Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menggugat "Incraht" di Pengadilan Tata Bahasa

20 Mei 2015   12:41 Diperbarui: 4 April 2017   18:29 12688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1432100266625001614

[caption id="attachment_384511" align="aligncenter" width="553" caption="ilust detikcom"][/caption]

Pada judul berita sebuah media online berkaitan dengan sengketa dua kubu partai Golkar, saya membaca kalimat sebagai berikut “Putusan PTUN Menangkan Golkar Ical, KPU: Kami Tunggu Putusan Incraht”. Kata ini tergolong cukup sering dipakai di media massa dengan bermacam variasi, ada yang mengeja dengan “inkracht”, ada lagi dengan “incraht”, ada pula dengan “inkrah”. Umumnya, penyebutan ini disertai dengan definisi “keputusan yang berkekuatan hukum tetap”. Sudah lama saya sebetulnya ingin menggugat cara penulisan pada media massa seperti di atas, malah seandainya mungkin akan saya ajukan ke pengadilan tata bahasa (sayangnya pengadilan tata bahasa memang tak ada).

Mengapa penulisan “inkracht” atau “incraht” sangat keliru menurut saya? Ini adalah istilah hukum warisan zaman penjajahan Belanda yang selengkapnya berbunyi “in kracht van gewijsde” (kracht = kekuatan, gewijsde = keputusan final). Dalam bahasa asalnya (bahasa Belanda) kata “in” dan “kracht” dipisah, bukan disatukan (dirangkai). Jadi, bilamana kita tetap ingin memakai ejaan aslinya (bukan serapan yang sudah diadaptasi ke ejaan Indonesia), tentu penulisannya adalah “in kracht” (dua kata), bukan “inkracht” (meskipun ini tetap ‘keliru’, karena tidak kita sebutkan secara lengkap yaitu “in kracht van gewijsde”). Penulisan “incracht” lebih konyol lagi, karena dalam bahasa Belanda tak pernah dijumpai kata seperti itu. Kata “kracht” (yang bermakna ‘tenaga, kekuatan, daya, gaya’) sebetulnya tanpa kita sadari masih kita pakai pada singkatan PK (singkatan dari ‘paardenkracht’, di mana ‘paarden = kuda, kracht = tenaga) pada saat kita membeli peralatan listrik, seperti AC, kompresor dsb.

Kembali pada persoalan “in kracht” tadi, apakah mungkin kita jadikan kata serapan dalam bahasa Indonesia menjadi “inkrah”? Tentu ini lebih lebih baik, ketimbang kita tetap menggunakan ejaan “asli” bahasa Belanda, namun salah dalam mengejanya. Sayangnya, di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kosakata “inkrah” ini belum ada. Saya sangat mendukung apabila nanti pada edisi berikutnya kata “inkrah” ini dimasukkan ke dalam kosakata Indonesia, mengingat kata ini cukup sering dipakai dan diucapkan orang.

Ada dua kata serapan yang sudah masuk dalam KBBI dan keduanya mempunyai struktur frasa yang mirip dengan “in kracht” tadi. Kedua kata serapan tersebut adalah “indekos” dan “indehoi”. Kata “indekos” menyerap dari istilah Belanda “in de kost” (kost = biaya, pembayaran) yang di zaman pendudukan Belanda merujuk pada gedung atau bangunan kecil yang dapat dipakai dengan imbalan sejumlah pembayaran. Lama-kelamaan, istilah “in de kost” mengacu pada “rumah kos/pemondokan” (bahasa Inggris: boarding house, bahasa Belanda: kostganger). Istilah “indehoi” juga menyerap dari bahasa Belanda “in de hooi” (hooi = jerami, bahasa Inggris “hay”). Sesungguhnya, kata sandang dari “hooi” adalah het, bukan de. Namun konon, soldadu-soldadu Belanda yang rata-rata kurang tinggi tingkat pendidikannya, biasa menyebutnya dengan “in de hooi” sebagai eufemisme “melakukan hubungan seks dengan sembunyi-sembunyi, karena dilakukan di balik tumpukan jerami”. Jadi, begitulah akhirnya istilah ini diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi “indehoi” yang menurut KBBI bermakna “asyik bermesraan”.

Sebagai penutup, saya perlu mengimbau sekali lagi, hendaknya kita bersikap taat azas berbahasa, kalau ingin memakai ejaan bahasa asing, tulislah sesuai dengan kaidah ejaan bahasa asing yang bersangkutan (dalam hal ini “in kracht”, jangan “inkracht” apalagi “incraht). Kalau mau menggunakan kata serapannya, marilah kita tulis dengan “inkrah” sembari menunggu “restu” dari pusat bahasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun