Mohon tunggu...
WidyaDewantari
WidyaDewantari Mohon Tunggu... Mahasiswi Jurusan Kimia

INTJ | Suka ngedit

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indahnya Kain Endek Pertenunan Endek Gurita

26 Juni 2025   09:50 Diperbarui: 26 Juni 2025   09:50 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di balik keindahan kain endek yang kerap menghiasi tubuh para pejabat dan masyarakat Bali, terdapat cerita menarik dari sebuah usaha keluarga bernama Pertenunan Endek Gurita. Terletak di Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali, pertenunan ini telah menjadi salah satu pelaku utama dalam pelestarian dan pengembangan kain tenun khas Bali sejak didirikan pada tahun 2015.

Usaha ini bermula dari tangan kreatif mertua narasumber kami yang berasal dari keluarga penenun. Awalnya, mereka menekuni bisnis sepatu lukis, namun kurang mendapat perhatian pasar. Perubahan arah pun terjadi ketika keluarga ini menyadari potensi besar dari kain endek, apalagi setelah adanya kebijakan dari Gubernur Bali, Wayan Koster, yang mewajibkan penggunaan endek dalam berbagai kegiatan. Momentum inilah yang membuat bisnis pertenunan mereka berkembang pesat.

Kini, Pertenunan Endek Gurita tidak hanya memproduksi kain tenun endek, tetapi juga memperluas produk mereka ke kain lukis, bordir, dan bahkan atasan kebaya. Semua proses produksi masih dilakukan secara tradisional dengan alat tenun bukan mesin (ATBM), namun dengan penyesuaian zaman. Mereka menggunakan benang berwarna siap pakai yang diproduksi oleh keluarganya sendiri, karena penggunaan pewarna alami dinilai mahal dan pewarna sintetis membutuhkan izin khusus. Dari sisi motif, pertenunan ini masih mempertahankan gaya tradisional namun dimodifikasi agar tetap relevan dan diminati pasar masa kini. Beberapa kain bahkan dipercantik dengan lukisan tangan yang membuatnya unik dan bernilai seni tinggi.

Yang membedakan Pertenunan Endek Gurita dari pertenunan lain adalah keberanian mereka dalam mengeksplorasi motif yang mereka dapatkan dari referensi internet, serta penambahan sentuhan seni lukis pada beberapa kain mereka. Meskipun belum memiliki motif khas sendiri, inovasi ini cukup untuk menarik perhatian konsumen, terutama dari kalangan pejabat.

Sebagai usaha industri rumah tangga berskala besar, omzet pertenunan ini dapat mencapai hingga satu miliar rupiah per bulan, tergantung pada jumlah pesanan. Dalam sekali pemesanan, mereka bahkan bisa memproduksi hingga puluhan bahkan ratusan kain. Menariknya, sebagian besar pengrajinnya adalah ibu-ibu lokal yang telah dilatih oleh pendiri usaha ini, sehingga usaha ini tidak hanya menjadi pusat produksi kain, tetapi juga sarana pemberdayaan perempuan di desa.

Pemasaran produk dilakukan secara langsung maupun melalui media sosial dan toko online. Tak jarang, Pertenunan Endek Gurita ikut serta dalam berbagai pameran dan telah menerima sejumlah penghargaan atas kontribusinya dalam melestarikan budaya dan mendukung perekonomian lokal.

Pertenunan Endek Gurita bukan sekadar usaha tekstil, ia adalah cerminan semangat keluarga, warisan budaya, dan inovasi lokal yang berjalan beriringan. Dari desa kecil di Sambangan, usaha ini membuktikan bahwa dengan ketekunan, kreativitas, dan keberanian beradaptasi, tradisi bisa tumbuh menjadi kekuatan ekonomi yang besar. Di tengah arus modernisasi, Pertenunan Endek Gurita tetap teguh menjaga nilai-nilai lokal, sembari membuka peluang bagi masyarakat sekitar untuk ikut tumbuh bersama. Di setiap helai kain yang dihasilkan, tersimpan cerita tentang ketulusan tangan ibu-ibu penenun, semangat keluarga, dan bangganya menjadi bagian dari Bali yang tak hanya indah, tapi juga berdaya.

"ayo kita pakai endek. Jangan malu, jangan nunggu acara adat dulu baru pakai. Endek itu bukan cuma buat upacara, endek bisa dipakai ke kantor, jalan-jalan, bahkan nongkrong bareng teman. Kain endek itu warisan budaya Bali yang patut kita banggakan. Kalau bukan kita yang jaga dan pakai, siapa lagi? Sekarang itu banyak banget model endek yang udah dimodif biar kekinian, jadi gak ada alasan lagi buat bilang 'kuno' atau 'jadul'. Justru kalau kita pakai endek, itu tandanya kita cinta sama Bali, kita dukung pengrajin lokal, dan kita bantu lestarikan tradisi."

---Ayu Dwipa, salah satu keluarga pemilik pertenunan endek gurita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun