Chapter 25: Conclusion
Narator: Frederick Henderson Sibarabara (Freddy)
Sekolah berjalan seperti biasa, saya bersama Natalia melihat dari atas dan memperhatikan semua murid-murid yang masuk ke sekolah. Mereka terlihat seperti murid biasa, akan tetapi salah satu dari mereka memiliki bakat yang luar bisa. Mereka bisa merasakan satu sama lain atau mereka bisa merasakan bahwa kita ada. Orang yang miliki kemampuan seperti kita bisa merasakan satu sama lain.
"Rasanya salah satu dari murid baru sudah bisa merasakan keberadaan kita. Aku rasa ada 3 murid baru."
"Saya tahu. Mereka telah melihat kita juga. Mereka sekarang sedang berada di dalam ruang kepala sekolah."
Ajaran baru telah dimulai, salah anggota dari ZIEL akan dipilih. Sebagai pemimpin dari ZIEL. Saya harus membantu murid-murid yang ada di sana dan mempertahankan Idiology kemanusian. Itu yang telah diterapkan oleh kakak saya dan papa saya. Saya telah dipilih sebagai pemimpin oleh ZIEL sendiri atau oleh diri saya sendiri.
-------0---------
Setelah saya menembakan pistol. Tembakan itu saya arahkan ke atas. Saya tidak membunuh kakak saya. Saya tahu itu bukan tujuan yang paling tepat.
"Meskipun demi melakukan untuk manusia. Kita sampai membunuh, itulah bukan idiology untuk kemanusian melainkan itu sebuah ambisi. Club ini berdiri bukan didasarkan uang atau asset, melainkan berdiri berdasarkan harapan." Itu kata-kata yang muncul dalam pikiran saya.
"Kamu lulus." Kakak berkata dengan senyum. Senyumnya saya kenal kembali. Senyumnya yang ramah.
"Maksud kakak?"
"Ini semua cuma test. Ingin membuktikan kamu pantas sebagai pemimpin di sekolah. ZIEL bukan mencari sebuah ambisi, tapi sebuah kebijasanaan dari seorang pemimpin. ZIEL ingin meninggalkan aturan lama yang terpendam. Itu sebabnya terjadinya Quazarot.
Quazarot ada itu disebabkan aturan lama yang telah lama terkubur. Joshua sekarang sudah tidak ada lagi. Saatnya ZIEL diserahkan pada generasi baru. Aturan yang ZIEL butuhkan adalah sebuah harapan bukan sebuah kematian.Â