Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Seorang Perkutut

21 Maret 2018   17:45 Diperbarui: 21 Maret 2018   18:03 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di bawah matahari
Pengembaraanku belum terlalu jauh
Melintas bersama kawanan sekutuan
Antarkepala tidak sewarna rambut serimbun helai
Hanya seragam geraknya
: Angguk

Seperti perkutut menyampaikan maksud
Aku selalu membuka kamus paling absurd
Mencari terjemahan paling jitu
Tafsiran-tafsiran bisa jadi jebakan

Di bawah matahari pantanglah tengadah
Tengadah adalah tantang lawan
Sekawanan awan bisa menghangus
Adakah perkutut suka tengadah

Perkutut bukanlah pleci
Seperti juga burung sedang darurat
: Geleng

Menggeleng cuma menunggu tempeleng
Tangan bergerak tanpa aba tanpa bayangan
Sedikit lengah bisa kaki-kaki bertindak
Keluarkan aku dari lingkaran

Aku tertunduk pada lembar-lembar kamus
Menjadi seorang perkutut berkerubut kecut
Menyanyi senada dan mengangguk seirama
Melintasi pengembaraan semakin jauh
Dalam kawanan sekutuan
Di bawah matahari

*******
Panggung Renung -- Balikpapan, 21 Maret 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun