Mohon tunggu...
Gregorius Aditya
Gregorius Aditya Mohon Tunggu... Brand Agency Owner

Pengamat Industri Kreatif. Pebisnis di bidang konsultan bisnis dan pemilik studio Branding bernama Vajramaya Studio di Surabaya serta Lulusan S2 Technomarketing Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Saat ini aktif mengembangkan beberapa IP industri kreatif untuk bidang animasi dan fashion. Penghobi traveling dan fotografi Landscape

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Personal Branding vs Flexing, Bedanya Apa Sih?

5 Februari 2024   06:30 Diperbarui: 7 Februari 2024   01:05 1527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kegiatan influencer. Sumber: rzfsoftware.com

Kehadiran banyaknya influencer di masa sekarang membuat akhirnya informasi yang kita terima di dunia maya amat beragam. Masing-masing influencer memiliki caranya masing-masing untuk berkomunikasi, dan tak jarang pula banyak di antara mereka yang melancarkan strategi hingga sampai pamer harta atau kegiatan-kegiatan mewah yang tak mungkin orang awam kalangan menengah tak mungkin rasakan. 

Ada banyak sekali konten yang belakangan kita ketahui ternyata dibuat-buat hanya demi menarik perhatian. Namun terkadang banyak pula konten yang apa adanya dan mengalir. Banyak orang berlomba-lomba untuk menampilkan diri mereka sebaik mungkin. 

Hal ini melahirkan antusiasme kuat pada konsep ilmu personal branding, sebuah konsep yang membahas proses membangun dan mengelola citra atau reputasi diri.

Ilustrasi aspek-aspek personal branding. Sumber: pranataprinting.com
Ilustrasi aspek-aspek personal branding. Sumber: pranataprinting.com

Di era digital saat ini, tak dapat dipungkiri bahwa hasrat menampilkan diri tersebut seolah menjadi hal yang paling utama. Andaikata di dalam posisi para influencer aktif tersebut, kemungkinan besar kitapun akan dengan giatnya mencoba membuat konten dari apapun kegiatan kita, kita mungkin bisa menyusun bagaimana tampilan diri kita personal untuk ditampakkan secara online, memperlihatkan pencapaian kita, dan berusaha untuk menonjol dari yang lain. 

Meskipun begitu, di manakah batas antara personal branding yang asli dan sikap flexing yang terus menerus terlihat memanjakan diri sendiri itu? Apakah mereka seperti dua sisi mata uang yang sama, ataukah mereka memang sesuatu yang secara fundamental berbeda?

Secara mendasar, meskipun keduanya melibatkan berbagai aspek kehidupan kita secara online, personal branding dan flexing merupakan dua hal yang berbeda. 

Perbedaan keduanya cukup mencolok dalam tujuan dan metode inti ketika menampilkan diri. Baik dari intensi, keotentikan, fokus konten, hingga dampak yang ditampilkan masing-masing apabila dicerna akan terlihat bedanya sehingga kita bisa mewaspadainya.

Ilustrasi tentang kegiatan influencer. Sumber: digination.id
Ilustrasi tentang kegiatan influencer. Sumber: digination.id

1. Adanya Perbedaan Niat dan Tujuan

Personal branding pada dasarnya adalah sebuah proses yang bertujuan untuk membangun reputasi positif dan kredibel seputar keterampilan, keahlian, atau nilai-nilai yang kita miliki. Personal branding adalah tentang bagaimana kita menetapkan diri kita sendiri sebagai orang yang memiliki otoritas di bidang atau ceruk keahlian tertentu. 

Sebaliknya, flexing bertumbuh dengan cara memamerkan harta benda, prestasi, atau gaya hidup sebagai hasil yang terus menerus ditunjukkan terutama untuk mendapatkan pengakuan dan kekaguman sosial. Hal ini sering kali berakar pada keinginan untuk dianggap lebih unggul yang pada akhirnya membuat iri orang lain.

Dalam hal tujuan, personal branding justru berupaya untuk menambah nilai pada kehidupan audiens yang disasar dengan menawarkan informasi, inspirasi, atau solusi yang bermanfaat. 

Hal-hal semacam ini dari sisi audiens tentunya akan mendorong pembelajaran, pertumbuhan, dan hingga kepada pembangunan komunitas yang berakar dari rasa kedekatan atas hubungan baik dengan influencer. 

Sebaliknya, sikap flexing sering kali menimbulkan perbandingan dan rasa iri, sikap acuh tak acuh pada perasaan yang dimiliki audiens, yang berpotensi menumbuhkan sikap negatif dan ketidakpuasan di kalangan audiens. 

