Dalam hubungan bertetangga, konflik kecil nyaris tak bisa dihindari. Penyebab masalahnya bisa jadi sepele, dari sekedar urusan parkir motor atau mobil yang menutupi akses jalan keluar masuk, saluran air mampet, sampai suara berisik dari hobi tetangga memainkan musik rock dengan volume yang cukup keras di minggu pagi.
Masalah-masalah kecil namun berulang ini jika dibiarkan terus menumpuk dalam hati, dapat membuat hubungan antar tetangga yang tadinya sudah tidak akrab menjadi semakin retak dan berjarak.
Sebaliknya, interaksi dengan orang asing yang hampir selalu bersifat sementara dan kadang sesekali saja, sangat minim akan potensi menghadirkan konflik yang cukup keras.
Kita bisa memilih untuk menjaga kesan baik, karena tahu perjumpaan itu tidak akan lama dan repetitif. Kita tentu ingin tetap mempertahankan penilaian baik yang sudah ada di diri kita pada orang asing itu. Akhirnya karena ketiadaan konflik jangka panjang, rasa kagum dan menghargai pun jauh lebih mudah dipertahankan.
Lalu, Bagaimana Seharusnya Kita Bersikap?
Fenomena sosial ini sebetulnya tidak bisa dibiarkan begitu saja. Jika kita terus memendam emosi dan menutup diri dari tetangga, masyarakat akan kehilangan ikatan sosial pada orang-orang terdekatnya. Yang mungkin tersisa kemudian hanyalah kesepian di tengah keramaian.
Maka untuk mengurangi dampak buruknya, kita bisa mungkin sedikit mengontrol ekspektasi kita terhadap tetangga. Hindari kecenderungan berharap bahwa tetangga akan menjadi manusia yang sempurna dan dapat diandalkan, yang paling dekat dengan kita.
Terimalah kenyataannya, bahwa mereka sama rapuhnya dengan kita, dengan segala baik dan buruknya yang sudah kita ketahui selama ini. Terimalah hal-hal semacam itu.
Jangan biarkan konflik kecil menjadi bom waktu, belajarlah untuk saling memaafkan dan menghargai secara aktif. Mulai dengan hal-hal sesederhana menyapa saat tidak sengaja bertemu atau berpapasan, memuji hal-hal kecil yang kita lihat dari mereka, atau sekadar mengucapkan terima kasih atas bantuan mereka sekecil apapun itu.
Menciptakan ruang interaksi yang sehat dengan mengikuti kegiatan-kegiatan RT, kerja bakti mingguan, atau sekadar ngobrol santai tanpa konteks dengan mereka juga bisa jadi langkah kecil yang bisa mempererat rasa hormat dan sikap saling peduli terhadap mereka.
Selain itu kita pun harus bisa memisahkan antara masalah pribadi dari relasi-relasi sosial kita, jangan ceritakan hal-hal yang tidak perlu. Ingat, sedekat apapun hubungan yang mau kita bangun, mereka tetap orang lain yang berpotensi akan mengecewakan. Jangan lupa akan hal itu.
Jika kita bisa memperlakukan orang asing dengan lebih hormat, mengapa kita tidak bisa melakukannya hal yang sama kepada orang yang setiap hari kita temui?