Mohon tunggu...
gusros
gusros Mohon Tunggu... ASN ~ yang membiasakan diri untuk menulis

Satu dekade menjalani LDM | Sharing tentang Pernikahan dan Parenting ~ Menulis apa yang ingin ditulis

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Salam Hormat untuk Para Pejuang Demokrasi Sejati

26 November 2024   16:06 Diperbarui: 26 November 2024   16:22 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilkada serentak 2024 menjadi momen penting bagi banyak warga negara Indonesia. Namun, di balik hiruk-pikuk pesta demokrasi, ada cerita perjuangan para perantau yang rela menempuh perjalanan panjang demi satu tujuan: memberikan hak pilih mereka di kampung halaman. Diantara mereka ada para mahasiswa, pekerja, dan bahkan mungkin pedagang kecil yang merantau harus menghadapi tantangan biaya, waktu, hingga kondisi fisik untuk pulang sejenak demi suara mereka. Merekalah para pejuang demokrasi sejati.

Perjalanan yang Tidak Mudah

Bagi seorang mahasiswa yang merantau dari Jawa Barat ke Yogyakarta, misalnya, tiket kereta pulang-pergi bisa menghabiskan sebagian besar uang sakunya. Pekerja di kota besar seperti Jakarta mungkin harus mengambil cuti sehari---dan kehilangan pendapatan harian---untuk pulang ke kampung. Namun, mereka tetap melakukannya, karena merasa suara mereka adalah wujud tanggung jawab untuk masa depan daerahnya.

Diantara mereka ada yang harus menghadapi perjalanan panjang semalaman di bus ekonomi, kereta api, dan lainnya hingga risiko kelelahan. Ada juga yang memilih pulang hanya untuk satu hari, langsung kembali ke kota tempat mereka bekerja karena keterbatasan waktu atau tanggung jawab pekerjaan. Ini bukan sekadar perjalanan fisik; ini adalah perjalanan pengorbanan dan dedikasi kepada demokrasi. Merekalah para pejuang demokrasi sejati.

Mengapa Mereka Rela Berkorban?

Motivasi mereka tidak sederhana. Bagi sebagian perantau, suara mereka adalah cara untuk memastikan pembangunan di kampung halaman berjalan sesuai harapan. Mereka ingin memilih pemimpin yang peduli terhadap infrastruktur desa, pendidikan, atau lapangan kerja lokal---isu yang juga memengaruhi keluarganya di kampung.

Selain itu, ada rasa tanggung jawab moral. Mereka percaya bahwa satu suara mereka penting, bahkan di tengah tantangan yang ada. Sikap ini mencerminkan kesadaran demokrasi yang tinggi---sesuatu yang seharusnya mendapat apresiasi lebih.

Perlu Perhatian dan Apresiasi 

Pengorbanan seperti ini tidak boleh dianggap remeh. Pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU), hingga calon kepala daerah, perlu memberikan perhatian lebih kepada para perantau yang rela berkorban demi demokrasi. Berikut beberapa bentuk apresiasi yang layak dipertimbangkan:

  1. Subsidisasi Biaya Transportasi
    Pemerintah daerah bisa menyediakan subsidi transportasi khusus bagi perantau yang ingin mudik untuk memilih. Peran BUMN yang bergerak dalam bidang transportasi juga sangat dimungkinkan dalam hal ini. Hal ini tidak hanya meringankan beban mereka, tetapi juga meningkatkan partisipasi pemilih.

  2. Insentif Cuti Khusus dari Kantor atau Perusahaan
    Kantor atau perusahaan tempat mereka bekerja dapat memberikan cuti khusus tanpa memotong gaji bagi pekerja yang ingin memberikan hak pilihnya. Kebijakan ini menunjukkan dukungan konkret terhadap partisipasi demokrasi. Masalahnya jika pilkada dilaksanakan pada menjelang akhir tahun saat lagi banyak-banyaknya pekerjaan, kemungkinan akan sulit untuk dipenuhi permohonan cutinya.

  3. Penyediaan Mekanisme Pindah Memilih yang Mudah
    Jika pulang menjadi opsi yang terlalu berat, KPU perlu menciptakan mekanisme pindah memilih yang lebih fleksibel untuk memudahkan perantau berpartisipasi dalam pilkada tanpa harus kembali ke kampung halaman. E-Voting dapat menjadi jalan keluar dimasa mendatang untuk mengatasi permasalahan ini.

  4. Pengakuan Publik
    Pemerintah daerah atau calon pemimpin bisa memberikan apresiasi simbolis, seperti sertifikat penghargaan atau ucapan terima kasih kepada perantau yang telah bersusah payah pulang. Hal ini sederhana, tetapi bermakna bagi mereka yang merasa usaha mereka diakui.

Jika terdapat masih banyak para perantau sebagaimana kondisi diatas, berarti menunjukkan bahwa meski sistem pemilu kita belum sempurna, semangat warga untuk berpartisipasi tetap tinggi. Namun, demokrasi yang ideal tidak hanya mengandalkan pengorbanan individu, melainkan juga dukungan sistem yang inklusif.

Pemerintah dan penyelenggara pemilu harus belajar dari kondisi ini. Di masa depan, perlu ada reformasi yang memastikan bahwa setiap warga negara bisa menggunakan hak pilihnya tanpa harus mengorbankan banyak hal. Dengan demikian, demokrasi kita tidak hanya menjadi milik mereka yang dekat secara geografis, tetapi benar-benar menjadi hak setiap warga negara, tanpa terkecuali.

Para perantau yang telah rela pulang sehari untuk mencoblos adalah bukti nyata bahwa suara rakyat adalah suara yang penuh pengorbanan. Mereka pantas diberi penghormatan, karena melalui tindakan mereka, demokrasi tetap hidup dan bermakna. Merekalah para pejuang demokrasi sejati.

***

Silahkan dibaca juga :

Asa Perantau dalam Pilkada Serentak 2024: Hak Memilih Tanpa Batas Wilayah

Kandasnya Asa Mahasiswa dan Pekerja Perantau

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun