Di tengah arus komunikasi digital yang serba cepat dan instan hari ini, Hari Persahabatan Sedunia yang jatuh setiap 30 Juli, menjadi momen istimewa.
Ya, momen untuk mengenang bentuk-bentuk persahabatan yang pernah tumbuh dengan cara yang lebih lambat tetapi penuh makna. Salah satunya lewat sahabat pena.Â
Dulu, sebelum ada WhatsApp dan berbagai media sosial lainnya, selembar kertas surat dan perangko adalah jembatan yang menyatukan dua hati yang berjauhan.
Sahabat pena adalah bukti bahwa jarak bukanlah penghalang untuk menjalin persahabatan. Dari balik meja tulis di kamar sederhana, seseorang bisa membuka hati dan bercerita panjang lebar kepada orang asing di seberang benua.Â
Mereka tak pernah bertemu, tak tahu rupa, tapi berbagi isi hati dengan tulus. Surat demi surat menjadi ruang di mana emosi, harapan, dan cerita tumbuh perlahan namun mendalam.
Mengirim surat kala itu bukan sekadar berbagi kabar. Ada ritual istimewa seperti memilih kertas surat yang indah, menulis dengan hati-hati, dan menantikan balasan dengan sabar.Â
Menunggu berhari-hari bahkan berminggu-minggu untuk satu balasan, justru menjadikan setiap surat terasa berharga. Tidak ada yang instan. Semua dibalut kerinduan yang hangat.
Banyak yang akan menanyakan pak pos apabila lewat. "Pak, apakah ada surat untuk saya?" dan pak Pos keliling tetap akan menjawab dengan senyum ramahnya, baik ada maupun tak ada.
Sahabat pena juga membuka jendela ke dunia yang lebih luas. Anak-anak desa bisa bersahabat dengan anak kota, bahkan lintas negara.Â