Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Inventarisasi Potensi Covid-19 dan Menyiasatinya di Pilkada 2020

26 September 2020   08:58 Diperbarui: 26 September 2020   09:01 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wacana  menunda Pilkada 9 Desember 2020  muncul  lagi. Padahal Pilkada 9 Desember 2020 itu sudah ditunda sebelumnya. Jika diundur lagi,  kapan dan sampai kapan Pilkada dilakukan?.  Mengapa Pilkada diundur dan apa yang harus kita lakukan  agar  tidak diundur?.  Apa resiko  jika dilanjutkan dan apa pula resiko jika diundur?.

Bagaimana cara Pilkada dilanjutkan dengan minimalisasi resiko agar tidak terpapar Covid19?. Bagaimana hak konstitusi terpapar  Covid19 dipilih dan memilih ketika warga negara itu  sedang diisolasi?. Jika harus memilih, bagaimana teknisnya agar tidak menyebar kepada yang lain?.  Apa keputusan terbaik agar kehidupan berbagsa dan bernegara tetap baik di tengah ancaman pandemi  Covid19?. Keputusan terbaik itu membutuhkan diskusi yang terus menerus karena andaikan dulu  asumsi bagaimana jika pandemi  melanda negeri masuk dalam diskusi hakul yakin  maka  Pilkada lansung dan serentak tidak  dijadikan dalam konstitusi kita.

Guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah  Azyumardi Azra  mengatakan  saya akan Golput  sebagai solidaritas kemanusiaan. Karena menurutnya,  betapa tingginya resiko terpapar Covid 19  jika Pilkada tetap  dilangsungkan tanggal 9 Desember 2020.  Jalan keluar menurut guru besar yang rajin menulis opini di harian Kompas dan berbagai  surat kabar bergengsi itu  mengatakan jalan keluarnya adalah Kepala Daerah Kembali dipilih oleh DPRD. Menurut  intelektual Islam yang telah teruji integritasnya ini   Kepala Daerah dipilih DPRD tidak melanggar konstitusi. Dalam kontitusi kita yang dipilih secara langsung adalah Presiden, katanya ke wartawan news.detik.com.

Elemen masyarakat sipil yang terdiri dari Netgrit, Netfid, Perludem, PUSaKO FH Unand, Puskapol UI, Rumah Kebangsaan, Kopel, JPPR, KIPP Indonesia, dan PPUA Disabilitas bahkan telah menggelar petisi daring untuk mendorong penyelenggaraan Pilkada pada tahun 2021. Dasar dari dorongan penundaan ini adalah situasi pandemi Covid-19 yang hingga saat ini masih juga belum mereda. Kurva kasus covid-19 harian sampai saat ini masih mengalami peningkatan. Ratusan kasus positif bertambah setiap harinya  (hukumonline.com).  Demikian juga Komisi 1 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD) menolak Pilkada serentah  9 Desember karena resiko yang teramat tinggi.

Pemerintah  yang diwakili Menteri Dalam Negeri ketika Rapat Kerja (Raker)  dengan  Komisi II DPR RI  telah sepakat untuk melakasanakan  Pilkada dengan syarat mematuhi Protokol Kesehatan. Pertanyaanya adalah apakah yakin  protokol Kesehatan  bisa dilaksanakan  setiap tahapan Pilkada dan ketika kampanye?

Bukankah kelemahan bangs akita adalah tingkat kesadaran yang teramat rendah?.  Sebagai bukti  ketika pendaftaran  Pasangan Calon (Paslon)  ke Komisi Pemilihan Umum (KPU)  tanggal 4-6 Sepetember   pada umumnya masih pawai Panjang (long march).  Demikian juga ketika acara undian nomor calon, pada umumnya mempertontonkan jumlah massa tanpa menghitung Daya Dukung (Carrying Capacity).

 Presiden Jokowi memutuskan Pilkada 2020 tetap digelar 9 Desember dengan 4 alasan.  Pertama, untuk menjamin hak konstitusional rakyat untuk memilih dan dipilih dalam Pilkada 2020. Kedua, penundaan Pilkada karena bencana Covid-19 tidak memberi kepastian karena tidak ada satu pun orang atau lembaga yang bisa memastikan kapan corona akan berakhir. Ketiga, Jokowi tak ingin 270 daerah yang melaksanakan Pilkada 2020 dipimpin oleh Pelaksana Tugas (Plt) dalam waktu yang bersamaan. " Plt itu tak boleh mengambil kebijakan-kebijakan yang strategis. Sedangkan situasi sekarang saat pandemi, kebijakan-kebijakan strategis yang berimplikasi pada menggerakkan birokrasi dan sumber daya lain seperti dana itu memerlukan pengambilan keputusan dan langkah-langkah yang sifatnya strategis. Keempat, Pilkada sudah  ditunda dari September ke Desember.

