Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jumat Agung, Kala Yesus Disalibkan di Koloseo-Roma

15 April 2017   06:26 Diperbarui: 15 April 2017   21:00 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjagaan ketat di sekitar kawasan Koloseo Roma FOTO: adnkronos.com

Obyek wisata terkenal di jantung kota Roma itu sejenak menjadi gelap. Hanya ada lampu lilin di mana-mana dan remang-remang seadanya. Inilah suasana malam Jumat Agung di Koloseo Roma.

Di obyek sejarah bernama il colosseo ini-lah dilangsungkan Perayaan Jalan Salib Yesus. Paus Fransiskus memimpin langsung perayaan malam ini. Suasana sunyi pun langsung dimulai pada pukul 9 malam waktu Roma. Di sekitar koloseo, penjagaan dari pihak keamanan pun ketat. Sejak pukul 13.00 hari Jumat tadi, jalan-jalan dan obyek wisata di sekitar sudah ditutup untuk umum. Penutupan ini sekaligus menegaskan betapa pentingnya upacara malam Jumat ini. Tingkat keamanan menjadi tujuan utama dari penjagaan ini.

Dengan ini, perayaan ini pun berlangsung aman. Suasana nyaman inilah yang dialami oleh warga Roma dan wisatawan manca negara yang ikut dalam perayaan ini. Dari ke-14 perhentian dalam Jalan Salib ini, hampir semuanya diwakilkan oleh banyak orang dari seluruh dunia. Mereka mendapat jatah untuk membawa Salib di setiap perhentian.

Dari Asia misalnya ada suster dari India, sepasang anak muda dari Cina. Dari Afrika juga demikian, ada suster dan anak muda dari Mesir dan seorang pastor dari Israel. Dari Amerika Latin, ada anak muda dari Kolumbia. Dari Eropa bervariasi, mulai dari penyandang disabilitas dari Italia sampai pasangan muda dari Prancis, Portugal, dan Polandia.

Perwakilan dari berbagai negara ini dipilih karena berbagai alasan. Untuk Kolombia dan Mesir misalnya karena menjadi tempat kunjungan Paus Fransiskus nanti. Demikian juga dengan Israel yang punya ikatan spiritual dengan kota Roma. Perayaan Jalan Salib ini memang mempunyai ikatan bukan saja soal tempat dan sejarah tetapi juga spiritual.

Anne-Marie Pelletier, teolog dari Prancis yang menulis meditasi pada Jalan Salib 2017 di Koloseo Roma, FOTO: consolata.org
Anne-Marie Pelletier, teolog dari Prancis yang menulis meditasi pada Jalan Salib 2017 di Koloseo Roma, FOTO: consolata.org
Penulis meditasi Jalan Salib tahun 2017 Anne-Marie Pelletier dalam wawancara dengan Radio Vatikan mengatakan bahwa meditasi jalan salib tahun ini tidak mengikuti meditasi pada tahun-tahun sebelumnya. Meditasi Jalan Salib memang tidak mempunyai patokan yang kaku. Itulah sebabnya, Pelletier memilih untuk mengaitkan dengan situasi aktual misalnya masalah kaum imigran, peperangan, dan masalah sosial lainnya.

Selain masalah ini, tema menarik dalam meditasi Jalan Salib ini adalah tentang perempuan. Tema ini kiranya tidak asing sebab penulis meditasi jalan salib adalah seorang perempuan: Anne-Marie Pelletier (70 tahun) dari Prancis. Doktor Kitab Suci yang mengajar ermeneutica biblica (tafsir Kitab Suci) di Collège des Bernardins di kota Paris ini dipilih langsung oleh Paus Fransiskus.

Paus kiranya tidak asal pilih. Pelletier memang bukan sekadar Teolog dan Ahli Kitab Suci. Selain sebagai seorang istri dan Ibu dari 3 anak, dia adalah pemenang hadiah il Premio Ratzinger pada 2014 yang lalu. Hadiah ini diberikan pada para Teolog berprestasi dari seluruh dunia. Jangan heran jika nama Josef Ratzinger sebagai Filsuf dan Teolog kondang abad ini sengaja disematkan dalam hadiah berprestisius ini. Pelletier adalah satu dari para teolog berprestasi ini.

Sebagai seorang Ibu, Pelletier pun ikut merefleksikan masalah kaum perempuan saat ini. Pada perhentian ke-7 (Yesus dan para Perempuan Yerusalem), Pelletier menulis tentang tangisan. Perempuan Yerusalem pada saat itu memang menangis melihat Yesus yang memikul salib dalam keadaan tanpa berpakaian. Tangisan seperti ini—tulis Pelletier—masih terjadi saat ini. Misalnya, tangisan anak-anak yang diteror, tangisan anak yang terluka di tempat penampungan sambil mencari sang ibu yang hilang, tangis karena kesepian dari para orang sakit, juga tangisan penderitaan lainnya. Kita semua kiranya sepakat dengan Pelletier bahwa masih banyak bentuk tangisan lainnya di dunia yang tidak aman ini.

Suasana jalan salib di Koloseo, FOTO: lastampa.it
Suasana jalan salib di Koloseo, FOTO: lastampa.it
Tangisan dan penderitaan yang direfleksikan oleh Pelletier inilah yang menggema di balik bangunan Koloseo Roma pada Jumat malam tadi. Refleksi teolog Prancis ini mengingatkan kita bahwa penderitaan dan tangisan itu ada dalam sejarah kehidupan. Tidak ada kehidupan tanpa tangisan dan penderitaan. Ini berarti tangisan dan penderitaan akan selalu mewarnai hidup kita.

Memang, tangisan dan penderitaan sudah sejak lama ada, dan akan selalu ada bersama kita. Pengkhotbah dari Tahta Suci Vatikan Pastor Raniero Cantalamessa mengingatkan tema ini pada acara kenangan akan penderitaan Yesus pada Jumat sore hari di Vatikan. Pastor Cantalamessa mengatakan, “Kematian yang kejam seperti yang Yesus alami tidak jauh berbeda dengan berita tentang kematian yang mewarnai koran dan TV seperti yang terjadi dengan anak-anak Siria, kematian 38 orang Kristen Koptik Mesir pada Minggu Palma kemarin.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun