Slot tak pandang bulu, bahkan dua bek sayap andalan, Trent dan Andy Robertson, tak luput dari "terapi kejut"-nya. Conor Bradley, pemain muda potensial, secara mengejutkan mendapat porsi bermain yang signifikan, begitu pula Kostas Tsimikas di sisi kiri.Â
Meskipun secara obyektif, keputusan Slot terbukti jitu dengan mengantarkan Liverpool meraih gelar Premier League lebih cepat, bagi seorang pemain yang telah mengukuhkan status sebagai starter tak tergantikan, situasi ini tentu menggerogoti ego.Â
Merasa tidak lagi menjadi pilihan utama mutlak, apalagi dengan performa Bradley yang juga impresif, bisa jadi menjadi pil pahit yang sulit ditelan Trent.Â
Sebuah ironi, di mana kesuksesan tim justru menjadi salah satu alasan kepergian pemain 26 tahun ini.
Kedua, Ambisi Jadi Kapten yang Terbentur Realitas. Isu mengenai ban kapten juga menjadi pertimbangan yang tak bisa diabaikan.Â
Sebagai pemain jebolan akademi dan memiliki loyalitas tinggi, wajar jika Trent memiliki ambisi untuk suatu saat memimpin Liverpool meneruskan trah Steven Gerrard.
Namun, realitas berkata lain. Dua pemain senior dengan pengaruh besar, Virgil van Dijk dan Mohamed Salah, justru memperpanjang kontrak mereka.
Keputusan yang logis secara obyektif, mengingat status dan kepemimpinan keduanya, namun secara subyektif bisa dirasakan berbeda oleh Trent. Seolah-olah, kontribusinya dan rasa cintanya pada klub kurang mendapatkan apresiasi dalam bentuk pengakuan kepemimpinan.
Meskipun sulit untuk menafikan kualitas kepemimpinan Van Dijk dan Salah, bagi Trent, mungkin terasa seperti "sinyal" bahwa ban kapten belum akan menjadi miliknya dalam waktu dekat.Â
Sebuah ironi kedua, di mana loyalitas dan kecintaan pada klub justru berujung pada perpisahan karena terbentur hierarki yang sudah mapan.
Trent Alexander-Arnold: Kepingan yang Hilang di Puzzle Real Madrid?
Jika kabar kepindahannya ke Real Madrid benar adanya, maka Los Blancos patut bertepuk tangan. Mereka berhasil mendapatkan pemain kelas dunia secara gratis untuk kedua musim berturut-turut.