Pemerintah dan  DPR  sudah memastikan bahwa Pilkada 9 Desember 2020.  Artinya, wacana kita yang terbaik adalah bagaimana cara agar resiko  penyebaran  Covid19 minimal atau tidak menjadi tragedi kemanusiaan.  Sikap terbaik kita adalah  komitmen yang kuat bagi semua komponen bangsa untuk taat kepada protokol kesehatan dan melakukan inventarisasi masing-masing Lembaga. Lembaga KPU menginventarisasi potensi Covid19 di internalnya, Bawaslu menginventarisasi potensi Covid19 di internalnya.  Dan, semua Lembaga, individu menginventarisasi potensi Covid19.

Potensi tertinggi  dan yang paling utama komitmen untuk menghindari potensi terpapar Covid19 adalah ada di  Pasangan Calon (Paslon) dan partai politik pendukung.  Sumber utama yang paling mengkuatirkan adalah Paslon. Bayangkan jika ada yang dendam politik  menyuruh positif Covid19  ke pihak lawan. Dugaan bagi-bagi nasi bungkus yang basi ke pihak lawaan dimasa yang lalu sering kita dengar. Bukan tidak mungkin dendam politik  akan   menghasilkan hal-hal yang buruk. Semua potensi harus diinventarisasi dan disiasati secara terncana dan terukur.

Menyadari bahwa sumber utama potensi Covid19 di Pilkada 2020 adalah dari Paslon maka yang paling utama menginventarisasi Covid19 adalah  Paslon, Parpol, relawan.  Kesulitan penyelenggara pemilu adalah teknis pemungutan suara yang telah positif Covid19.   Penyelengara Pilkada  Pemungutan suara bagi yang terpapar Covid19 membutuhkan keahlian khusus.  Kalau inventarisasi internal KPU, Bawaslu  cukup mudah diinventarisasi dan  disiasati  karena bisa diukur dan dibimbing secara teknis. Penyediaan alat untuk keperluan protokol Kesehatan pun mudah.

Kesulitan menerapkan protokol  Kesehatan ada di pengendalian massa ketika kampanye. Karena itu, dibutuhkan komimen yang kuat dari Paslon.  Paslon harus memperhitungkan Daya Dukung lingkungan di lapangan dan Gedung.  Mengingat banyak massa yang kemungkinan tidak memiliki masker maka Paslon harus menyiapkan. 

Paslon tidak dapat  berkelit mengatakan bahwa mereka sesuai protokol Kesehatan tanpa menghitung Daya Dukung lingkungan lapangan kampanye atau Gedung pertemuan.   Sesungguhnya, kampanye palaing aman di era  digital dan Covid19 ini adalah kampanye kreatif seperti optimalisasi medsos.   Pesan kampanye  sangat efektif sampai ke pemilih  melalui medos. Hampir semua kini pemilih memiliki gadget. Jika harus kampanye jumpa secara fisik, maka  protokol Kesehatan harus ditaati.

Resiko  penyebaran Covid19 itu sangat tinggi. Salah satu resikonya adalah jika protokol  kesehatan tidak ditaati  maka akibatnya adalah terpapar Covid19. Jika salah satu tim sukses paslon terdampak Covid19 maka perjuangan selanjutnya akan dihentikan.  Karena tingginya resiko itu maka Paslon dan semua kita menyadari agar semua kita peduli protokol Kesehatan dengan perhitungan Daya  Dukung (DD)  yang cermat.  Penghitungan DD dilanjutkan dengan pengaturan jaga jarak, cuci tangan, hand sanitizer.

Jika semua kita komitmen  dan sadar akan protokol kesehatan, maka pesta rakyat 9 Desember 2020 dengan baik. Kita berharap   hak konstitusi  rakyat berjalan, terpilih pemimpin yang terbaik untuk  mengambil Langkah-langkah stratedis membawa rakyat  keluar dari kesulitan, terutama kesulitan karena dampak Covid19 ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun