Setiap siswa SMP Sang Surya tahu: ada tiga hal yang harus dihindari di sekolah ini. Nomor satu, bolos saat upacara. Nomor dua, ketahuan merokok di toilet. Dan yang paling utama, Bu Rita.
Bu Rita bukan hanya guru Bimbingan Konseling (BK); dia adalah manifestasi hidup dari disiplin yang mencekam. Galaknya melegenda. Tatapannya tajam seperti ujung pulpen yang siap mencatat nama pelanggar. Tapi, yang paling menakutkan, adalah Ruang BK-nya. Sebuah ruangan sempit di sudut koridor belakang yang selalu terasa dingin, bahkan di siang hari. Bu Rita merupakan guru BK yang diyakini memiliki mata yang menembus waktu. Ia tak hanya melihat dosa hari ini, tetapi juga bayangan kelam dari masa lalu sekolah.
Permasalahan yang diangkat kali ini bukan tentang kenakalan murid saat ini, melainkan misteri yang menggantung selama lima tahun: hilangnya Lina, seorang siswi berprestasi yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Kasus ditutup sebagai pergi tanpa kabar, namun ada desas-desus Lina bunuh diri di lingkungan sekolah karena tekanan.
Malam itu, Rian, seorang petugas Osis yang sedang bertugas mendokumentasikan arsip lama di ruangan BK, secara tak sengaja menemukan sebuah foto polaroid usang di balik lemari arsip. Foto itu adalah Lina, dengan wajah yang tampak ketakutan, berdiri di depan Ruang Musik tua yang sudah lama tak terpakai.
Rian, yang penasaran, menunjukkan foto itu kepada Bu Rita keesokan harinya.
Bu Rita menatap foto itu. Ia tidak menunjukkan keterkejutan. Sebaliknya, ia mengambil foto itu dan meletakkannya di atas meja, di samping sepotong pita merah tua yang selalu ia simpan di dalam laci.
"Kau berani mengusik tidur nyenyaknya, Rian," ujar Bu Rita, suaranya sedingin angin malam.
"Maksud Ibu? Semua orang bilang Lina pergi, Bu. Tapi foto ini... dan saya merasa ada yang aneh di Ruang Musik," kata Rian, bergidik.
Bu Rita membalik foto Lina. Di belakang foto itu, Bu Rita telah menuliskan dengan tinta hitam rapi: 'Pilihan yang Tak Terucapkan'.
"Lina tidak pergi. Dia ada di sini. Jiwanya terikat pada ketidakadilan," kata Bu Rita. "Aku memanggilmu bukan untuk mendengarkan teori konspirasi. Aku memanggilmu karena aku ingin tahu: Apakah kau datang ke sini karena kau sudah kapok mencari tahu kebenaran yang menyakitkan, atau karena kau tahu aku sudah tahu bahwa kau adalah kunci untuk menguak simpul takdir Lina?"