Selesai sampai di situ? Belum.
Sore itu, ketika lagi merapikan lembaran uang lecek, menyusunnya berurutan sesuai nilai nominal, menata agar tak ada yang gambarnya terbolak balik, sudut-sudut yg terlipat diluruskan, membagi-bagi sesuai jatah tiap personil Pak Ogah dan manajemen, Kang Germo didatangi Kuat, tukang ojek pangkalan pertigaan pahlawan.
Bincang-bincang panjang lebih dari dua jam itu jika dikutip dalam dialog pasti menghabiskan kuota karakter app gratisan. Maka, ada baiknya tak usah dituliskan saja. Yang penting narasi peringkasnya ada. Begini:
Kuat lagi ditimpa kesulitan ekonomi, detilnya kira-kira sebelas duabelas dengan kisah orang-orang susah yang banyak bertebaran di sekitar kita. Dia butuh pekerjaan baru dan satu-satunya opsi yang masuk di akalnya cuma bergabung dengan geng Kang Germo. Kabur dulu ke luar negeri jelas bukan oportuniti, wong berbahasa nasional dengan baik dan benar saja merupakan hendikep buat dia.
Tak tega mendengar keluh kesah kaum sekelas sebenarnya. Tapi apa daya, rekruitmen tidak ada dalam daftar tupoksi Kang Germo. Itu hak prerogatif Kantong. Yang bisa dilakukan hanya janji untuk menyambung lidah rakyat, eh, Kuat agar sampai ke kuping Kantong. Maka berakhirlah anjangsana itu diiringi spekulasi, "Berdoa'a aja, Wat. Semoga ada kabar baik di episode berikutnya." (bersambung)
notes:
tidak ada catatan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI