Tetapi publik pun tidak bodoh, publik juga mahfum bagaimana kinerja dari Sang Putri Mahkota selama menduduki jabatan-jabatan tersebut. Raport kinerjanya paling mudah dapat dilihat pada survey apakah sang putri layak menjadi Presiden selanjutnya? Dapat dipastikan Sang Putri tidak akan masuk dalam  5 besar.
Maka untuk berbagai alasan diatas, Â kegiatan di semarang dan tindakan putri mahkota adalah cara untuk menjegal Sang Gubernur supaya tidak mendapatkan tiket, minimal tidak lewat partainya sendiri. Itulah kalau kita bicara bahwa politik linear, apa yang terjadi di depan mata itu juga yang terjadi di belakang layar.
Strategi
Namun kita juga tidak bisa menutup kemungkinan banyak hal lain yang dimungkinkan terkait peristiwa diatas. Ingat, proses politik harus dilihat pada yakni siapa yang berkuasa akhirnya. Tidak perlu heran kalau dalam prosesnya ada yang lari sana lari sini, loncat sana loncat sini, bahkan sampai ada yang harus dikorbankan demi terwujudnya cita-cita partai.
Manuver putri mahkota bisa dianggap juga bagian tidak terpisahkan dari strategi PDI P dalam menyonsong 2024. Banyak juga yang berpendapat  ini adalah hanya permainan awal yang dilakukan PDIP untuk melihat respon masyarkat.
PDIP mengetahui bahwa 2024 mereka tidak bisa lagi mencalonkan Presiden petahana untuk yang ketiga kalinya karena terbentur undang undang.Â
Di dalam internal rasanya tidak mungkin mengajukan Sang Ketua Umum untuk bertarung di pilpres, karena pengalaman 2 kali ikut dua kali gagal, walaupun notabene saat itu mereka menjadi partai pemenang pemilu. Trah biologis Soekarno yang lain yakni anak anak ketua umum, walaupun sudah disokong sedemkian rupa, ternyata elektabilitasnya tidak bisa bergerak bahkan untuk angkat diatas 5 persen sangat susah.
Rupanya munculah nama Sang Gubernur, pelan tapi pasti dengan caranya sendiri (gabungan antara kharisma, kinerja, serta serangan udara yang tersusun rapi) berhasil menaikkan elektabilitasnya, dan selalu bersaing dalam 3 besar dengan lawan potensial dari partai lainnya.
PDI P bukannya tidak mengetahui hal tersebut, Â mereka juga sadar bahwa saat ini pemilih sangat beragntung pada figure bukan lagi pada partai politik. Maka dengan melihat hal itulah Sang Gubernur ini harus terus dijaga eletabilitasnya tetapi juga Sang Putri Mahkota tetap menjadi cadangan kalau kalau ada tsunami politik di Indonesia.
Pemilih di Indonesia khususnya dalam memilih Presiden secara langsung, karakternya pastinya sudah dipelajari oleh para elite politik yang berkolaborasi dengan para ahli. Salah satu yang paling mencolok tipikal yang dipilih oleh pemilih adalah mereka akan memilih "orang yang terzalimi, orang yang diasumsikan lemah, orang yang diasumsikan terbuang dari kekuasaan".
4 ( empat) periode dengan dua Presiden berhasil naik dengan status " orang tersakiti" dan "orang kecil" baik Presiden sekarang maupun Presiden sebelumnya (tentunya PDIP hapal luar kepala ceritanya bagaimana). Strategi dan skenario tersebut bukan tidak mungkin dicoba lagi kepada Sang Gubernur ini. Indikator bahwa ini hanyalah strategi PDIP untuk mendongkrak elektabilitas sang Gubernur sebetulnya juga bisa dilihat.