Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis adalah usaha Meng-ada-kan ku

Mencari aku yang senantiasa tidak bisa kutemui

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bobby Vs Edy, Pertarungan Demi Gengsi?

9 Mei 2021   08:00 Diperbarui: 9 Mei 2021   09:14 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Sumber gambar: Tribunnews.com

Apa yang terjadi antara walikota Medan Bobby Nasution dan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi bagai Dejavu. Ya, karena hal yang sama pernah terjadi ketika Jokowi, mertua Bobby, menjadi walikota Solo dan Gubernur Jawa tengah waktu itu.

Ketika Bibit Waluyo duduk sebagai orang nomor satu di Jawa Tengah, ia terlibat polemik dengan Jokowi yang kala itu menjabat Wali Kota Solo. Salah satu kejadian yang paling membekas adalah saat Bibit menghina Jokowi dengan sebutan wali kota bodoh.

"Wali kota Solo [Jokowi] itu bodoh, kebijakan Gubernur kok ditentang. Sekali lagi saya tanya, Solo itu masuk wilayah mana? Siapa yang mau membangun?" tukas Bibit Waluyo pada 27 Juni 2011.

Bibit Waluyo meradang karena Jokowi menolak rencana pembangunan mal di atas lahan bangunan kuno bekas Pabrik Es Saripetojo yang berlokasi di Purwosari, Laweyan. Padahal, Bibit selaku gubernur sudah menyetujui rencana tersebut.

Kali ini polemik serupa terjadi. Polemik antara keduanya muncul karena Bobby sebagai walikota Medan merasa tidak diajak berkoordinasi terkait lokasi penampungan isolasi Covid 19 dari warga yang baru datang dari luar negeri. Padahal lokasi itu di wilayah kota Medan.

Edy mengatakan, jika memang Bobby masih tidak tahu soal lokasi karantina, sebaiknya ia mencari tahu sendiri. Bila perlu, kata Edy, tanyakan langsung pada Tuhan.

"Kalau tidak tahu, cari tahu. Kalau tidak tahu, tanya Tuhan Yang Maha Tahu," tutur Edy.

Dua peristiwa ini sepertinya mempunyai alasan yang hampir sama. Sang Gubernur yang merasa lebih berkuasa tidak mau dilecehkan oleh bawahannya. 

Sebenarnya pertikaian ini tidak perlu terjadi jika ada sikap mau saling berkomunikasi dan berkoordinasi.  Namun harga diri rupanya lebih dominan daripada sikap mau membuka diri.

Di sisi lain  perselisihan terbuka seperti ini menyebabkan masyarakat bisa menilai sejauh mana keduanya mampu menunjukkan diri sebagai seorang pemimpin dan politikus yang sungguh mumpuni atau tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun