. Terakhir, lihat bagaimana turnamen sepak bola U-16 yang di negara-negara lain sepi penonton, tetapi di sini justru levelnya sama dengan tim senior yang bertanding. Stadion Gelora Delta Sidoarjo hampir selalu penuh.
Jadi, wahai suporter Indonesia, mari bersatu padu memberikan energi baik kita untuk mendukung perjuangan atlet-atlet Indonesia di Asian Games 2018 dengan memenuhi arena, gelanggan dan lapangan tempat duta olahraga kita bertanding. Bila di Piala Dunia 2018 lalu kita rela begadang dan rela keluar rumah demi nonton bareng di malam hari demi mendukung negara lain bertanding, sudah seharusnya kita bisa lebih all out dalam mendukung atlet-atlet dari negara kita sendiri. Â Â
Indonesia punya 14 Cabor unggulan peraih medali emas
Dan bekal ketiga, ini yang terpenting. Bahwa, Indonesia telah mengenali dirinya sendiri jelang maju ke gelanggang. Utamanya perihal potensi yang bisa dioptimalkan untuk memburu target masuk 10 besar.
Dari 40 cabang olahraga (cabor) yang akan dipertandingkan di Asian Games 2018, Indonesia sudah memetakan cabor apa saja yang termasuk unggulan. Dalam artian cabang olahraga yang memang berpotensi menghasilkan medali merujuk pada kualitas atlet Indonesia yang bertanding di cabor tersebut.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR RI pada 25 Juli 2018 lalu, Ketua Umum KONI Tono Suratman menyebut Indonesia menargetkan antara 16 hingga 22 medali emas dalam 465 nomor pertandingan. Target raihan 16 medali emas itu merupakan perolehan medali minimal agar kontingen Merah-Putih dapat masuk pada peringkat 10 besar Asia di Asian Games 2018 seperti dikutip dari https://asiangames.antaranews.com/berita/730003/koni-perkirakan-16-22-medali-emas-indonesia.
Target perolehan 16 medali emas itu diharapkan bisa diraih dari 14 cabang olahraga yang potensial meraih medali. Keempat belas cabor tersebut yaitu angkat besi, atletik, balap sepeda, bowling, bridge, bulu tangkis, dayung, jetski, panahan, panjat tebing, paralayang, pencak silat, taekwondo, dan wushu.
 Selain Pencak Silat, cabor baru lainnya yang dipertandingkan di Asian Games 2018 adalah Bridge. Indonesia menargetkan bridge sebagai salah satu cabor untuk menambah perolehan medali emas. Dari enam nomor yang dipertandingkan (men team, women team, mixed team, supermixed team, men pair, dan mixed pair), Indonesia berharap bisa meraih dua medali emas. Demi meraih target itu, pelatih asing asal Polandia, Krzysztof Martens direkrut, untuk menggenjot atlet-atlet bridge yang tergabung di pelatnas.
Juga jangan lupakan atletik. Indonesia menargetkan meraih satu medali emas dari cabor yang acapkali disebut "ibu dari olahraga" ini. Peluang emas muncul dari nomor lompat Jauh. Indonesia punya Maria Londa Natalia di sektor putri.
Mario Londa merupakan peraih medali emas di Asian Games 2014. Lalu di nomor putra ada Sapwaturrahman Sanapiah. Atlet asal Lombok, Nusa Tenggara Barat ini merupakan pemecah rekor nasional lompat jauh putra di Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (POMNAS) 2017 di Makassar.
Peluang medali emas di cabor atletik juga bisa datang dari sprinter muda, Lalu Muhammad Zohri. Memang, ketika menjadi juara di Kejuaraan Dunia Atletik Junior 2018, catatan pelari asal Lombok berusia 18 tahun ini masih jauh di bawah sprinter senior dari negara lain yang akan berlaga di Asian Games 2018.
Namun, dengan tidak dibebani target berat oleh PB PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia), siapa tahu Lalu bisa melesat di beberapa nomor perlombaan, di antaranya di nomor 100 meter putra dan estafet 4 x 100 meter.
Bulu tangkis yang pada Asian Games 2014 lalu menyumbangkan 2 medali emas, 1 medali perak dan 1 perunggu, juga masih menjadi cabor unggulan. Indonesia menargetkan dua medali emas. Nomor paling diharapkan menyumbang medali emas adalah ganda putra. Pasangan nomor satu dunia saat ini,Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamulyo diharapkan bisa tampil dalam penampilan terbaiknya agar bisa menjadi juara.
Indonesia juga berharap dari pasangan ganda capuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir yang merupakan peraih medali emas Olimpiade 2016 dan juara dunia 2017. Termasuk ganda putri, Greysia Polii/Apriani Rahayu yang penampilannya tengah menanjak dan meraih perunggu di Kejuaraan Dunia 2018 pada awal Agustus lalu.
Dalam hal memetakan cabor unggulan yang berpotensi meraih medali, Indonesia telah meresapi 'resep sederhana' dari ahli strategi militer yang juga filsuf Tiongkok di masa Cina Kuno, Sun Tzu. Bunyi resep sederhana tersebut: "If you know the enemy and know yourself, you need not fear the result of a hundred battles". Bahwa, jika Anda mengetahui dan mengenali (kekuatan dan kelemahan) diri sendiri, Anda tidak perlu mengkhawatirkan hasil dari ratusan pertempuran.
Resep menang dari Sun Tzu itu masih relevan bila diterapkan di gelanggang olahraga. Di Asian Games 2018, Indonesia tidak hanya telah mengenali 'arena pertempuran' tetapi juga potensi terbaik untuk meraih medali. Seperti kata Paulo Coelho, Indonesia bisa melupakan hasil buruk di beberapa Asian Games sebelumnya untuk menentukan takdirnya sendiri guna masuk peringkat 10 besar di Asian Games 2018. Semoga. Salam olahraga !