Mohon tunggu...
grover rondonuwu
grover rondonuwu Mohon Tunggu... Buruh - Aku suka menelusuri hal-hal yang tersembunyi

pria

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bagaimana Menyatakan Sikap Politik di Ruang Publik

2 April 2018   10:03 Diperbarui: 27 Mei 2018   17:31 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada satu istilah populer dalam bahasa Inggris yang sering digunakan sebagai rambu-rambu yang mesti diperhatikan, ketika menyatakan sikap politik diruang publik. Rambu-rambu itu disebut "Political Correctness". 

Terjemahan hurufiah "Political Correctness" kebahasa Indonesia  adalah, "Politik dengan cara yang benar" atau Politik yang pantas".  

Lawan dari Political Correctness adalah "Political incorrectness". Terjemahan langsung "Political incorrectness" adalah Politik melecehkan yang lain, atau politik dengan formulasi yang tidak pantas. 

Saya akan memberikan beberapa contoh kasus   dalam perdebatan  politik praktis  di Indonesia. Berangkat dari contoh kasus  yang akan saya angkat itu,diharapkan: Pertama,  kita akan temukan Istilah Indonesia yang sepadan dengan Political Correctness itu. Kedua, kita bisa ambil pelajaran dari kasus-kasus itu.

Pernyataan Politik Yang Melecehkan (Political incorrectness)


Misalnya pernyataan Habieb Rizieq tentang Gus Dur di salah satu setasiun Televisi yang  bisa kita saksikan lewat Youtube. Dengan sangat emosional beliau  berkoar: "Gus Dur itu buta matanya, buta hatinya".

Pernyataan Habieb Rizieq ini bukan kategori kritik, melainkan penghinaan. Dia bukan hanya menghina  Gus Dur secara pribadi, tapi lebih dari pada itu. Habieb Rizieq melecehkan kelompok difabel secara keseluruhan. Bahwa orang buta itu, buta hatinya. Inilah yang dinamakan pernyataan politik yang melecehkan, pernyataan politik yang tidak pantas, atau "Political incorrectnes".

Seorang intelektual dari  UGM Jogyakarta, Zaenal Arifin Mochtar, dalam diskusi kenegaraan tentang eksistensi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Senayan Jakarta, berkomentar begini:

"Indonesia negara "banci" lantaran ketidak jelasan sistem ketatanegaraan, antara sistem presidensial dengan sistem parlementer. Akibatnya, banyak kebijakan cincai-cincai hasil kompromi eksekutif legislatif".(Poskota 11 Februari 2016).

Zaenal Arifin Mochtar menganalogikan sebuah Rancangan Undang-Undang yang tidak konsekuen seperti banci.

Ini juga sebuah pernyataan "Political incorrectness". Siintelektual ini mengkritik Rancangan Undang-Undang sambil merendahkan orientasi seksual kelompok minoritas yang punya hak hidup dinegara Republik Indonesia. Bahwa tidak konsekwen, setengah-setengah adalah banci.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun