Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Apakah Anda Benar-benar Tahu?

2 Oktober 2022   16:27 Diperbarui: 2 Oktober 2022   16:38 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apakah Anda Benar-Benar Tahu? (gambar: accuweather.com, diolah pribadi)

Apakah Anda benar-benar tahu?  Sebuah pertanyaan yang menohok, terasa seperti menelanjangiku. Padahal pertanyaan itu diajukan kepada seluruh peserta retret meditasi di Maribaya, yang berada persis di kaki gunung Tangkuban Perahu nan sejuk, di utara kota Bandung, tepatnya empat tahun yang lalu.

Sepulang retret saya terus merenungkan pertanyaan itu. Setiap malam saya mengevaluasi kembali apa yang saya ketahui hari itu. Jujur saja untuk kurun waktu lama saya bahkan tidak memahami makna yang tersirat dari pertanyaan yang menyelidik ini.

Tetapi dari pengalaman, inilah yang akhirnya saya pahami: Kalau kita benar-benar mengetahui sesuatu, maka apa yang kita ketahui itu akan merubah kita.

Misalnya, seorang yang kikir. Setelah mengetahui segudang manfaat dari berdana, mulai merubah diri. Ia belajar untuk mulai melepas segala yang ia anggap sebagai miliknya, mulai dengan memberi hal-hal kecil dan sederhana, hingga akhirnya mampu benar-benar tulus memberi dalam arti yang sesungguhnya.

Sepanjang proses ini banyak hal terjadi, sifat kikir berangsur hilang, ketidakpedulian berubah menjadi simpati, hingga terbit rasa cinta dan belas kasih. Kekikiran bertransformasi menjadi kedermawanan.

Begitu pula dengan kemarahan, perlahan memudar berganti menjadi kesabaran dan kasih sayang. Pada awalnya sulit untuk membayangkan bagaimana perubahan ini bisa terjadi. Ketika kemarahan hadir, batin mendeteksi kehadirannya, ada rasa panas membakar di dada, emosi mencoba mengambil alih kendali, pikiran kacau, dan api kemarahan mulai menyala.

Lalu sebelum api ini berkobar, kesadaran sigap memadamkannya. Sadari, amati, lalu lepaskan. Seiring waktu, bukan hanya kemarahan ini yang berlalu, tapi juga kesabaran mulai menampakkan diri. Selanjutnya perlahan tapi pasti kemarahan semakin jarang mampir di dalam batin.

Hal yang sama juga untuk kebencian. Ketika kebencian mencengkeram, maka kesadaran kita mendeteksi adanya rasa yang menghimpit dada hingga terasa sesak dan pahit. Sadari, amati, lalu lepaskan. Tanpa izin dari kita, kebencian tak akan mampu menyentuh kita.

Mengetahui akibat dari perbuatan buruk membuat kita merasa kasihan kepada si pelaku. Pengetahuan ini juga menggerakan kita untuk berhati-hati dalam berpikir, bertutur, dan bertindak.

Karena hati yang terlukai akan dengan mudah menjadi sarang kemarahan dan  kebencian.  Memancarkan cinta kasih untuk mereka yang telah menyakiti kita, tidaklah mudah. Akan tetapi dengan tulus, terus berupaya maka kita akan tahu bahwa cinta kasih telah mengalahkan kebencian, dan memampukan kita mendoakan semoga orang yang menyakiti kita. Semoga mereka mendapatkan pencerahan dan menyadari kekeliruannya.

Bagaimana dengan kebahagiaan?  Ini bukan lagi tentang pemuasan keinginan yang tak berujung, tetapi kita paham ada semacam rasa yang menyenangkan pada objek yang kita lihat, dengar, kecap, sentuh, atau bahkan sekedar muncul dalam pikiran kita.

Dan ketika kita menikmati rasa yang baik ini, kita merasakannya dengan sukacita. Objek disini bisa juga objek devosi seperti melihat Rupang Buddha, Simbol-simbol Dhamma atau bahkan saat bertemu dengan anggota Sangha. Itu sebabnya salah satu ungkapan yang sering kita dengar mengatakan, "Dia menikmati rasa Dhamma"

Kebahagiaan tertinggi yang diinginkan oleh semua murid Buddha tentu saja Nibbana. Seperti sesuatu tentang sebuah objek dapat dipahami sepenuhnya hanya oleh mereka yang benar-benar telah mengalaminya.

Demikian pula sifat Nibbana hanya dapat dipahami sepenuhnya oleh orang-orang Mulia yang telah mencapainya. Sifat yang mendalam dari Nibbana tidak dapat dipahami hanya dengan spekulasi manusia duniawi.

Orang-orang Mulia yang telah melihat Nibbana secara langsung berlawanan dengan manusia pada umumnya yang masih diliputi kebodohan dan nafsu keinginan, mereka seperti orang yang saling memunggungi berlari ke arah yang berlawanan. Semoga pada waktunya kita semua bisa meraihnya.

Sebuah pertanyaan sederhana: "Apakah Anda benar-benar tahu?" ternyata tidaklah sesederhana itu. Butuh waktu sepanjang hidup untuk dapat benar-benar memahami seluruh jawabannya. Atau mungkin butuh waktu lebih lama lagi, entah berapa banyak kehidupan lagi yang harus dijalani untuk dapat benar-benar meraih dan merasakan  kebahagiaan tertinggi Nibbana.

Semoga semua mahluk berbahagia.

**

Bandung, 02 Oktober 2022
Penulis: Yasodha Dei, Kompasianer Mettasik

Learn, Rise, and Shine

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun