4. Meminta DJA menghentikan program Penulisan Buku Puisi Esai Nasional di atas.Â
5. Menyerukan kepada semua yang terlibat program Penulisan Buku Puisi Esai Nasional DJA untuk mengundurkan diri, membatalkan kontrak, dan mengembalikan honor.Â
6. Menyerukan kepada komunitas-komunitas sastra di seluruh Indonesia untuk ikut menolak program Penulisan Buku Puisi Esai Nasional DJA dan mencegah para anggotanya terlibat di dalamnya.Â
Jakarta, 20 Januari 2018
Inisiator: Perkumpulan Penyair Muda IndonesiaÂ
Petisi ini akan dikirim ke:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Indonesia
Kementerian Pariwisata Indonesia
Selain petisi tadi, tentunya, masih ada tanggapan lainnya. Semisal dari Teguh Setiawan Pinang (TS Pinang) melalui Facebook pada 22 Januari 2018, "Di negeri maju seorang doktor akan buru-buru menolak berkomentar atas isu yang bukan termasuk dalam wilayah studinya. Di negeri bekas jajahan seorang doktor ilmu administrasi bisa sok tahu dan ngotot ingin diakui sebagai inovator di bidang sastra tanpa prosedur ilmiah yang memadai."
Tanggapan lainnya berupa penarikan karya sekaligus pengembalian honor Rp5 juta yang, salah satunya, dilakukan oleh Sastrawan Sumatera Utara Hasan Al Banna.
Demikian sedikit ulasan mengenai polemik yang 'mengguncang' sastra awal 2018 dengan kemunculan petisi penolakan itu. Polemik itu tidaklah cukup melihat kekinian dan kreativitas, melainkan pula berkaitan dengan keduluan (latar sejarahnya) sehingga jelas latar adanya petisi penolakan.
*******
Panggung Renung Balikpapan, 22 Januari 2018