Mohon tunggu...
Gregorius Aditya
Gregorius Aditya Mohon Tunggu... Konsultan - Brand Agency Owner

Seorang pebisnis di bidang konsultan bisnis dan pemilik studio Branding bernama Vajramaya Studio di Surabaya serta Mahasiswa S2 jurusan Technomarketing Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Saat ini aktif mengembangkan beberapa IP untuk bidang animasi dan fashion. Penghobi traveling dan fotografi Landscape

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Ketika Sistem Cashless Tidak Bersahabat dengan Uang Terakhir di Dompet

16 Januari 2024   17:04 Diperbarui: 17 Januari 2024   11:15 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penggunaan cashless untuk pembayaran. Sumber: Shutterstock via KOMPAS.com

Suatu hari saya tengah kelaparan dan kehausan di suatu tempat di Surabaya untuk mencari makan. Saya pun mampir ke sebuah tempat makan dimana terdapat banyak stand di situ. 

Naasnya saat itu kondisi tempat itu ternyata mengharuskan pembayaran cashless only. Saya yang sudah jauh-jauh berjalan jauh pun terpaksa tidak jadi memesan, harus berjalan lebih jauh lagi untuk mencari makan mengingat saat itu kondisi rekening saya sangat menipis, ada limit penarikan uang dari bank, dan juga hanya tersisa uang terakhir di dompet. 

Maklum, sebagai orang yang tergolong pekerja berbasis proyek, pendapat yang tak tentu itu adalah sesuatu yang wajar. Namun dari sini saya belajar bahwa implementasi cashless dari aspek masyarakat tidak semudah membalik telapak tangan.

Meskipun sistem non-tunai menawarkan banyak manfaat seperti kenyamanan, keamanan, dan transparansi, hal ini dapat menimbulkan hambatan bagi mereka yang tidak memiliki akses terhadap metode pembayaran digital atau infrastruktur yang diperlukan. 

Kasus yang saya alami sendiri akhirnya menyiratkan tantangan pengecualian sistem bagi orang-orang yang tidak terjangkau sistem tersebut. Adalah beruntung jika ada orang baik yang mampu diajak bekerja sama mengatasi pembayaran tersebut, namun umumnya pada akhirnya menimbulkan keterpaksaan untuk mencari cara lain untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut.

Setidaknya tiga hal yang terimplikasi dapat terjadi berkaca dari kasus saya tersebut, yakni aksesibilitas, kesenjangan digital, hingga adanya inklusi keuangan. 

Ilustrasi tentang digital payment. Sumber: paper.id
Ilustrasi tentang digital payment. Sumber: paper.id

Secara aksesibilitas, tidak semua orang memiliki rekening bank atau smartphone, terutama di kelompok masyarakat yang tidak mempunyai rekening bank atau demografi dengan tingkat literasi teknologi yang rendah. Hal ini dapat membuat mereka terjebak dalam lingkungan tanpa uang tunai. 

Dalam hal kesenjangan digital, dapat memunculkan adanya ketimpangan akses terhadap atas keuangan digital yang dilandasi konektivitas internet, khususnya di daerah pedesaan, dimana hal tersebut dapat semakin membatasi kelayakan transaksi non-tunai. 

Di samping itu, kendala inklusi keuangan dimana kelompok tertentu, seperti kelompok lanjut usia atau masyarakat yang tidak mempunyai rekening bank, sangat mungkin menghadapi kesulitan beradaptasi dengan sistem pembayaran baru, yang berpotensi menyebabkan eksklusi sosial dan ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun