Mohon tunggu...
Gusnadi Gusnadi
Gusnadi Gusnadi Mohon Tunggu... Guru - Mencari Ilmu

carilah ilmu kapan dan dimana saja

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

BDR ala H Agus Salim

5 Desember 2021   19:07 Diperbarui: 5 Desember 2021   19:13 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

(Sebuah Inspirasi)

Belajar Dari Rumah (BDR) di wabah pendemi  dengan tujuan untuk menghambat penyebaran virus dalam praktiknya tetap harus mengacu pada kurikulum nasional yang digunakan. Sedangkan BDR dimasa penjajahan tentu kita sangat takut berhadapan dengan penjajah. Ayo kita simak cerita dari Keluarga Bapak H. Agus Salim

Banyak orang tua, terutama para ibu, jadi sibuk alias kerepotan  kalau anak-anak harus Belajar Dari Rumah (BDR). Mungkin   kerepotan diatas belum sepersekian kerepotan seorang ibu yang mengajar delapan anaknya sendiri tanpa memasukan mereka ke sekolah formal.

Zainatun Nahar Binti Al-Matsier Sutan Pamoentjak mungkin anda tidak kenal. Tapi dialah "Bara" dibalik keberhasilan perjuangan seorang pria berkharisma  atau bernama besar H. Agus Salim.

Sejak  dipersunting H. Agus Salim, yang masih sepupunya, pada 12 Agustus 1912, wanita beruisa 19 tahun itu sudah diberitahu oleh suaminya bahwa anak mereka kelak tidak akan dimasukan ke sekolah formal biasa. Soalnya, H. Agus Salim menganggap pendidikan saat itu sebagai sistem pendidikan kolonial. Beliau tidak mau anak-anaknya dicekoki indoktrinasi kolonial. 

Selain itu, Beliau melihat berbagai  ketidakadilan, seperti pemberian angka yang lebih rendah bagi pribumi meskipun kemampuan orang pribumi itu sama dengan orang Belanda.

Maka, dari itu mereka berdua sepakat untuk mendidik anak mereka sendiri. Meskipun pada prakteknya peran Maatje, pangkilan sayang untuk Ibu H. Agus Salim, yang artinya "Ibu sayang", mengambil alih sebagian besar porsi pendidikan tersebut karena H. Agus Salim, yang aktif dalam pergerakan harus sering bepergian. 

Wanita yang memperoleh pendidikan formal hanya sampai usia 12 tahun ini setidaknya menangani sendiri 7 dari delapan anaknya. Anaknya yang terkecil, Sidik mengenyam pendidikan formal, karena saat itu Indonesia telah mardeka.

Menurut putrinya yang terkecil, Siti Asia atau Bibsy Soeharjo, seluruh anak H. Agus Salim jumlahnya 10 orang, namun 2 orang meninggal ketika masih balita, kedelapan putra-putri yang masih ada inilah dibimbing oleh Maatje dan Paatje (panggilan untuk H. Agus Salim) sendiri.

Namun, pendidikan yang diberikan itu tidak seperti kebanyakan orang, mereka tidak pernah mengenal adanya jam pelajaran berhitung atau membaca serta menulis. Semua yang diberikan tanpa mereka sadari, begitu saja seperti kehidupan keluarga sehari-hari. Pelajaran pun tidak terkait dengan waktu, karena anak-anak berbeda usianya. Jadi, maatje pun mendidik mereka seolah-oleh tanpa henti, 24 jam penuh.

Maatje akan melihat anak-anak sedang mengerjakan apa, kalau sedang membaca, ia tidak akan mengusiknya, ia paling tidak suka melihat anak-anaknya kelihatan duduk melamun. Ada saja yang dimintanya untuk dikerjakan anak-anak. Perhatiannya selalu diarahkan untuk mengawasi kegiatan mereka. 

Sementara pelajaran pun diberikan seperti sambil bermain, Maatje suka sekali berpantun, menyanyi dan bercerita. Pantun, nyanyian, dan ceritanya disampaikan dalam berbagai bahasa mulai dari bahasa Belanda, Inggris, Melayu dan Minang. Tapi, yang paling sering dalam bahasa Belanda, bahasa yang umum dipakai pada zaman itu. Selain itu Paatje memang sengaja membiasakan mereka berbahasa Belanda agar anak-anaknya tidak minder jika bergaul dengan anak-anak lain. 

Lewat sang bunda inilah anak-anak diberikan kemampuan dasar berhitung, menulis dan membaca, serta dasar dasar agama. Namun, untuk hal-hal selanjutnya mereka mencari dari buku. Dalam keluarga H. Agus Salim, buku merupakan jendela ilmu pengetahuan.

Selain itu anak-anak dibiarkan mengembangkan minat sendiri dan diikutsertakan dalam kegiatan dirumah.  Atia misalnya anak tertua yang tak tahan asap, bertanggung jawab dalam soal jahit-menjahit pakaian seluruh keluarga. Tapi Atia juga suka bergaul dengan teman-teman sebaya. 

Taufik berminat pada matematika dan suka sekali membaca. Adiknya, violet, bertugas memasak, sementara maria bertugas membersihkan rumah. Konon, keluarga ini mentradisikan turutnya anak-anak menyambut tamu, anak-anak juga bebas berdiskusi. 

Tentu saja mereka tak luput dari kesalahan sehingga mendapatkan teguran. Tapi, Maatje tidak pernah kehilangan kendali emosi. Ia tidak pernah menyebut "anak nakal", tetapi sebagai gantinya "anak tidak manis", tidak ada bentakan dan omelan. 

Kalau berbicara tentang pendidikan, tentu orang akan mempertanyakan hasilnya. Paling tidak, apakah anak-anak yang dididik dengan cara diatas dapat hidup layak atau tidak. 

Ternyata, putri kedelapannya bisa bekerja di sebuah perusahaan asuransi sebelum menikah dengan Sunharjo, mantan konsul di Jepang. Bahkan setelah suaminya meninggal, pada usia 38 tahun, ia bekerja kembali di perusahaan asing dengan pengahasilan yang cukup. 

Sementara putri tertua Atia, aktif dengan gerakan wanita dan organisasi Lembaga Indonesia-Amerika. Sedangkan Taufik Salim pernah bekerja pada Inter Vista, sebuah biro iklan sekaligus menjadi penerjemah. 

Putri ketiga Violet,  menjadi ibu rumah tangga di Yogya. Sedangkan Islam Salim berkecimpung di ketetaraan dan pernah menjabat atase militer di China. Sidik Salim (si bungsu) yang ikut sekolah formal bekerja pada Bank Of America. 

Setidaknya anak-anak didikan Maatje yang lembut dan necis ini dapat menghidupi keluarga mereka dengan baik.

Namun penerapan pendidikan seperti diatas saat ini mungkin cocok dengan situasi dan zamannya, apalagi pada zaman Covid-19, kita bisa meniru pengalaman Maatje untuk menbantu anak-anak betah  Belajar Dari Rumah (BDR).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun