Terletak di perbukitan terpencil Bosnia Herzegovina, desa kecil Medjugorje sungguh fenomenal. Mungkin belum setenar Lourdes di Perancis atau Fatima di Portugal, tempat ini ternyata dikunjungi jutaan wisatawan rohani, utamanya Katholik, sejak 1981. Tahun itu enam anak di desa mengaku melihat penampakan Bunda Maria yang memberikan pesan-pesan perdamaian. Vatikan sangat berhati-hati. Namun, belum lama ini, tepatnya 19 September 2024, Vatikan melalui Kantor Kepausan untuk Doktrin Iman menyatakan Medjugorje sebagai tempat ziarah resmi Katholik karena buah-buah rohani yang diterima para peziarah setelah mengunjungi di tempat ini.
Oktober 2024 lalu, kami mengunjungi Medjugorje dari kota Salburg, Austria. Bertiga, bersama istri dan anak, kami mengambil kereta paling pagi dari Salzburg menuju Vienna. Dari sana, kami naik pesawat menuju Dubrovnik. Dari kota indah pesisir Kroasia ini, kami meneruskan perjalanan darat sejauh 130km. Dijemput sopir yang sudah diatur hotel tempat kami akan menginap di Medjugorje. Perjalanan menyusuri pantai yang indah dan jalan tol mulus kurang dari 2.5 jam. Lepas tengah hari kami sudah tiba di tujuan.
Medjugorje menurut bahasa lokal berarti di antara pegunungan. Dan memang kota kecil ini terletak dekat dua bukit yaitu Bukit Krizevac dan Bukit Podbrdo. Dari ibukota Sarajevo jaraknya sekitar 150km. Dihuni kurang lebih 4000-an penduduk. Mayoritasnya bangsa Kroasia dan pemeluk Katholik.
Setiba di Medjugorje kami segera check in di Hotel Maria. Dari penginapan ini, hanya dua menit jalan kaki kami sudah tiba di Gereja St James. Tempat ini menjadi titik fokus para peziarah. Di sana diselenggarakan misa, devosi, dan adorasi. Gereja bermenara ganda ini dibangun pada 1969, dan diberi nama St. James atau Rasul Yakobus, pelindung para peziarah. Tepat di belakang gereja, terdapat altar dengan lapangan luas yang bisa menampung sekitar 5000-an peziarah sekaligus. Yang akan melakukan jalan salib bisa menuju taman asri tak jauh dari sana. Di lokasi itu juga ada patung besar Kristus yang Bangkit (the Risen Christ Statue). Ada pemandangan unik, para peziarah membawa sapu tangan untuk mengambil minyak yang mengucur keluar dari patung besar ini.
Sore harinya kami mengikuti misa kudus di lapangan terbuka bersama ribuan peziarah dengan khidmat. Diawali dengan doa rosario, dilanjutkan misa kudus dan adorasi. Di penghujung acara ada pemberkatan khusus bagi para peziarah dan juga benda benda rohani yang dimohonkan berkat. Karena peziarah dari pelbagai negara, untuk kemudahannya, misa dan doa diberikan dalam pelbagai bahasa mengikuti jadwal yang tersedia. Di altar imam memimpin didampingi puluhan imam lain dan petugas ibadat. Cuaca sangat mendukung. Namun cukup dingin. Sangat disarankan mengenakan jaket saat mengikuti ibadat di lapangan terbuka ini. Selesai pukul 21.00. Demikian kami menutup rangkaian acara hari pertama.
