Mohon tunggu...
Gitakara Ardhytama
Gitakara Ardhytama Mohon Tunggu... Penulis

Penulis buku Pejuang Kenangan (2017), Hipotimia (2021) dan Ruang Ambivalensi (2025). Pemimpin Redaksi CV. TataKata Grafika. Aktif menulis artikel dan essai di berbagai platform digital.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kenapa Kita Lebih Mudah Menghargai Orang Asing daripada Tetangga Sendiri?

30 September 2025   07:36 Diperbarui: 30 September 2025   11:16 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu, sekitar tahun 1980an dan 1990an, hubungan bertetangga di Indonesia terkenal sangat lekat dengan nilai-nilai gotong royong. Ada kegiatan-kegiatan ronda bersama, kerja bakti setiap hari minggu, atau bantu-bantu acara syukuran warga yang semakin mengikat rasa kebersamaan di sana.

Nilai 'rukun tetangga' bukan hanya sekedar slogan, tapi benar-benar diresapi dan dijalankan secara nyata dalam kehidupan bertetangga pada masa itu.

Namun, di era modern seperti sekarang, hubungan antar tetangga yang hangat dan dekat ini mulai merenggang. Pagar-pagar rumah semakin tinggi, interaksi antar tetangga semakin minim, dan suasana individualisme terasa semakin kuat.

Akibatnya, ruang untuk menumbuhkan rasa menghargai dan saling peduli jadi semakin menyempit. Kita justru lebih nyaman membuka hati kepada orang asing di dunia maya, yang mungkin ribuan kilometer jauhnya, daripada menyapa tetangga yang hanya berjarak satu tembok pagar rumah dengan kita.

Interaksi dan Eksistensi Digital yang Memperlebar Kontras

Kehadiran media sosial di tengah kita menciptakan sebuah kondisi unik yang belum pernah ada sebelumnya. Kita bisa bertemu dan mendapat apresiasi dari orang asing yang bahkan tidak pernah bertemu langsung dengan kita.

Tulisan-tulisan digital, foto-foto, atau cerita yang kita bagikan bisa mereka lihat dan puji-puji, bahkan memberikan semangat atau ucapan yang personal lewat fitur pesan langsung di dalamnya.

Sementara itu, di sekitar kita, tak jarang kita temui tetangga kita justru lebih sering memberi komentar yang lebih pedas, lebih frontal kadang kala, bahkan terkesan menyepelekan kita.

Perbedaan afirmasi dan atmosfer inilah yang pad akhirnya tak jarang membuat kita merasa dihargai ugal-ugalan di dunia maya, tetapi kurang dihargai di lingkungan nyata di sekitar tempat tinggal kita.

Maka tidak heran jika orang-orang kini lebih nyaman membangun jejaring apresiasi dengan orang asing di dunia maya, ketimbang merawat hubungan sosial yang lebih baik dan lebih nyata pada tetangga sekitar rumah kita.

Kita Lelah dengan Konflik Antar Tetangga yang Terus Ada

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun