Landasan spiritual (mengenai hakikat Sang Pencipta) merupakan landasan spiritual pula bagi nilai dan sikap toleransi antarmanusia, termasuk antarwarga negara Indonesia. Seyogyanya begitu, ‘kan? Tidak perlu klaim-klaim apa pun atas suatu kebenaran mengenai hakikat Sang Pencipta, jika klaim-klaim itu justru terungkap (termanifestasi) dalam bentuk intoleran, karena Sang Pencipta juga Sang Maha Toleran.
4. Tempat-tempat Lain
Selain rumah dan lingkungan sekitar, tidak jarang orangtua mengajak anaknya berkunjung ke suatu tempat, entah tempat belanja, makan (kuliner), wisata, dan tempat-tempat umum lain-lain. Tempat-tempat semacam itu sangat terbuka kepada orang-orang berbeda SARA dalam tempo tertentu.
Tempat belanja atau pusat belanja, baik tradisional maupun moderen, misalnya. Apakah yang berjualan dan berbelanja dilakukan oleh dan untuk satu golongan saja?
Di sini juga orangtua bisa memberi pembelajaran nilai dan sikap toleransi itu. Misalnya perbedaan etnis penjual dan pembeli (konsumen) tetap tetap dalam satu tujuan bersama, yaitu pasar (jual-beli) untuk kebutuhan sekaligus keberlangsungan hidup manusia.
5. Lembaga Pendidikan sebagai Media Pendidikan Formal I
Terkecuali sekolah di rumah (home school) atau belajar sekolah berbasis agama tertentu, tidak sedikit orangtua percaya lalu “menyerahkan” pendidikan anak-anaknya pada lembaga pendidikan, baik dasar, menengah, dan tinggi secara umum. Tentunya, di lembaga-lembaga tersebut (sekolah dan perguruan tinggi) juga mewadahi anak-anak bahkan para pendidik yang berbeda SARA-nya.
Di tempat ini para pendidik yang menjadi “orangtua” kedua, tentu saja, sudah pernah belajar, baik secara formal maupun informal, mengenai kehidupan bertoleransi. Apa yang dididik dalam lingkungan pendidikan, sudah pasti, menjadi bagian dalam pembentukan karakter para anak didik, khususnya dalam hal toleransi.
Tidak cukup pendidikan hanya karena sebuah kurikulum dan teori lantas penerapan nilai-nilai toleransi dikesampingkan dalam praktik bergaul antaranggotanya (anak didik dan pendidik). Pengalaman bersekolah dan berkehidupan toleransi para pendidik, seyogyanya, andil dalam pemahaman nilai-nilai toleransi para anak didik.
Agar kondisi toleransi tetap terjaga, peran pemerintah melalui Departemen Pendidikan, Direktur Jenderal Pendidikan, dan Dinas Pendidikan, sangatlah penting dalam pemantauan proses pengajaran nilai-nilai toleransi, dan pembentukan karakter toleransi berbasis Pancasila. Tetapi, pada kenyataan lain, adanya pemahaman yang keliru lantas tumbuh benih-benih intoleran, dari manakah sumbernya?
6. Kegiatan Ekstrakurikuler di Sekolah atau Kampus