Pada hari kedua, kami sengaja bangun pagi. Tujuan kami adalah bukit penampakan (The Apparation Hill) tempat keenam anak mendapatkan visi dan pesan perdamaian dari Bunda Maria. Dari tempat kami menginap, kami berjalan kaki. Melewati jalan rata, toko-toko, penginapan, dan rumah penduduk setempat, kami lihat suasana pagi itu masih sepi. Hawa pagi sejuk membuat kami bersemangat menuju bukit penampakan itu. Dari pengalaman kami tahu medannya cukup menantang. Karenanya kami pastikan mengenakan sepatu yang benar-benar nyaman. Sebagai bekal kami bawa air minum dalam tas kecil serta payung sekadar berjaga jika turun hujan. Mengingat kami datang di bulan Oktober. Kami juga membawa tongkat. Biasanya hotel dan penginapan menyediakannya bagi para peziarah. Dari titik awal pendakian kurang lebih 30 menit setelah melewati salib biru, kami tiba di puncak bukit. Ada patung Bunda Maria warna putih. Para peziarah dalam hening mengelilingi tempat itu sembari berdevosi dan berkontemplasi. Tak hanya kami bertiga, banyak juga anak-anak, remaja juga para orangtua yang mengunjungi Bukit Penampakan ini. Bahkan kami bersua satu difabel yang ditandu empat orang turun bukit usai berdevosi.
Selain gereja St James dan Bukit Penampakan, ada satu lagi situs bagi para peziarah di Medjugorje yaitu Bukit Salib. Secara swadaya, masyarakat setempat pada 1934, membangun sebuah salib beton setinggi 8.5 meter. Dan pada 1988, bukit salib dilengkapi relief-relief perunggu jalan salib karya pemahat Italia, Prof Carmelo Puzzolo. Dari puncak bukit, kita bisa melihat kota kecil Medjugorje ini. Namun, untuk sampai puncak setinggi setidaknya 520 mdpl, kita perlu memastikan benar-benar fit. Terakhir kami mendaki bukit ini pada 2015 silam.
Sore hari kedua, cuaca sedang tidak bersahabat, mendung tebal sejak tengah hari. Pukul 17.00 kami bersama ribuan peziarah sudah berada di lapangan terbuka. Bersiap mengikuti misa dan adorasi. Tak lama kemudian hujan lebat mengguyur Medjugorje. Kami kemudian beranjak masuk gereja. Gereja St James penuh sesak para peziarah. Banyak yang rela berdiri karena bangku benar-benar sudah terisi penuh. Namun semua tetap tertib dan khusuk mengikut rangkaian acaranya. Satu imam sebagai konselebran utama memimpin 25 lebih imam lainnya yang ambil bagian dalam misa itu. DIbawakan dalam bahasa Kroasia, misa dan adorasi berakhir pukul 21.00. Hujan masih gerimis kecil saja menemani kami menuju hotel.
Setiap kali mengunjungi Medjugorje, kami pastikan mampir ke MIR, pusat informasi Medjugorje. Dalam bahasa Kroasia, “mir” berarti damai. Di MIR ini kami mendapatkan informasi terbaru mengenai Medjugorje termasuk buku-buku sejarah penampakan Bunda Maria, komunitas lokal, pelbagai opsi ziarah, dan bahkan MIR juga menerima permohonan dan intensi khusus peziarah yang minta didoakan.
Yang tidak ketinggalan adalah mencicipi makanan lokal. Banyak pilihan. Dominan masakan italia dan eropa, tapi makanan yang sehat seperti salad dengan sayur segar dengan tambahan minyak zaitun mudah didapatkan. Biasanya tiap hotel dan penginapan menyediakan sarapan roti tawar lengkap dengan telur, daging dan butter serta selai beserta kopi dan teh. Bila menginginkan kudapan lokal dan ice cream, tinggal melipir ke toko-toko di sepanjang jalan utama kota ini. Untuk kemudahan transaksi selama di Medjugorje, kami sengaja siapkan uang receh Euro untuk membeli makanan, minuman atau sekadar suvenir. Di salah satu toko, kami sempatkan membeli benda rohani buat oleh-oleh.
Pada hari ketiga, kami bangun pagi-pagi check out meninggalkan Medjugorje. Disopiri Draco, anak muda Kroasia, yang juga keponakan pemilik hotel tempat kami menginap, kami menuju Dubrovnik. Selanjutnya ke Vienna dan kembali ke Salzburg. Kelak, jika ada kesempatan dan waktu mengijinkan kami akan mengunjungi kembali kota kecil penuh berkat di Bosnia Herzegovina ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI