Mohon tunggu...
Gloria Rafael Bancin
Gloria Rafael Bancin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Bersama saya Gloria Rafael Bancin, bagian dari mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi angkatan 2022 Universitas Andalas.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu 2024: Acuan Perilaku Pemilih di Balik Bilik Suara

30 Maret 2024   22:46 Diperbarui: 30 Maret 2024   22:46 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan Umum 2024 yang diadakan pada 14 Februari lalu memberikan banyak dinamika dalam penyelenggaraannya. Pemilih dihadapkan dengan banyak sekali pilihan, mulai dari Calon Legislatif, Calon Presiden dan Wakil Presiden yang beragam. Beragamnya calon tersebut menimbulkan tanda tanya apa yang sebenarnya melatar belakangi pemilih dalam memberikan hak pilihnya di bilik suara. Artikel ini akan mendalami secara teoritis mengenai beberapa model perilaku pemilih yang antara lain, Party Identification Model, Sociology Model, Dominant Ideology Model, dan Rational Choice Model.

Party Identification Model

Identifikasi partai (Party ID) merupakan sebuah konsep untuk memahami perilaku memilih yang mengidentifikasi dirinya dengan partai pilihannya (Rahmad & Muhammad, 2019). Pemilih dengan karakteristik seperti ini dapat dilatarbelakangi oleh faktor historis seperti halnya ideologi maupun sosialisasi yang diterima dalam lingkungan. Party ID identik dengan loyalitas pemilih terhadap partai pilihannya, oleh karena itu partai politik akan berusaha untuk mempertahankan para pemilih tersebut dengan berbagai cara. 

Dalam Pemilu 2024 kali ini, rendahnya party id masyarakat Indonesia menjadi masalah besar bagi partai politik. Beberapa survei menyebutkan bahwa hanya 6,8% masyarakat Indonesia yang merasa dekat dengan partai politik dan angka ini terus menurun signifikan dari pemilu beberapa tahun lalu (Hidayat, 2022). Namun, hasil Pemilu 2024 ini menunjukkan bahwa PDI-P menjadi partai pemenang dengan perolehan suara mencapai 19,33%. Tentu hal ini menunjukkan party id yang kuat di antara pendukung PDI-P meskipun terdapat guncangan seperti dukungan kader idola ,Jokowi, kepada pasangan Prabowo-Gibran. 

Selain itu, dukungan kelompok NU (Nahdlatul Ulama) kepada PKB juga dapat diidentifikaasi kuatnya party id dengan narasi "PKB adalah NU, NU adalah PKB". Hal ini dibuktikan dengan kuatnya suara umat islam khususnya NU yang memberikan kontribusi besar kepada kemenangan PKB di beberapa daerah khususnya Jawa Timur hingga menjadi pemenang keempat dalam Pemilu 2024. Dinamika pemilih dalam kacamata party id juga dapat dilihat melalui hasil survei pilihan terhadap calon presiden yang berubah-ubah mengikuti trend siapa yang didukung oleh partai politik pilihannya. 

Sociology Model

Model sosiologis adalah cara memilih individu dengan sudut pandang nilai-nilai sosisologis yang terikat dalam individu tersebut. Menurut Bartels dalam kajian Haryanto, nilai-nilai sosiologis yang menjadi faktor memilih tersebut adalah lingkungan sekitar atau yang terdekat seperti keluarga, pertemanan, agama, etnis, dan lainnya yang berkaitan dengan lingkup sosial (Haryanto, 2014). Untuk masuk lebih dalam lagi mengenai bahasan sociology model, baik sekali untuk melihat sudut pandang sebagian besar pemilih yang pada awal 2024 ini digemparkan dengan masa pemilihan presiden Indonesia.

Para pemilih pemula dalam pemilu 2024 lalu menjadi lahan empuk sosiologis efek. Sebagaimana yang diketahui pemilih pemula ialah golongan generasi muda yang sudah jarang melek politik sehingga golongan tersebut lebih banyak menyerap informasi dengan cara paling instan yakni dari lingkungan sekitar. Hal ini kentara pada masa kampanye yang diwarnai dengan branding paslon di berbagai kanal media sosial contohnya 'TikTok'. Terjun ke media sosial menjadi keputusan yang tepat bagi setiap pasangan calon karena kecepatan persebaran informasi dan promosi di dalamnya. Untuk itu TikTok menjadi lapak setiap paslon gencar membranding diri di hadapan generasi z dan juga milenial. Bagaimana Anies-Imin ramai diperbincangkan karena gerakan 'Slepet Imin' nya. Berangkat dari tingkah lucu itu p pemilih pemula pelan-pelan mengenali setiap pasangan calon khususnya paslon Desak Anies tersebut. Sementara itu Prabowo-Gibran juga cukup berhasil menjaring kaum gen Z sampai memiliki julukan 'Gemoy' karena tingkah lucunya. Hal ini didukung oleh cetusan gambar animasi Prabowo-Gibran dari hasil tangkapan Artificial Intelligence. Selain itu paslon tersebut juga memanfaatkan trend juga musik masa kini untuk lebih mudah masuk ke 'dunia' gen Z; tidak heran banyak anak muda berpihak pada paslon tersebut. Paslon 03 Ganjar-Mahfud tidak kalah telak, sama halnya dengan paslon 01 dan 02 pasangan lahiran PDIP ini juga memanfaatkan TikTok sebagai sarana branding dengan memanfaatkan fitur live.

Dari pemaparan tersebut jelas bahwa paslon-paslon apik memanfaatkan selera gen Z untuk meraup dukungannya. Pemilih pemula dalam konteks sosiologi model tersebut tentu terdoktrin dari apa yang paling dekat dengan mereka yakni media sosial dan lingkungan sekitarnya itu sendiri. Tidak hanya media sosial, pemilih pemula pun tidak lepas dari doktrin peranan sekitar seperti pilihan orang tua, teman, partner kerja, dan lain sebagainya. Kuatnya branding di media sosial ini nyatanya tidak hanya melahirkan pendukung dari generasi Z dan milenial tetapi kerap menarik perhatian penuh dari lapisan masyarakat lainnya.

Ada banyak sekali nilai sosiologis yang sangat mendukung keputusan pemilih, salah satu dan yang cukup mencolok ialah pendukung dengan latar belakang agama. Bahasan tersebut dekat sekali dengan keberadaan pasangan 01 dimana Anies yang dikenal sebagai sosok religius dan berwibawa melahirkan pendukung yang menggemari hal tersebut. Hal ini terbukti dari hasil survei kemenangan Anies yang unggul di daerah dengan tingkat masyarakat muslimnya yang tinggi, contohnya Provinsi Aceh yang menyumbangkan 2.369.534 suara dari hasil rekapitulasi nasional di KPU. Hal ini membuktikan bahwa model sosiologis sangat mempengaruhi tetapi juga tidak menutup kemungkinan menjadi alasan seorang pemilih putar haluan kepada pasangan calon lain.

Dominant Ideology Model
Ideologi dalam partai politik layaknya pedoman bagi partai politik dalam mencapai tujuan politik. Ide dan narasi politik yang tertuang merupakan hasil dari pengembangan nilai dan prinsip politik yang diinternalisasi menjadi pola dan tindakan politik partai tersebut (Geraldy, 2019). Namun, realitas politik saat ini menunjukkan keadaan bahwa partai politik memposisikan diri sebagai catch all party dengan mengaburkan ideologi dan menjadi pragmatis demi kekuasaan (Hermanto, 2019). Salah satu partai yang dinilai kuat dalam sisi ideologi adalah PDI-P dengan paham marhaenisme yang membela wong cilik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun