Pelantikan Gus Irfan sebagai Menteri Haji dan Umrah dan Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai Wakil Menteri menandai babak baru dalam pengelolaan ibadah haji dan umrah di Indonesia.Â
Bagi banyak jemaah, ini bukan cuma soal pergantian pejabat, tapi harapan nyata untuk perbaikan: antrean panjang, biaya penyelenggaraan haji (BPIH), pelayanan di Tanah Suci, dan administrasi yang membebani.Â
Gus Irfan dianggap membawa modal legitimasi budaya NU dan pengalaman birokrasi lewat jabatan sebelumnya, sedangkan Dahnil dilihat sebagai figur politik dengan kedekatan ke presiden, menyiratkan dimensi politik dan kekuasaan di balik reformasi.Â
Tantangannya adalah agar kementerian baru ini bisa melakukan komunikasi yang dialogis, partisipatif, akuntabel. Bukan hanya jargon, tapi bukti nyata melalui transparansi, pembukaan data, pelayanan yang lebih manusiawi.Â
Perubahan yang diharapkan: ibadah haji dan umrah bukan hanya ritual spiritual, tapi juga pengalaman sosial yang layak---proses yang ringan, martabat dijaga, beban administratif dan finansial dikurangi.Â
Tanggapan saya:
Gus Irfan dan Dahnil memberi harapan baru bagi jemaah haji dan umrah. Namun, tantangan besarnya adalah membuktikan reformasi nyata, bukan sekadar simbol politik. Kunci suksesnya ada pada transparansi, efisiensi, dan pelayanan yang benar-benar dirasakan jemaah.
Penulis: Muhammad Gufran CholishÂ
Dosen : Drs.Study Rizal LK. M.ag
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI