Aku berdiri di perempatan jalan ini, bersama pagi yang masih enggan ditinggalkan embun, kemarin. Tiba-tiba tatapanku terhenti pada perempuan separuh baya di seberang jalan. Menyeret langkah diantara lalu lalang kendaraan yang tak pernah perduli.Â
Kedua lengannya yang kecil dan berpeluh, sibuk menarik gerobak di belakangnya. Isinya seorang bocah yang sedang tidur pulas di atas tumpukan kardus bekas yang terlipat tak beraturan.
Ada guratan di keningnya, berbaris empat lurus membujur. Sebuah tanda usia, buah perjuangan melawan hidup. Pada langkahnya yang tertatih, kulihat kepedihan yang bersembunyi di kedua kakinya.
Matanya yang bercampur debu, liar mencari kardus sisa di setiap tempat-tempat sampah yang dilewatinya. Dikumpulkannya tanpa jijik, tanpa malu, dan tanpa seribu ketakutan akan penyakit yang dapat menularinya.
Semuanya dilakukan demi hidupnya dan demi hidup bocahnya yang masih tertidur di situ, di atas gerobak tempat mimpinya melarung cita-cita.
Perempuan separuh baya itu kembali melangkah, terus berjalan bersama harapan. Entah, sampai kapan dia begitu? Tanyaku di sini, di perempatan jalan tempatku berdiri, bersama pagi yang telah ditinggalkan embun.
Sinjai, 29 Mei 2020