Demikian delapan tempat (ditambah plus yang tidak bisa disebutkan) serta orang-orang berbeda yang memungkinkan seseorang dapat belajar mengenai toleransi, baik secara teori, kisah nyata, maupun pengalaman pribadinya. Toleransi berkaitan erat dengan humanisme, yang terlepas dari ikatan SARA sekaligus prasangka sosial (prejudice) dan stereotip.
Dan, di luar semua tempat itu, siapakah yang bisa mengetahui takdirnya sendiri pada suatu waktu nanti?
Meskipun sebagian kalangan meyakini bahwa orangtua adalah wakil Sang Pencipta, takdir (kehendak Sang Pencipta; misteri Ilahi) tidaklah bisa diwakili siapa-siapa kecuali seseorang itu sendiri. Orangtua dan seluruh keluarga, sebaiknya, berpikir jauh ke depan, terlebih dalam era kemudahan sistem komunikasi-transportasi mutakhir.
Nah, takdir yang bagaimana itu?
Pertama, perubahan keyakinan. Orangtua bisa berubah keyakinan, sedangkan anak-anaknya belum tentu mau. Atau seorang anak berubah keyakinan, sedangkan orangtuanya tidak. Ketika perubahan keyakinan dialami oleh anggota keluarga, bagaimana yang terjadi dalam hubungan keluarga itu?
Kedua, jodoh dengan siapa. Siapa yang bisa menduga bahwa kelak anaknya atau anggota keluarga besar menikah dengan orang berbeda SARA? Dan, apabila itu terjadi (jodoh yang berbeda SARA), apakah lantas putus hubungan kekeluargaan?
Ketiga, rezeki melalui apa-siapa. Siapa yang bisa menduga bahwa kelak anaknya ataupun anggota keluarga lainnya bekerja pada sebuah perusahaan milik orang lain yang berbeda SARA? Mungkin, bekerja sementara lalu mendirikan usaha sendiri. Tetapi, apakah usaha sendiri itu kelak tanpa mitra kerja dengan pihak lain yang berbeda SARA, atau tanpa konsumen yang berbeda SARA?
Keempat, tinggal di mana. Mungkin orangtua tidak berpindah rumah. Tetapi, apakah anak-anaknya juga tidak berpindah rumah? Mungkin juga pindah di sekitar rumah orangtua atau kampung halamannya. Tetapi, apakah tidak seorang pun anggota keluarga bahkan keluarga besar mereka pindah di suatu tempat yang berpenghuni lintas SARA, bahkan nun entah dengan situasi-faham sangat berbeda, misalnya lingkungan sekuler, liberal, dan lain-lain berdasarkan hukum-konstitusi setempat yang berlaku?
Empat saja suatu kemungkinan yang menjadi misteri Ilahi (takdir). Dan, dengan keempat hal tersebut, seyogyanya pemahaman nilai-nilai toleransi sudah diajarkan dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari supaya selalu siap menghadapi segala kemungkinan yang menjadi bagian takdir.
Barangkali tulisan ini masih banyak kekurangannya karena berdasarkan pengalaman pribadi Penulis saja, mohon maaf, dan berkenan untuk dikritik atau dilengkapi. Terima kasih.
*******
Panggung Renung Balikpapan, 2017