Audiens akan merasa ada penghalang yang tak terjangkau antara dia sendiri dan influencer yang ia ikuti kontennya, serta komunikasi yang berjalan cenderung satu arah saja. 

Ilustrasi kegiatan flexing. Sumber: icarefamilyvision.com
Ilustrasi kegiatan flexing. Sumber: icarefamilyvision.com

2. Orisinalitas: Perang Konten Asli vs Palsu

Personal branding yang autentik menampilkan jati diri dan pencapaian kita secara apa adanya. Seluruh konten-konten yang dibangun menyoroti perjalanan, perjuangan, suka duka, dan pembelajaran hidup yang kita terima. 

Mereka yang berfokus pada konten personal branding akan lebih fokus berkisar pada berbagi wawasan, keahlian, dan pengalaman berharga yang mereka terima. Ini dapat mencakup postingan blog, tutorial, pemikiran akan nilai-nilai kepemimpinan, maupun interaksi yang menarik terutama dari sisi audiens. Semuanya itu tentunya untuk membangun kepercayaan dan hubungan dengan audiens yang disasar dalam konten. 

Sebaliknya, flexing cenderung melibatkan hal yang berlebihan, menyimpang, atau bahkan palsu untuk menciptakan ilusi akan adanya kemewahan atau kesuksesan tanpa memperlihatkan di balik layar. 

Konten-kontennya tentunya akan mengutamakan bagaimana mereka menampilkan harta benda, pengalaman mewah, atau bahkan mereka yang bermain flexing tak ragu mengeluarkan pernyataan yang sombong. 

Ketidakaslian ini tentunya merupakan hal yang dapat menjadi bumerang, merusak kredibilitas diri kita dan sangat rawan menumbuhkan kebencian maupun kecemburuan sosial. 

Ilustrasi kegiatan influencer. Sumber: rzfsoftware.com
Ilustrasi kegiatan influencer. Sumber: rzfsoftware.com

3. Adanya Community-Building vs Dikte Self-Display

Berdasarkan tujuannya yang lebih berfokus pada interaktivitas dengan audiens, Personal Branding akhirnya mendorong pembangunan komunitas yang lebih mengintensifkan interaksi, dialog, dan kolaborasi. Hal ini akhirnya menciptakan ruang untuk pembelajaran dan dukungan bersama antara influencer dan audiens. 

Personal branding akan selalu menjadi strategi jangka panjang yang dibangun berdasarkan kepercayaan, konsistensi, dan hubungan yang tulus. Akan selalu ada upaya yang dilakukan influencer untuk mempertahankan keterlibatan audiens.

Di sisi lain, flexing akan cenderung berfokus pada pembenaran egoisme dan mengasingkan diri. Ia seakan mendikte pada proyeksi tentang gambaran satu dimensi dari diri sendiri yang harus dilihat dari sudut pandang itu saja.

Memang ia terlihat berkembang cepat karena adanya "ledakan perhatian" yang berumur pendek, yang sering kali dipicu oleh hal-hal yang mengejutkan atau kontroversial. Meskipun begitu, dampaknya adalah ia akan cenderung cepat memudar tanpa adanya substansi yang mendukungnya.

Ilustrasi kegiatan influencer. Sumber: sasanadigital.com
Ilustrasi kegiatan influencer. Sumber: sasanadigital.com

Konklusi

Pada akhirnya, personal branding, jika dilakukan dengan benar, dapat menghasilkan peluang karier, kolaborasi, dan pengakuan publik yang positif. Ia akan menunjukkan keahlian dan semangat kita, menarik individu yang berpikiran sama dan bahkan klien potensial bagi bisnis kita. 

Meskipun sering kali di lapangan terdapat taktik pelaksanaan yang tumpang tindih, pada akhirnya, personal branding dan flexing akan selalu dapat terbedakan. Yang satu memberdayakan dan menambah nilai, sementara yang lain mencari validasi melalui citra diri yang berlebihan. 

Dengan melihat bagaimana tujuan dan dampak yang dihasilkan, tentunya saat kita melihat dan hendak mengikuti influencer, kita pada akhirnya bisa belajar memilih figur dengan bijak, dan akan selalu menyadari bahwa kesuksesan sejati terletak pada keaslian dan kontribusi yang tulus, bukan sekadar kekaguman sekilas yang hanya berdasarkan pada pajangan kosong.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun